Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mendesak polisi mengusut kasus penggundulan rambut belasan siswi kelas IX SMPN 1 Sukodadi Lamongan, yang dilakukan oleh oknum guru EN, pada Rabu, 23 Agustus 2023.
"Mendesak Polres Lamongan untuk segara mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan memastikan keadilan bagi korban," ujar Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye LBH Surabaya, Habibus Shalihin, Rabu (30/8/2023).
Advertisement
Menurutnya, tindakan semacam ini tidak hanya merugikan para korban secara fisik dan psikologis, tetapi juga mengancam prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan anak.
"Perlu ditegaskan pula bahwa tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh EN merupakan delik biasa sehingga proses hukum teap dijalankan sebagaimana mestinya," ucapnya.
Habibus mengungkapkan, pihaknya juga mendorong sekolah untuk memastikan bahwa setiap siswa-siswi merasa aman dan dihormati dalam lingkungan belajar mereka.
"Pendidikan bukan hanya tentang pemberian pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan membantu membangun masyarakat yang lebih baik," ujarnya.
Selain itu, lanjut Habibus, pihaknya juga mendorong Dinas Pendidikan Lamongan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap lingkungan pendidikan.
Lingkungan pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan mendukung, di mana para siswa merasa dihargai dan dijaga dari segala bentuk ancaman dan kekerasan.
"Lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan melindungi hak-hak anak," ucapnya.
Habibus menegaskan, pihaknya juga mendorong seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli dan melindungi hak-hak anak.
"Anak-anak adalah amanah yang harus dijaga bersama, dan tindakan melanggar hak mereka tidak boleh dibiarkan terjadi dalam masyarakat yang beradab," ujarnya.
Sebelumnya, seorang guru SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, berinisial EN dilarang mengajar muridnya lantaran telah mengunduli rambut sejumlah siswinya karena tidak memakai ciput atau kain lapis penutup kepala.
Kepala Sekolah SMPN 1 Sukodadi, Harto mengungkapkan, EN ditarik oleh Dinas Pendidikan Lamongan, dan tak boleh mengajar di SMPN 1 Sukodadi hingga waktu yang tak ditentukan.
“Itu tindakan salah. Itu sudah kami laporkan ke dinas dan sekarang gurunya sudah ditarik ke dinas untuk pembinaan. Enggak ngajar,” ujarnya, Rabu (30/8/2023).
Harto menceritakan, peristiwa itu terjadi saat sorang guru berinisial EN, mengajar kelas IX, Rabu (23/8) lalu.
Saat itulah, sang guru melihat beberapa siswi tidak memakai ciput sehingga memperlihatkan sebagian rambutnya.
Masalah Ciput
Kesal dengan penampilan sang siswi, guru tersebut lalu memperingatkan mereka dengan hukuman agar memakai ciput.
Saat itu lah, sang guru lalu menghukum para murid tersebut dengan cara memotong rambut dengan menggunakan pemotong rambut elektrik.
Hasilnya diluar dugaan, rambut sejumlah siswi tersebut harus gundul sebagian lantaran dipotong secara asal.
"Enggak gundul (plontos). Enggak enak disebut gundul, ya dipotong sebagian saja. Karena pakai pemotong yang mesin (elektrik) itu jadi mungkin agak kebablasan," ucap Harto.
Atas insiden itu, sebagian wali murid pun sempat protes ke sekolah. Ia pun, sempat melakukan upaya mediasi dengan mendatangi rumah sekaligus mengumpulkan wali murid di sekolah.
Mediasi pun digelar keesokan harinya, Kamis (24/8), dengan dihadiri Harto, guru berinisial EN dan 10 wali murid yang anaknya jadi korban.
Di forum itu, kata Harto, wali murid dan guru pelaku penggundulan itu sepakat saling memaafkan. EN mengaku perbuatannya sudah salah.
Advertisement