Liputan6.com, Jakarta Negara-negara ASEAN bakal meneken kesepakatan di sektor ketahanan pangan, salah satunya menyasar komoditas beras. Tujuannya menjamin pasokan dan ketersediaan beras bisa memenuhi kebutuhan negara-negara di kawasan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan langkah ini untuk menyikapi tantangan adanya perubahan iklim dan kekeringan.
Advertisement
Dia menyebut, kesepakatan ini juga akan diangkat dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43, pada 5-7 September 2023 mendatang.
"Ada beberapa hal yang tentu akan dibahas terkait pangan terutama untuk menyikapi climate change dan kekeringan di depan. Terutama untuk akses terhadap komoditas strategis di ASEAN, salah satunya beras," kata dia usai forum ASEAN Economy Community Council (AECC) di Hotel St Regis, Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Ditemui terpisah, Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi menjelaskan tujuan adanya usulan kesepakatan tersebut. Dia mengaca dampak dari krisis pangan yang terjadi di belahan dunia lain sehingga pasokan pangan terhambat.
Ini merujuk pada memyempitnya pasokan gandum pascaperang Rusia-Ukraina mencuat. Dampaknya, harga pangan meningkat karena distribusi gandum yang terganggu.
"Kita tidak ingin kejadian seperti di kawasan lain karena adanya satu situasi kemudian terjadi hambatan komoditas yang menjadi kebutuhan utama. Kita tahu kalau beras harganya naik kan potensi social unrest-nya sangat besar," ujarnya.
Siapkan Stok di Kawasan
Sebagai catatan, setidaknya ada 3 negara ASEAN yang disebut akan membatasi ekspor beras. India sudah mulai menyetop ekspor, sementara Vietnam diisukan akan mulai membatasi ekspor beras. Lalu, Thailand yang juga ikut-ikutan diisukan akan menyetop ekspor salah satu komoditas andalannya itu.
"Kita ingin membuat agar di ASEAN yang memang beberapa negara adalah produsen ini juga bisa menyiapkan stok yang memadai untuk mengamankan rantai pasok khusus komoditi pangan," tegasnya.
"Itu kan hrs dimulai bagaimana nanti penguatan proses produksinya, akses komoditasnya, bagaimana memainkan sistem untuk pemenuhan komoditi, supaya tetap tidak dianggap nanti misalnya kalau kita melakukan penyediaan stok, lalu dianggap seolah-olah kita melanggar aturan dunia. Nah ini semua harus diatur. Intinya jangan sampai kebutuhan pangan di ASEAN ini terganggu," kata Edi menjelaskan.
Advertisement
Penerapan Teknologi Canggih
Edi melanjutkan, lingkup kesepakatan nantinya tak sebatas pada sektor perdagangan antarnegara ASEAN. Tapi, melihat upaya yang lebih luas dari sisi pemenuhan stoknya.
Caranya, memperkuat sisi produksi dengan penerapan teknologi smart farming. Mengingat sumber daya manusia (SDM) seperti petani beras yang dinilai perlu diremajakan.
"Karena kita tahu pertanian ini di ASEAN pelakunya banyak yang sudah senior. Umurnya lebih dari 50 tahun. Kalau tidak diremajakan pelakunya maka akan sulit, pertanian menjadi sektor yg tidak produktif. Maka harus didorong bagaimana teknologi bisa masuk, sehingga generasi muda yang produktif masuk ke pertanian atau agribisnis setidaknya," paparnya.