Liputan6.com, Jakarta - Screen time atau durasi menatap layar menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah mata pada anak-anak zaman sekarang.
Jika dibanding dengan generasi sebelumnya, anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah refraksi seperti mata minus dan silinder.
Advertisement
Hal ini dibenarkan oleh dokter spesialis anak Ahmad Suryawan. Menurutnya, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan gawai atau berbagai alat elektronik yang berbasis layar memicu terjadinya masalah mata pada anak.
“Ada sangat-sangat banyak penelitian soal screen time dan mata minus pada anak. Orang dewasa juga sangat terganggu dengan minus dan silinder,” kata pria yang karib disapa Prof. Wawan dalam temu media secara daring bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rabu (30/8/2023).
“Jadi benar, anak-anak kita yang mengalami minus dan silinder sekarang makin lama makin tinggi. Generasi kita dulu enggak ada, minim sekali anak-anak yang minus di usia dini. Generasi sekarang, kelas satu SD saja pasien saya sudah banyak yang berkacamata, itu faktor pemicunya adalah screen time,” tambahnya.
Maka dari itu, ia menyarankan agar penggunaan gawai pada anak dapat diatur dengan baik.
“Bukan tidak boleh, tapi diatur, dibatasi.”
Salah satu cara yang dapat mengurangi risiko masalah mata adalah mengistirahatkan mata setiap menatap layar selama 20 menit.
“Jadi kalau sudah 20 menit, berhenti dulu,” saran Wawan.
Positif Negatif Pengasuhan Anak di Era Digital
Wawan tak memungkiri, di era digital ini penggunaan teknologi kian luas termasuk dalam pengasuhan anak.
“Teknologi membuat anak-anak kita cepat sekali menyerap informasi. Negatifnya apa? Ada potensi negatif pada perkembangan otak anak terutama di usia dini, di periode kritis. Sayangnya, studi tentang hal ini masih terbatas,” ujar Wawan.
Dari perkembangan teknologi tersebut, muncul istilah screen time, lanjut Wawan.
“Screen time adalah lamanya waktu yang digunakan untuk menonton berbagai media elektronik atau digital yang berbasis layar. TV, komputer, perangkat seluler, tablet, dan sebagainya,” jelas Wawan yang mengacu pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Advertisement
2 Tipe Screen Time
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan dua tipe screen time. Kedua tipe tersebut adalah screen time aktif dan screen time sedentarian.
Pada screen time aktif, tubuh tetap bergerak aktif meski mata fokus memandang layar.
“Contohnya di mal ada mainan yang aktif bergerak mengikuti gerakan di layar, itu screen time aktif sebenarnya.”
Sementara, pada screen time sedentarian, tubuh cenderung banyak diam dan pasif.
“Ini yang disinyalir sebagai penyebab berbagai masalah kesehatan dan perkembangan,” ucap Wawan.
Pilih Permainan yang Melibatkan Gerak Fisik Ketimbang Screen Time
Alih-alih memilih main gawai selama di rumah, orangtua perlu mendampingi anak dalam memilih permainan yang menyenangkan tapi tetap melibatkan gerakan fisik.
“Aktivitas yang baik bagi anak di rumah sebenarnya adalah let them play. Jenis atau tipe permainannya biar anak yang menentukan,” ucap Wawan.
Contohnya, bermain polisi-polisian. Anak bisa memilihkan peran untuk dirinya dan orangtua. Misalnya, anak jadi polisinya dan orangtua jadi penjahatnya.
Tak sekadar mengikuti keinginan anak, orangtua juga perlu berinteraksi aktif dengan buah hati.
“Anda harus responsif, tanya, ‘Polisi di mana, di Amerika apa di Indonesia?’, ajak dulu interaksi.”
Biarkan anak mengeksplorasi imajinasinya. Agar permainan ini melibatkan gerakan fisik, maka biarkan anak untuk seolah-olah memiliki markasnya sendiri. Misalnya, anak di kamar tamu sedangkan orangtua di kamar lainnya. Ini membuat anak bisa bermain menggunakan fisik.
Advertisement