Liputan6.com, Jakarta - Pameran World Press Photo kembali hadir di Indonesia dengan foto jurnalistik dan dokumenter terbaik dari seluruh dunia. Pameran ini diresmikan pada 31 Agustus 2023, di Erasmus Huis, Jakarta.
Rangkaian pameran ini berlangsung pada 1-23 September 2023, di Erasmus Huis Jakarta, kemudian dilanjutkan di Pendhapa Art Space Yogyakarta pada 1-23 Oktober 2023.
Advertisement
Pada acara pembukaan, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Taufiq Rahman, menyoroti pentingnya foto dalam merangkai narasi kemanusiaan. Hadir juga juri wilayah Asia Tenggara dan Oseania. Salah satu juri yang berasal dari Indonesia adalah Evi Mariani.
Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns, juga turut hadir dalam pembukaan pameran ini, menyampaikan pidatonya dan dukungannya atas pameran yang dilaksanakan di pusat kebudayaan Belanda ini.
"Saat kita mengeksplorasi beragam foto yang dipamerkan, mari kita ingat bahwa setiap foto ini merupakan hasil dari dedikasi, keberanian, dan komitmen akan kebenaran. Mari kita renungkan juga tantangan yang dihadapi oleh jurnalis dan fotografer," ujar Dubes Lambert.
"Beberapa dari mereka telah mempertaruhkan keselamatan, kebebasan, dan bahkan nyawa mereka untuk mengabadikan momen-momen ini, yang membentuk pemahaman kita tentang dunia,” lanjut Dubes Lambert.
Koordinator pameran World Press Photo 2023, Zeynep Özçelik, yang hadir secara daring, ikut menyampaikan harapannya untuk pameran di Indonesia tahun ini, "saya harap banyak orang datang. Dan kita perlu mendorong lebih banyak fotografer profesional dari Indonesia untuk ikut tahun depan."
Mengingat tak ada kontestan dari Indonesia yang menang untuk tahun ini dan minimnya jumlah pendaftar dari Asia Tenggara, jadi angka peserta yang terkecil di antara wilayah lainnya.
Mengintip Para Pemenang
World Press Photo dikenal sebagai salah satu pameran foto jurnalistik dan dokumenter terkemuka di dunia. Pameran ini mengajak pengunjung untuk melihat lebih dalam dari berita dan berpikir kritis tentang isu-isu global.
Seperti isu krisis iklim, komunitas, dampak perang terhadap warga sipil, dan pentingnya foto jurnalistik global yang disorot oleh para pemenang global dalam World Press Photo.
Ada 4 pemenang yang mewakili foto dan kisah terbaik dari isu-isu signifikan tahun 2022, mereka adalah:
- "Mariupol Maternity Hospital Airstrike" karya Evgeniy Maloletka - Associated Press, yang dianugerahi dengan World Press Photo of the Year.
- "The Price of Peace in Afghanistan" karya Mads Nissen - Politiken/Panos Pictures, yang dianugerahi dengan World Press Photo Story of the Year.
- "Battered Waters" karya Anush Babajanyan - VII Photo/National Geographic Society, yang dianugerahi dengan World Press Photo Long-Term Project Award.
- "Here, The Doors Don't Know Me" karya Mohamed Mahdy, yang dianugerahi dengan World Press Photo Open Format Award.
Salah satu juri Kontes World Press Photo, Evi Mariani dari Indonesia, memuji karya salah satu kontestan yang bukan pemenang global, namun berkesan baginya.
Karya Ahmad Halabisaz yang berjudul "Untitled" adalah salah satu favoritnya, "cara kita melihat setiap foto pada pameran ini akan sangat subjektif. Semuanya bagus, namun melihat foto wanita Iran itu, lebih membuat saya tersentuh," ujarnya.
Advertisement
Mengenal Sedikit Tentang Apa Itu World Press Photo
Setiap tahun, Kontes World Press Photo memberikan penghargaan kepada foto jurnalistik dan dokumenter terbaik yang diambil dalam setahun sebelumnya.
Pada tahun 2022, mereka memperkenalkan strategi regional baru yang bertujuan untuk memberikan pandangan yang lebih global dan keseimbangan geografis yang lebih baik. Ini melibatkan perubahan dalam pengaturan dan penjurian dari kontes tahunan mereka.
Edisi ke-66 dari kontes ini berhasil menarik lebih dari 60.000 karya dari 3.752 fotografer yang berasal dari 127 negara.
Hasil dari kontes ini adalah 24 pemenang regional dan enam penghargaan kehormatan. Karya-karya ini meliputi beragam topik, seperti kisah-kisah di garis depan konflik, budaya, identitas, migrasi, kenangan masa lalu yang hilang, serta pandangan terhadap masa depan, baik yang jauh maupun dekat.
Model baru dari kontes ini memiliki enam wilayah (Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara dan Tengah, Amerika Selatan, serta Asia Tenggara dan Oseania). Setiap wilayah memiliki juri yang terdiri dari lima profesional yang bekerja di wilayah tersebut atau memiliki keterkaitan dengannya.
Para juri ini memiliki latar belakang yang beragam. Misalnya, salah satu juri wilayah Asia Tenggara dan Oseania adalah Evi Mariani, direktur eksekutif dan salah satu pendiri dari Project Multatuli.