Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengakui telah menggelar rapat koordinasi mengenai kompensasi dan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal ini ditengah beredarnya wacana pengalihan subsidi dari Pertalite ke Pertamax Green 92.
Rapat koordinasi itu diketahui dilaksanakan pada Jumat, 1 September 2023. Kendati begitu, Tiko tak merinci bahasan dalam rapat koordinasi maupun hasilnya.
Advertisement
Informasi itu disampaikan Tiko ketika memulai sambutannya dalam agenda penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara PT Pertamina International Shipping dengan PT Pelindo. Tiko mengaku terlambat karena harus lebih dulu menghadiri rakor tersebut.
"Mohon maaf acara terlambat tadi ada rapat koordinasi mengenai kompensasi dan subsidi BBM jadi ini penting buat Pertamina," kata dia di Menara BRILian, Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Pertalite Mau Dihapus
Perlu diketahui, belakangan mencuat rencana untuk mengalihkan subsidi BBM Pertalite ke Pertamax. Pertamina sebagai penjual produk pun mengakui kalau Pertalite nantinya akan dihapuskan dan digantikan Pertamax Green 92. Bisa dibilang, subsidi juga akan menyasar produk anyar tersebut.
Sementara produk Pertamax yang saat ini dijual akan ditingkatkan produknya menjadi Pertamax Green 95. Keduanya, akan mengandung campuran bioetanol masing-masing sebanyak 7 persen dan 8 persen.
Pertamax Green 95 sendiri sudah mulai dijual di beberapa SPBU di Kota Surabaya dan DKI Jakarta.
Ganti Pertalite dengan Pertamax Green 92
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menghapus BBM jenis Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.
"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," terang Nicke di depan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8/2023).
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Advertisement
Tiga Produk Pertamax
Di sisi lain, Pertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, campuran Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen.
Dengan demikian, Pertamina di tahun depan bakal menjual tiga produk BBM, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
"Ini sesuai dengan program Langit Birut tahap dua. Jadi ada dua green gasoline, green energy, low carbon yang jadi produk Pertamina," imbuh Nicke.
Lebih lanjut, ia berharap dukungan pemerintah agar pengenaan bea masuk untuk etanol bisa dihapuskan. Pasalnya, dengan investasi dari bioetanol ini, Pertamina harus melakukan impor bioetanol terlebih dulu.
"Kami perlu support tentu satu pembebasan bea cukai (etanol). Sampai investasi bioetanol ini terjadi di dalam negeri, maka kita harus impor dulu tapi itu tidak masalah karena kita pun impor gasoline, kita hanya ganti impor gasoline dengan etanol," tuturnya.
Masih Dikaji
Sebagai upaya untuk menurunkan emisi karbon, PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92. Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7% sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Akan tetapi, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan bahwa kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apa pun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," katanya saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Nicke juga mengungkapkan bahwa jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya tentu akan diatur oleh pemerintah.
"Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," ungkapnya.
Advertisement