Liputan6.com, Jakarta Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan bahwa Indonesia memiliki pertambangan paling maju di antara negara-negara ASEAN.
“Kalau bicara soal pertambangan, Indonesia sudah jelas di ASEAN yang paling maju," ujar Tony kepada wartawan usai acara ASEAN Investment Forum Day 2 di Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Advertisement
"Kita (Indonesia) punya hampir semua mineral, walaupun di Filipina juga pertambangannya bagus, Vietnam juga ada beberapa, Thailand juga ada,” katanya.
Selain itu, menurutnya, sektor pertambangan dalam negeri juga memiliki potensi terbesar untuk menarik investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI).
Kestabilan Politik
Ia pun menambahkan faktor yang menjadi pendukung yaitu perpajakan dan kestabilan politik.
Tony pun memuji kestabilan politik di Indonesia dalam 9 tahun terakhir, ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang berhasil melampaui 5 persen serta inflasi yang terkendali.
Maka dari itu, ia optimis target investasi Indonesia di 2023 sebesar Rp 1.400 triliun bisa tercapai.
“Dan memang salah satu yang dominan adalah hilirisasi dari pertambangan itu sendiri. Itu salah satu yang dominan. Jadi Indonesia lagi menarik untuk investasi, mudah-mudahan terus seperti itu,” imbuhnya.
Sementara itu, meski penanaman modal asing di ASEAN didominasi oleh Singapura ( capai USD 224 miliar), Tony mengatakan, hal itu karena Singapura merupakan hub investasi yang akan disalurkan ke negara lain termasuk Indonesia.
“Dari Singapura (investasi) juga akan keluar lagi ke negara lain, termasuk Indonesia,” jelasnya.
Potensi Ekonomi Digital ASEAN Capai USD 2 Triliun di 2030
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut penerapan Digital Economy Framework Agreement (DEFA) bisa menggandakan potensi ekonomi digital di ASEAN. Bahkan, dari potensi USD 1 triliun, bisa meningkat ke USD 2 triliun dengan implementasi perjanjian tersebut.
Peluncuran DEFA dilakukan di sela-sela ASEAN Economic Community Council (AECC) 2023. Sistem ekonomi digital ini akan mulai diberlakukan pada 2025 mendatang.
"Apabila DEFA diberlakukan di 2025, digital economic framework di ASEAN ini akan meningkatkan potensi ekonomi digital ASEAN yang busnises as usual itu USD 1 triliun, tetapi dengan implementasi DEFA bisa meningkatkan menjadi USD 2 triliun di tahun 2030," kata Airlangga, di Hotel St Regis, Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Dia mengatakan, langkah konkret pendukung implementasi DEFA diantaranya penerapan transaksi dengan mata uang lokal antara negara yang sudah dijalankan oleh 5 negara. Tujuannya, kata Airlangga, untuk mendukung UMKM di ASEAN.
"Demikian pula untuk mendorong e-commerce digunakan, di mana ada transaksi tertentu, kalau untuk Indonesia 100 dollar itu intervensi dari bea cukainya itu seamless antara people to people," ungkapnya.
"Ada beberapa regulasi yang disiapkan agar beberapa negara ASEAN bisa mendorong itu. Karena ini untuk mendorong UMKM karena volume yang sifatnya people to people," sambung dia.
Advertisement
Dinegosiasi Dalam 2 Tahun
Lebih lanjut, Menko Airlangga mengatakan, sistem DEFA akan dinegosiasikan anggota ASEAN dalam 2 tahun kedepan. Termasuk membahas 9 isu penting, mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), hingga ekosistem di masing-masing negara ASEAN.
"Dari 9 isu pokok itu ada 46 item yang harus kita harmonisasikan. Kebijakan termasuk data flow dan lain-lain. Hal-hal ini didorong untuk bisa diharmonisasi dalam 2 tahun ke depan," jelasnya.
Nantinya dalam proses penyusunan regulasi juga akan disinkronisasi dengan dokumen Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Bisa dibilang, kesepakatan ini akan mencakup potensi ekonomi UMKM secara luas.
"Sehingga ke depan perubahan akibat transformasi AI, blockchain dan lain-lain sudah masuk dalam scope yang nanti akan dibahas dalam lingkup DEFA itu sendiri. Jadi DEFA itu outlook-nya jangka panjang dan ini sudah dilakukan deep dive study oleh sekretariat jenderal dan timnya," pungkas Airlangga Hartarto.