Liputan6.com, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2023).
Ketujuh anggota KPU itu adalah Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam komisioner yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, August Mellaz. Mereka disebut Teradu I sampai VII.
Advertisement
Mereka didalilkan membatasi tugas pengawasan Bawan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan membatasi akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
Selain itu, mereka juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu.
Adapun mereka diadukan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan anggota Bawaslu lainnya, yaitu Totok Hariyono, Herywn JM Malonda, Puadi, serta Lolly Suhenty yang disebut sebagai Pengadu I sampai V.
Sidang perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 ini dipimpin oleh Ketua DKPP Heddy Lugito sebagai Ketua Hakim Majelis Pemeriksa.
Dalam sidang, pihak Pengadu menyebut mereka tak dapat melakukan pengawasan terhadap data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh.
Maka dari itu, Pengadu mengirimkan surat imbauan pada 30 April 2023 yang meminta KPU untuk membuka akses pembacaan data Silon seluas-luasnya kepada Bawaslu.
"Para Teradu tidak memberikan respons terhadap surat tersebut serta tidak ada iktikad baik dari Para Teradu untuk memberikan akses data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh, maka Para Pengadu mengirimkan Surat Imbauan kedua kalinya tanggal 12 Mei 2023," kata Lolly.
Saat itu, tambah Lolly, pihaknya hanya dapat melihat halaman depan atau beranda Silon dan tidak dapat mengakses fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Karena kedua surat tidak mendapatkan tanggapan dari Para Teradu, sementara itu pengawasan terhadap pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi Bakal Calon didasarkan pada keseluruhan data dan dokumen yang diunggah dalam Silon masih sangat dibatasi, maka Para Pengadu mengirimkan surat yang ketiga tanggal 18 Mei 2023," tambah Lolly.
KPU Sebut Data yang Diminta Bawaslu Bersifat Rahasia
Namun, surat ketiga itu juga tak digubris hingga akhirnya Bawaslu mengirimkan surat terakhir pada 22 Juni 2023 yang meminta agar akses pembacaan Silon diberikan tidak sebatas menampilkan Partai Politik Peserta Pemilu, Daerah Pemilihan dan Nama dan Nomor Urut Bakal Calon, melainkan seluruh data dan dokumen.
Akhirnya, KPU pun merespons surat dari Bawaslu. Sayangnya, KPU menyebut data yang diminta Bawaslu bersifat rahasia.
KPU pun akan membukakan data dan dokumen bila Bawaslu menyampaikan nama masing-masing bakal calon yang diduga terjadi pelanggaran Pemilu.
"Dengan terbatasnya akses terhadap data dan dokumen dalam Silon telah menyebabkan Para Pengadu dalam melakukan tugas pengawasan tidak dapat memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan Bakal Calon serta kegandaan pencalonan Bakal Calon dalam proses Verifikasi Administrasi yang dilakukan oleh Para Teradu, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Lolly.
"Para Teradu melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf d dan ayat (3) huruf a, Pasal 11 huruf c, dan Pasal 16 huruf a dan Pasal 19 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017," sambungnya.
Reporter: Lydia Fransisca
Sumber: Merdeka.com
Advertisement