Cuaca Indonesia Hari Ini Jumat 1 September 2023: Langit Cerah Berawan Mendominasi

Langit di Indonesia pada pagi hari ini, Jumat (1/9/2023), hampir seluruh wilayahnya diprakirakan cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap, kecuali Banda Aceh hujan ringan. Seperti itulah prediksi cuaca Indonesia hari ini, Jumat (1/9/2023).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 03 Sep 2023, 18:33 WIB
Langit di Indonesia pada pagi hari ini, Jumat (1/9/2023), hampir seluruh wilayahnya diprakirakan cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap, kecuali Banda Aceh hujan ringan. Seperti itulah prediksi cuaca Indonesia hari ini, Jumat (1/9/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Langit di Indonesia pada pagi hari ini, Jumat (1/9/2023), hampir seluruh wilayahnya diprakirakan cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap, kecuali Banda Aceh hujan ringan. Seperti itulah prediksi cuaca Indonesia hari ini, Jumat (1/9/2023).

Berbeda pada siang nanti, ada sejumlah wilayah Indonesia yang diprakirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bakal hujan ringan, sisanya cerah, cerah berawan, dan berawan.

Cuaca hujan dengan intensitas ringan diprediksi guyur wilayah Banda Aceh, Ternate, Mamuju, dan Medan di siang nanti.

Kemudian di malam hari, cuaca Indonesia sebagian besar diprakirakan cerah, cerah berawan, dan berawan, hanya wilayah Manokwari, Mamuju, serta Medan hujan berintensitas ringan.

Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:

 Kota  Pagi  Siang  Malam
 Banda Aceh  Hujan Ringan  Hujan Ringan  Cerah Berawan
 Denpasar  Cerah  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Serang  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Bengkulu  Cerah Berawan  Cerah  Cerah Berawan
 Yogyakarta   Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Jakarta Pusat   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan 
 Gorontalo   Cerah   Cerah Berawan  Cerah
 Jambi   Kabut  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Bandung   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Semarang   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Surabaya   Cerah  Cerah  Cerah
 Pontianak   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah
 Banjarmasin   Asap  Cerah  Cerah
 Palangkaraya  Cerah Berawan  Berawan  Cerah Berawan
 Samarinda  Berawan  Cerah Berawan  Cerah
 Tarakan   Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Pangkal Pinang  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Tanjung Pinang   Cerah Berawan  Berawan  Cerah Berawan
 Bandar Lampung  Cerah Berawan  Cerah  Cerah Berawan
 Ambon   Berawan Tebal  Berawan  Cerah Berawan
 Ternate   Berawan  Hujan Ringan  Berawan
 Mataram   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Kupang   Cerah  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Kota Jayapura  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Manokwari   Berawan  Berawan  Hujan Ringan
 Pekanbaru   Cerah  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Mamuju   Berawan  Hujan Ringan  Hujan Ringan
 Makassar   Cerah  Cerah  Berawan
 Kendari   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Manado    Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Padang   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Palembang  Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Medan   Cerah Berawan  Hujan Ringan  Hujan Ringan

El Nino, La Nina, dan Samudera Pasifik: Dampak Perubahan Iklim terhadap Cuaca Ekstrem

(Foto:Dok.Kementerian Pertanian RI)

Sebelumnya, Samudera Pasifik, hamparan luas yang mencakup 32 persen permukaan bumi, memiliki pengaruh kuat terhadap pola cuaca global.

Pasang surut airnya menciptakan fenomena yang berdampak pada kondisi cuaca di seluruh planet.

Sebuah studi baru-baru ini yang terbit di jurnal Nature telah menjelaskan aspek vital dari Samudera Pasifik, mengungkapkan perubahan tak terduga dalam perilaku "Pacific Walker Circulation" yang berperan penting dalam cuaca.

Penelitian ini tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang dinamika iklim tetapi juga menimbulkan pertanyaan penting tentang masa depan peristiwa terkait cuaca seperti El Nino dan La Nina.

Studi tersebut, yang dilakukan oleh sekelompok tim ilmuwan internasional, telah mengungkap wawasan menarik mengenai Sirkulasi Pacific Walker, sebuah komponen atmosfer yang bertanggung jawab untuk mengarahkan pola cuaca di kawasan tropis Pasifik dan sekitarnya.

Bertentangan dengan ekspektasi, para peneliti menemukan bahwa sirkulasi ini telah menunjukkan perubahan perilaku selama era industri, yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.


Hasil Penelitian soal Sirkulasi Pacific Walker dan Hasil Temuan

(Foto:Dok.Kementerian Pertanian RI)

Sirkulasi Pacific Walker merupakan hasil rotasi bumi yang menyebabkan akumulasi air permukaan hangat di sisi barat laut. Fenomena ini, pada gilirannya, memicu pola atmosfer berbeda yang dikenal sebagai angin pasat.

Angin ini mempengaruhi cuaca di wilayah tropis Pasifik dan dapat memperluas dampaknya lebih jauh lagi, sehingga menjadikan Pasifik sebagai penggerak iklim global yang kuat.

Penulis utama studi ini, Georgy Falster dari Australian National University, menjelaskan bahwa meskipun kekuatan Sirkulasi Pacific Walker secara keseluruhan relatif stabil, perilakunya dari tahun ke tahun telah berubah.

Pergeseran ini penting karena dapat mengakibatkan kejadian El Nino atau La Nina yang berlangsung lebih lama, sehingga menyebabkan kondisi cuaca yang lebih ekstrem seperti kekeringan, kebakaran, hujan lebat, dan banjir.

Temuan-temuan ini menggarisbawahi pentingnya memahami mekanisme rumit yang berperan dalam sistem iklim kita.

Salah satu temuan mengejutkan dari studi tersebut adalah adanya hubungan antara letusan gunung berapi dan melemahnya Sirkulasi Pacific Walker.

Bronwen Konecky, salah satu penulis studi tersebut, menjelaskan bahwa setelah letusan gunung berapi, sirkulasi terus melemah sehingga menyebabkan kondisi yang menyerupai El Niño.

Penemuan ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana peristiwa alam dapat berdampak sementara pada pola iklim.

Untuk menggali wawasan ini, tim ilmuwan menggali data selama 800 tahun. Mereka memeriksa data dari berbagai sumber seperti inti es, pohon, danau, karang, dan gua.

Sumber-sumber ini memberikan informasi tidak langsung namun berharga tentang kondisi iklim historis, karena mengandung jejak unsur dan isotop yang bervariasi berdasarkan kondisi iklim.

Samantha Stevenson, salah satu penulis di penelitian ini, menekankan pentingnya sumber-sumber tersebut. Dia menilai sumber-sumber ini memberikan gambaran unik tentang iklim di masa lalu.


Implikasi

Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim global dan dampak dari fenomena cuaca El Nino, berada di balik rekor suhu panas itu.

Dengan menganalisis rasio isotop oksigen dan hidrogen yang berbeda, para peneliti menyimpulkan bagaimana Sirkulasi Walker berevolusi selama berabad-abad.

Pendekatan ini memungkinkan mereka membandingkan tren pra-industri dan pasca-industri serta menghubungkan perubahan dengan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Memahami pergeseran dalam Pacific Walker Circulation mempunyai implikasi yang lebih luas. Peran sirkulasi dalam menentukan pola cuaca memiliki dampak yang luas, sehingga penting dalam memprediksi variabilitas iklim.

Dengan memahami bagaimana bumi merespons berbagai faktor, seperti letusan gunung berapi dan gas rumah kaca, para ilmuwan dapat mengantisipasi perubahan dengan lebih baik dan mempersiapkan masyarakat menghadapi tantangan di masa depan.

Saat kita menghadapi kenyataan perubahan iklim, memprediksi dampaknya menjadi semakin mendesak. Model iklim, yang membantu kita memproyeksikan perubahan di masa depan, memerlukan data historis yang akurat untuk validasi.

Jika kita kurang memahami masa lalu, kemampuan kita untuk memprediksi masa depan akan terganggu.


Kontribusi Penelitian

BMKG mencatat pada Juli jika indeks El Nino mencapai 1,01 dengan level moderate. Untuk IOD disebutkan telah masuk level index positif. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengungkapan penelitian ini berkontribusi untuk mengisi kesenjangan tersebut, membantu pengembangan prediksi yang lebih andal.

Penelitian tidak berakhir di sini. Para ilmuwan kini menyelidiki lebih dalam untuk mengungkap alasan di balik perubahan yang diamati pada Sirkulasi Pacific Walker.

Dengan mengembangkan model yang menggabungkan rasio isotop hidrogen dan oksigen, mereka bertujuan untuk mendapatkan wawasan lebih jauh mengenai interaksi rumit berbagai faktor yang membentuk iklim kita.

Di dunia di mana peristiwa-peristiwa terkait perubahan iklim semakin sering terjadi dan intens, temuan-temuan studi ini mencerminkan cara-cara mendalam sistem bumi merespons tindakan kita.

Mengingat besarnya pengaruh Samudera Pasifik terhadap pola cuaca global, penelitian ini tidak hanya merupakan jendela ke masa lalu namun juga gambaran sekilas ke masa depan di mana pemahaman dan adaptasi terhadap perubahan-perubahan ini akan sangat penting bagi kesejahteraan planet kita dan penghuninya.

Infografis Penjelasan Cuaca Panas Melanda Wilayah Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya