Jaga Kesehatan Telinga Selama Nonton Konser, Dokter Sarankan Penggunaan Ear Plug dan Istirahat di Sela Acara

Risiko kerusakan telinga semakin tinggi jika penonton semakin dekat dengan sumber suara saat konser musik.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Sep 2023, 10:00 WIB
Jaga Kesehatan Telinga Selama Nonton Konser, Dokter Sarankan Penggunaan Ear Plug dan Istirahat di Sela Acara. (Photo by Hanny Naibaho on Unsplash).

Liputan6.com, Jakarta Festival atau konser musik identik dengan keramaian dan suara bising dari pengeras suara dan perangkat musik.

Kebisingan ini dapat berdampak pada kesehatan telinga jika paparannya terlalu keras dan terlalu sering. Mengingat hal tersebut, dokter ahli pendengaran audiolog Madhita Hatta Kasoem menyarankan para penonton konser musik untuk menjaga kesehatan telinga selama menonton konser.

“Saat nonton konser harusnya kita ada istirahat dulu, ya keluar dulu, bebas dari suara keras dulu terus kembali lagi. Sebenarnya sebaiknya pakai ear plug, terutama orang yang bekerja di bidang itu harus pakai ear plug, harus pakai protector,” kata Madhita usai peluncuran aplikasi Kasoem Plus di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2023).

“Cuman bagi penonton kadang mereka enggak mau pakai ear plug karena ingin dengar suara yang keras,” tambahnya.

Padahal, risiko kerusakan telinga semakin tinggi jika penonton semakin dekat dengan sumber suara. Misalnya, penonton yang membeli tiket kategori festival.

“Yang lebih dekat (sumber suara) lebih bahaya. Saya enggak ngomong jangan nonton (di kategori) festival ya, cuman intinya semakin kita dekat ke speaker semakin keras suaranya. Semakin kita jauh dari speaker, volumenya semakin rendah,” jelas Madhita.


Bawa Anak ke Konser Musik dan Risiko Gangguan Pendengaran

Jaga Kesehatan Telinga Selama Nonton Konser, Dokter Sarankan Penggunaan Ear Plug dan Istirahat di Sela Acara. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Terkait fenomena orangtua bawa anak ke konser musik, Madhita mengatakan bahwa bukan berarti anak lebih rentan kena gangguan telinga. Pasalnya, koklea anak hingga lanjut usia (lansia) ukurannya sama.

“Sebenarnya lebih enggak boleh dengar (musik keras) ya, sebenarnya koklea kita tuh dari lahir sampai nenek-nenek tuh besarnya sama,” ucap Madhita.

“Cuman mungkin gini, kasihan dong kalau anak-anak dari kecil sudah mengalami gangguan pendengaran, hidupnya masih panjang,” tambah.

Dengan kata lain, jika anak terpapar suara keras sejak dini, maka kemungkinan untuk terkena gangguan pendengaran bisa jadi lebih cepat.

Maka dari itu, solusi terbaik adalah tidak membawa anak ke konser musik. Jika terpaksa, maka penggunaan ear plug atau pelindung telinga bisa membantu mengurangi risiko gangguan pendengaran pada anak.


Rayakan Hari Pelanggan Nasional

Dalam merayakan Hari Pelanggan Nasional, Kasoem Group meluncurkan aplikasi Kasoem Plus, (4/9/2023). Foto: Ade Nasihudin/liputan6.com.

Sebelumnya Madhita menyampaikan dalam merayakan Hari Pelanggan Nasional, pihaknya meluncurkan aplikasi Kasoem Plus.

Peluncuran aplikasi Kasoem Plus ini sejalan dengan kepedulian Kasoem Group terhadap masalah penglihatan dan gangguan pendengaran. Dengan ini, secara tidak langsung dapat diketahui data pelanggan yang memiliki masalah penglihatan dan pendengaran.

"Masalah gangguan penglihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup seseorang. Maka dari itu, kita tak berhenti mengedukasi dan mempermudah akses intervensi melalui layanan langsung via aplikasi Kasoem Plus. Jika kurang, mereka dapat konsultasi melalui Kasoem Care dengan teknologi AI terkini," tutur Madhita yang juga sebagai Deputy CEO Products and Services Kasoem Group.


Prevalensi Gangguan Penglihatan dan Pendengaran

Kenali Ciri Awal Gangguan Pendengaran yang Paling Umum, Telinga Sering Berdenging. Foto: Freepik.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) sekitar 2,2 miliar orang di seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan jarak dekat atau jarak jauh. Salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di tingkat global adalah kelainan refraksi.

Dari total tersebut, hanya 36 persen gangguan penglihatan jarak jauh akibat kelainan refraksi yang mendapat akses dengan intervensi.

Sementara itu, lebih dari lima persen populasi dunia atau 430 juta orang memerlukan rehabilitasi untuk mengatasi gangguan pendengaran yang mereka alami. Diperkirakan pada 2050, lebih dari 700 juta orang akan mengalami gangguan pendengaran. Lebih dari satu miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen karena praktik mendengarkan yang tidak aman.

Infografis Konser Musik Pilihan 2023 di Indonesia.  (Liputan6.com/Triyasni).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya