Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat dan Republik Rakyat China saling adu klaim soal ucapan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait Laut China Selatan. Kedua negara itu mengeluarkan pernyataan berbeda tentang apa yang Prabowo ucapkan.
Pada 24 Agustus 2023, Kementerian Pertahanan AS mengeluarkan pernyataan bahwa Menhan AS Lloyd Austin dan Menhan Prabowo setuju bahwa perbuatan China di Laut China Selatan bertentangan dengan hukum internasional.
Advertisement
"Mereka (LLoyd dan Prabowo) berbagi pandangan bahwa klaim maritim ekspansi Republik Rakyat China (RRC) di Laut China Selatan tidak konsisten dengan hukum internasional sebagaimana yang tercermin dalam United Nations Convention on the Law of the Sea," tulis pernyataan Kemenhan AS, dikutip Kamis (31/8/2023).
AS juga menyatakan bahwa Prabowo menolak tindakan yang melanggar kedaulatan, seperti yang tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB ES-11/1 yang notabene mengecam aksi Rusia terhadap Ukraina.
Terkait masalah Laut China Selatan, pihak pemerintah China membantah pernyataan Kemenhan AS. Pihak China mengaku sudah menghubungi pihak Indonesia yang berkata bahwa rilis dari AS tidaklah benar.
"Pihak Indonesia mengatakan kepada Kedutaan Besar China di Indonesia bahwa apa yang AS gambarkan tidaklah benar, dan tidak ada konten yang ditemukan di rilis pers dari pihak Indonesia terkait pertemuan yang sama," tulis media pemerintah China, Global Times.
Sebagai informasi, rilis pers ketika ada pertemuan bilateral atau multilateral memang biasanya tidak selalu sama antara satu negara dan negara lainnya.
Dubes RRC: Laut China Selatan Bukan Masalah China vs. ASEAN
Isu Laut China Selatan masih menjadi tantangan dalam hubungan pemerintah China dan negara-negara ASEAN. China masih adu klaim di Laut China Selatan dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei.
Sengketa antara Filipina dan China bahkan sempat mencapai pengadilan internasional dan memenangkan Filipina pada tahun 2016. Namun, hasilnya ditolak China. Amerika Serikat pun telah secara resmi mendukung Filipina di Laut China Selatan.
Duta Besar China untuk ASEAN, Hou Yanqi, menyebut ikut campur pihak-pihak yang tidak bersengketa tidak akan membawa dampak positif ke masalah Laut China Selatan.
Pihak pemerintah China lebih suka mengurus isu ini secara bilateral ketimbang ada ikut campur pihak luar, termasuk jika negara-negara ASEAN ikut campur untuk membantu negara yang bersengketa.
Para "pihak ketiga" diminta membantu dengan menjaga suasana damai saja.
"Sebenarnya ini sangat sederhana. Ini adalah semacam sengketa wilayah. Bagi negara yang tidak terkait sengketa, saya pikir mereka juga punya tanggung jawab. Tanggung jawabnya adalah membuat sebuah atmosfer yang baik untuk dua pengklaim untuk duduk bersama, agar ada diskus dan negosiasi dan konsultasi yang tenang dan mendalam," ujar Dubes China untuk ASEAN Hou Yanqi dalam diskusi bersama media di Jakarta, Jumat (18/8).
Advertisement
Suasana Damai
Dubes Hou juga mengingatkan negara-negara luar bahwa mereka tidak berhak ikut campur, sebab ini masalah China dengan satu negara tertentu. Ia juga berkata ini bukan masalah China vs. ASEAN.
"Saya tidak berpikir mereka punya tanggung jawab, bahkan hak untuk ikut campur dalam komunikasi bilateral, sebab wilayah-wilayah ini bukan milik pihak ketiga," ucap Dubes Hou.
Selain itu, Dubes Hou menegaskan isu Laut China Selatan jangan dianggap masalah antara China melawan seluruh ASEAN.
"Saya bingung apakah masalah ini adalah masalah antara China dan ASEAN," ujarnya. "Faktanya ini bukan masalah China dan ASEAN secara keseluruhan."
Pada awal Agustus lalu, ada insiden penyemprotan water cannon dari kapal China ke kapal Filipina di area Second Thomas Shoal di Laut China Selatan. Amerika Serikat lantas memberi pernyataan tegas bahwa mereka akan terus membela Filipina.
"Sebagaimana dijelaskan oleh keputusan yang mengikat secara legal dari tribunal internasional pada Juli 2016, RRC tidak punya klaim hukum di area maritim sekitar Second Thomas Shoal yang jelas berlokasi di zona eksklusif ekonomi," tulis pernyataan di situs Kementerian Luar Negeri AS.