Liputan6.com, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung senilai USD 7,3 miliar akan diluncurkan pada Oktober 2023. Proyek ini menjadi tanda tonggak sejarah Indonesia mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi modern.
Seperti diketahui, Kereta Cepat Jakarta Bandung ditargetkan bisa melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam. Kereta ini digerakkan oleh listrik dan tidak menghasilkan emisi karbon langsung selama pengoperasian.
Advertisement
Proyek kereta cepat di Indonesia ini menjadi yang pertama di Asia Tenggara.
"Ini akan menciptakan lebih banyak skala ekonomi dan meningkatkan efisiensi karena mobilitas orang-orang berbakat antara kedua kota lebih tinggi,” jelas Arief Anshory Yusuf, profesor ekonomi di Universitas Padjadjaran, dikutip dari CNBC International, Kamis (31/8/2023).
"Berbagi pengetahuan dan ide akan meningkatkan produktivitas ekonomi, serta meningkatkan kedekatan bisnis. Pertumbuhan ekonomi kedua wilayah ini akan meningkat," ujarnya, yang juga merupakan peneliti di Australian National University..
Di sisi lain, meningkatnya biaya proyek dapat meningkatkan utang pemerintah Indonesia dan memperkecil keuntungan ekonomi jangka pendek.
Timbulkan Perhatian pada Utang RI
Awalnya, proyek kereta tersebut akan dibiayai oleh PT Kereta Cepat Indonesia China – konsorsium perusahaan asal China dan Indonesia yang bertugas membangun proyek kereta api tersebut. PT KCIC telah menerima pinjaman sebesar USD 4,55 miliar dari China Development Bank.
Namun karena biaya yang semakin membengkak, Jokowi setuju untuk menggunakan dana negara untuk membantu pembiayaan perkeretaapian, yang menurut para ahli akan menggembungkan keuangan publik yang sudah membengkak akibat biaya-biaya terkait pandemi.
Pada bulan April, Indonesia meminta pinjaman tambahan sebesar USD 560 juta dari China Development Bank.
"Menempatkan anggaran negara sebagai jaminan dapat mengakibatkan kerugian yang pada akhirnya akan membebani warga negara Indonesia dengan utang," kata peneliti dari Center of Economic and Law Studies di publikasi independen The Conversation.
Diperlukan Strategi
Peneliti Center of Economic and Law Studies menyarankan, jika Indonesia tidak ingin mengalami masalah utang seperti yang terjadi di negara lain, maka diperlukan strategi.
"Indonesia harus menggunakan posisi strategisnya sebagai negara pendiri ASEAN dan ketua ASEAN tahun ini untuk melakukan negosiasi ulang dengan Tiongkok guna mengurangi risiko terjerat dalam gagal bayar utang dan menderita kerugian yang lebih besar," kata mereka.
Advertisement
Risiko Rendah Okupansi
Putra Adhiguna, pemimpin penelitian teknologi energi untuk Asia di Institute for Energy Economics and Financial Analysis menyoroti bahwa, per kilometer perjalanan penumpang, diharapkan terjadi pengurangan antara setengah hingga lebih dari dua pertiga konsumsi energi dengan jumlah penumpang yang banyak
"Peralihan dari angkutan jalan raya ke angkutan umum merupakan hal yang disambut baik, namun tingkat okupansi yang rendah akan mengakibatkan rendahnya efisiensi energi dan juga membebani pembiayaan perkeretaapian, dan juga anggaran publik," dia mengingatkan.
Karena jarak Jakarta dan Bandung yang relatif dekat, hanya berjarak sekitar 150 kilometer, keberadaan jalan tol dapat membuat kereta api cepat kalah bersaing dibandingkan mobil dan jalur kereta api lainnya.
"Dengan harga yang premium dan persaingan moda transportasi lainnya, risiko rendahnya okupansi sangat nyata dan perlu diatasi," jelas Adhiguna.