Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan bahwa BBM jenis Pertalite masih tersedia pada 2024 mendatang. Hal ini menjawab kegelisahan masyarakat terkait rencana PT Pertamina (Persero) untuk menghapus BBM subsidi jenis Pertalite pada 2024.
Advertisement
"Belum, belum hilang (BBM Pertalite)," ujarnya kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (1/9).
Meski begitu, Menteri Arifin tidak mengungkap alasan BBM jenis Pertalite akan dipertahankan di tahun depan. Saat ini, harga Pertalite dibanderol Rp10.000 per liter dan menjadi BBM yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Arifin membantah BBM jenis Pertamax akan disubsidi menggantikan Pertalite. "Tidak ada wacana itu (subsidi Pertamax), yang karang-arang siapa?," ucap Arifin ditulis, Selasa (29/8).
Dijelaskan Arifin, saat ini BBM jenis Pertamax merupakan BBM umumyang dijual sesuai harga pasar dan tidak ada subsidi.
"Tidak ada pembahasan mengenai subsidi Pertamax. Kan tidak ada subsidi Pertamax. Sudah dibilangin, Pertamax memang disubsidi ? enggak kan," pungkas dia.
Usulan BBM Pertalite Dihapus
Adapun, usulan penghapusan Pertalite ini pertama dilontarkan langsung oleh Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati. Perseroan rencananya akan mengganti BBM subsidi tersebut dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7) pada 2024.
Nicke menjelaskan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.
"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," terang Nicke di depan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8).
Pertamax Green 92
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Selain itu, Pertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, campuran Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen.
Dengan demikian, Pertamina di tahun depan bakal menjual tiga produk BBM, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
Advertisement
Pertamax Green 92 Bakal Jadi BBM Bersubsidi, APBN Siap-Siap Bengkak
Masyarakat tengah diramaikan oleh kabar dihapusnya BBM jenis Pertalite (RON 90) dan digantikan menjadi Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.
"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," kata Nicke pada pertemuan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8).
Rencananya, Pertamax Green 92 akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
Belum Ada Urgensi
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra, belum ada urgensi untuk penghapusan Pertalite dan mengalihkan subsidinya ke Pertamax Green.
Hal ini dikarenakan beberapa hal, salah satunya adalah nilai keekonomian Pertamax yg lebih tinggi daripada Pertalite yang akan berpotensi menambah beban subsidi negara.
"Yang kedua adalah jenis penggunaan mesin kendaraan bermotor di Indonesia (motor di bawah 150cc dan mobil di bawah 1500cc) yang masih berkompresi rendah dan penggunaan BBM oktan tinggi tidaklah optimum," jelas Daymas kepada Liputan6.com pada Kamis (31/8/2023).Namun, tekanan inflasi akan berkurang yang didapatkan dari rasio 7 persen penggunaan bioetanol sebagai campuran Pertamax Green bisa saja terjadi karena bahan baku yang berasal dari sumber lokal.
"Namun perlu diperhatikan juga nilai keekonomiannya, dampak lingkungan dan juga dampak sosial masyarakat semuanya haruslah proporsional sesuai dengan 3 pilar utama pembangunan berkelanjutan, yaitu people, planet dan profit," jelas Daymas.
Advertisement