Dirut BTN: Perumahan Cara Ampuh Monetisasi Infrastruktur

BTN menyarakan monetisasi proyek infrastruktur dengan cara pembangunan proyek perumahan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Agu 2023, 22:48 WIB
Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu memberi sambutan pada pembukaan BTN Anniversary Virtual Property Expo di Jakarta (22/2/2022). Pameran yang digelar mulai tanggal 22 Februari - 31 Maret 2022 ini menawarkan suku bunga promo bagi masyarakat yang ingin membeli rumah. (Liputan6.com/HO/BTN)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu menyarankan agar pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dimonetisasi dengan pembangunan proyek perumahan.

"Pak Jokowi kan bangun infrastruktur banyak banget, jalan tol, jalan raya, pelabuhan banyak banget. Mungkin kita akan booming infrastruktur dalam waktu 90 tahun lagi. Tapi yang perlu kita pikirkan ke depannya adalah bagaimana itu bisa kembali jadi income buat negara. Gimana pembangunan itu bisa dimonetisasi?," kata Nixon dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/8/2023).

Menurut Nixon, untuk bisa memonetisasi pembangunan infrastruktur supaya menghasilkan income untuk negara, solusinya adalah memperbanyak pembangunan perumahan di sekitar proyek infrastruktur yang sudah terbangun.

"Kalau menurut saya, salah satu yang bisa mengembalikan income itu adalah rumah. Simpelnya, setiap ujung jalan tol buka jalan kalau ada kawasan perumahan. Dia itu akan membuat jalan tol itu trafiknya naik," ujarnya.

"Kenapa jalan tol TB Simatupang itu macet banget? Karena di setiap ujungnya ada perumahan dan perkantoran. Jadi dia membuat trafik ekonominya hidup. Incomenya muncul buat negara" sambung Nixon.

Monetisasi Infrastruktur

Dia menegaskan, perumahan adalah salah satu solusi untuk memonetisasi infrastruktur-infrastruktur yang banyak dibangun di era pemerintahan Presiden Jokowi.

"Jadi saya bilang bahwa Pak Jokowi sudah berjasa membangun infrastruktur, tapi next kita harus memikirkan bagaimana infrastruktur ini bisa menimbulkan kenaikan income bagi negara. Salah satu nya adalah lewat pemukiman dan perumahan. Kalau ngak sayang ada jalan tol tapi enggak ada pemukiman. Kebayang kan? Sepi. Rumah is the one solution untuk memonetisasi pembangunan infrastuktur," tukas Bos BTN itu.


Angka Backlog Perumahan Melonjak Jadi 12,1 Juta, Pemerintah Harus Apa?

Warga berjalan di dekat pembangunan perumahan subsidi BTN di Kawasan Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/2/2022). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memacu penyaluran Kredit Pembiayaan Rumah Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR Sejahtera FLPP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan, backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan perumahan rakyat masih sebesar 12,1 juta. 

Artinya, kebutuhan akan kepemilikan perumahan rakyat masih besar di Indonesia.

Backlog kepemilikan rumah yang masih cukup besar ini diperkirakan 12,1 juta rumah tangga. Jadi, masih banyak yang harus kita kejar. Masih banyak tugas kita bersama, bukan hanya tugas Pemerintah," kata Diana dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Masih tingginya backlog kepemilikan rumah tersebut membuat banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menghuni rumah yang layak.

Diana menyampaikan, berdasarkan data BPS mencatat ditahun 2022 baru 60,66 persen rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah yang layak.

"Hingga saat ini masih ada masyarakat Indonesia yang belum menghuni rumah yang layak," ujarnya.


Kriteria Rumah Layak Huni

Suasana perumahan subsidi Griya Srimahi Indah, Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (16/2/2022). Dirut Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, dari total 13.192 unit rumah subsidi yang berhasil dibukukan, 11.117 unit diantaranya adalah KPR Sejahtera konvensional. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Adapun kriteria rumah layak huni menurut Sustainable Development Goals (SDGs) ada empat. Pertama, ketahanan bangunan.

Kedua, kecukupan luasannya per kapita. Kriteria ketiga yakni akses air minum yang layak. Keempat, yakni terdapat akses sanitasi yang layak.

"Ini semuanya harus terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap rumah layak masih belum bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah," pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya