Liputan6.com, Phnom Penh - Sebanyak 66 penumpang menjadi korban dalam insiden pesawat terbakar milik Vietnam Airlines 26 tahun yang lalu.
Pada 3 September 1997, dilaporkan sebuah jet Vietnam Airlines tua terjatuh lalu terbakar saat mencoba mendarat di bandara Phnom Penh di Kamboja. Tragedi ini disebut menewaskan seluruh penumpang kecuali seorang balita berumur 1 tahun.
Advertisement
Para saksi mata mengatakan bahwa pesawat jet tergelincir melalui sawah setengah mil di selatan landasan pacu kemudian meledak. Hanya bagian ekor dan sebagian badan pesawat yang terlihat nampak utuh.
"Ketika pesawat mendekati bandara dan mencoba untuk mendarat, terjadi hujan lebat dan angin kencang," kata Le Duc Tu, direktur umum pesawat milik negara, Vietnam Airlines seperti dikutip dari Los Angeles Times.
"Ini tidak terduga karena saat pesawat lepas landas dari bandara Tan Son Nhut, kami menerima laporan yang menunjukkan cuaca tidak terlalu buruk."
Seolah tak memiliki empati, massa segera berkumpul di lokasi kebakaran untuk menjarah benda berharga di tubuh korban dan barang bawaan milik mereka. Polisi langsung bergegas untuk mengusir kerumunan massa.
Pada hari kecelakaan pesawat, jenazah dibaringkan di bawah kain putih di bandara. Hun Sen pemimpin Kamboja saat itu, dilaporkan ke rumah sakit Calmette, di mana beberapa penumpang terluka dibawa dan kemudian meninggal.
"Ini adalah tragedi besar, sebuah kecelakaan," ucapnya. Dia mengaitkan kecelakaan pesawat dengan cuaca buruk dan mengesampingkan kemungkinan terorisme.
Penyebab dari kecelakaan mengerikan kemudian diselidiki.
Direktur Vietnam Airlines Le Duc Tu membantah bahwa faktor penyebab kecelakaan adalah tingkat keamanan pesawat. "Pesawat ini dirawat secara rutin", klaimnya kepada Saigon Times.
66 Korban Terbakar, 1 Orang Dikabarkan Selamat
Para korban termasuk 21 warga Korea Selatan dengan enam di antaranya dokter dan pelajar yang membawa pasokan medis ke Kamboja, 22 warga Taiwan dan satu warga Jepang. Tidak ada orang Amerika dalam jet. Laporan ini disampaikan oleh otoritas penerbangan Kamboja.
Laporan lain menyebutkan bahwa terdapat satu orang dengan kemungkinan selamat tetapi masih belum dapat dikonfirmasi keadaannya saat itu.
Hasil identifikasi pihak penerbangan terhadap korban selamat adalah seorang anak laki-laki asal Thailand, Chanayuth Nim Anong yang keesokan harinya dikabarkan sedang dirawat di rumah sakit karena patah kaki.
Ibunya, seorang perawat berkebangsaan China tewas saat kecelakaan pesawat tersebut. Sedangkan sang ayah, Niphon Nim-Anong saat itu tengah menunggu di bandara Pochentong di Phnom Penh untuk kedatangan penerbangan istri dan anaknya.
"Ada begitu banyak orang (di lokasi kecelakaan), dan saya melihat seseorang menggendong putra saya", ucapnya pada wartawan. "Saya melihat putra saya, dan saya membawanya ke rumah sakit."
Advertisement
Suasana Penerbangan Saat Itu Secara Umum
Sejarah mencatat bahwa bandara Pochentong sempat dijarah pada bulan Juli oleh tentara di bawah pimpinan kudeta Kamboja, Hun Sen. Saat itu, menara kendali dilucuti dari radar dan peralatan lainnya. Namun, peralatannya segera diganti dan Vietnam Airlines menjadi maskapai pertama yang melanjutkan layanan perjalanan ke Kamboja.
Kecelakaan ini terjadi ketika Vietnam Airlines sedang mengupayakan peningkatan iklan internasional dalam usaha meraih pangsa lebih besar di pasar penerbangan Asia yang memang sedang naik. Maskapai ini telah memodernisasi armada dan bahkan mengganti beberapa pesawat lama buatan Soviet dengan Boeing dan Airbus.
Pesawat penumpang buatan Soviet dengan cat terkelupas dikabarkan menjadi pemandangan yang sering terjadi di bandara Hanoi dan Kota Ho Chi Minh. Pesawat tersebut digunakan terutama pada rute perjalanan domestik dan tujuan Phnom Penh, ibu kota Kamboja.
Seiring dengan Vietnam yang terus bergerak maju menuju perekonomian yang lebih berorientasi pada pasar dalam beberapa tahun terakhir saat kecelakaan tersebut terjadi, pihak maskapai penerbangan regional mulai berkampanye untuk saling bersaing sehingga layanan, keselamatan, dan pemeliharaan meningkat secara dramatis.