Liputan6.com, Jakarta Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD meramal pertumbuhan ekonomi di negara anggota ASEAN akan menghadapi hambatan di sisa tahun 2023.
"Kami memperkirakan (ekonomi ASEAN) akan melemah, menyentuh 4,2 persen tahun ini, namun diperkirakan akan membaik menjadi 4,7 persen pada 2024 mendatang," ungkap Director of OECD Development Centre, Ragnheiður Elín Árnadóttir dalam ASEAN Business & Invesment Summit, Minggu (3/9/2023).
Sebelumnya, OECD pada bulan Maret meramal ekonomi ASEAN akan tumbuh sebesar 4,6 persen di 2023. Ini menandai penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 0,4 persen dari prediksi sebelumnya.
Advertisement
"Negara-negara berkembang di Asia akan menghadapi tantangan dalam menghadapi penurunan permintaan eksternal yang terus berlanjut, karena ekspor mengalami kontraksi di tengah perlambatan yang berkepanjangan di negara-negara maju," bebernya.
Tetap Optimis
Namun, kabar baiknya, masih ada harapan untuk optimis.
Ragnheiður mengatakan, pembaruan prediksi OECD untuk ekonomi ASEAN di 2023 menyoroti pertumbuhan permintaan regional dan domestik yang didukung oleh kepercayaan konsumen yang tinggi dan meningkatnya kelas menengah.
"Permintaan domestik, khususnya konsumsi swasta yang kuat, akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Dan permintaan regional akan tetap kuat didukung oleh perluasan tujuan ekspor ke pasar-pasar di wilayah tersebut," jelasnya.
Perkuat Kerja Sama ASEAN
Dia melanjutkan, dengan memperdalam kerja sama perdagangan regional, akan membantu melindungi ASEAN dari dampak perlambatan ekonomi di negara lain, seiring dengan terbukanya tujuan ekspor baru di luar pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.
"Berita baik kedua berkaitan dengan perluasan sektor jasa. Ekspor jasa (ASEAN) tumbuh kuat pada paruh pertama tahun 2023, yang membantu menjaga aktivitas ekspor tetap bertahan di sebagian besar perekonomian di kawasan ini di tengah penurunan besar pada barang dagangan," jelasnya.
OECD memperkirakan sektor jasa negara ASEAN akan terus berkembang, didukung oleh kembalinya pariwisata internasional yang juga menciptakan lapangan kerja.
"Misalnya, sektor pariwisata Indonesia menyediakan 11 juta lapangan pekerjaan, diikuti oleh Filipina, Thailand, dan Vietnam," katanya.
"Ketiga, terdapat contoh-contoh menjanjikan mengenai reformasi kebijakan dan pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong penanaman modal asing (FDI) dan membantu negara-negara berintegrasi ke dalam rantai pasokan dan nilai global, khususnya di sektor elektronik, tekstil, dan otomotif," tambah OECD.
Advertisement
Potensi Ekonomi Digital ASEAN Capai USD 2 Triliun di 2030
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut penerapan Digital Economy Framework Agreement (DEFA) bisa menggandakan potensi ekonomi digital di ASEAN. Bahkan, dari potensi USD 1 triliun, bisa meningkat ke USD 2 triliun dengan implementasi perjanjian tersebut.
Peluncuran DEFA dilakukan di sela-sela ASEAN Economic Community Council (AECC) 2023. Sistem ekonomi digital ini akan mulai diberlakukan pada 2025 mendatang.
"Apabila DEFA diberlakukan di 2025, digital economic framework di ASEAN ini akan meningkatkan potensi ekonomi digital ASEAN yang busnises as usual itu USD 1 triliun, tetapi dengan implementasi DEFA bisa meningkatkan menjadi USD 2 triliun di tahun 2030," kata Airlangga, di Hotel St Regis, Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Dia mengatakan, langkah konkret pendukung implementasi DEFA diantaranya penerapan transaksi dengan mata uang lokal antara negara yang sudah dijalankan oleh 5 negara. Tujuannya, kata Airlangga, untuk mendukung UMKM di ASEAN.
"Demikian pula untuk mendorong e-commerce digunakan, di mana ada transaksi tertentu, kalau untuk Indonesia 100 dollar itu intervensi dari bea cukainya itu seamless antara people to people," ungkapnya.
"Ada beberapa regulasi yang disiapkan agar beberapa negara ASEAN bisa mendorong itu. Karena ini untuk mendorong UMKM karena volume yang sifatnya people to people," sambung dia.
Negosiasi 2 Tahun
Lebih lanjut, Menko Airlangga mengatakan, sistem DEFA akan dinegosiasikan anggota ASEAN dalam 2 tahun kedepan. Termasuk membahas 9 isu penting, mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), hingga ekosistem di masing-masing negara ASEAN.
"Dari 9 isu pokok itu ada 46 item yang harus kita harmonisasikan. Kebijakan termasuk data flow dan lain-lain. Hal-hal ini didorong untuk bisa diharmonisasi dalam 2 tahun ke depan," jelasnya.
Nantinya dalam proses penyusunan regulasi juga akan disinkronisasi dengan dokumen Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Bisa dibilang, kesepakatan ini akan mencakup potensi ekonomi UMKM secara luas.
"Sehingga ke depan perubahan akibat transformasi AI, blockchain dan lain-lain sudah masuk dalam scope yang nanti akan dibahas dalam lingkup DEFA itu sendiri. Jadi DEFA itu outlook-nya jangka panjang dan ini sudah dilakukan deep dive study oleh sekretariat jenderal dan timnya," pungkas Airlangga Hartarto.
Advertisement