Liputan6.com, Jakarta Status kedaruratan COVID-19 telah dicabut, tapi peningkatan kasus positif kembali terjadi di beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan China.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) peningkatan ini disebabkan oleh subvarian baru COVID-19 yakni BA.2.86 yang dijuluki Pirola.
Advertisement
Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, belum ada gejala spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz.
"Belum ada data mengenai gejala spesifik yang terkait dengan infeksi akibat BA.2.86 lantaran kasusnya masih sedikit," kata Pekosz mengutip laman Today.
Bila mengacu pada data GISAID pada 4 September 2023, kasus BA.2.86 dilaporkan dari 9 negara. Terbanyak di Denmark dengan 12 kasus. Disusul Swedia (5), Amerika Serikat (4), Afrika Selatan (3).
Lalu, masing-masing dua kasus di Prancis, Inggris, Portugal. Kemudian Israel dan Kanada masing-masing terdata 1 kasus.Pada kasus yang di Inggris, ternyata tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan varian tersebut sudah menyebar di sana seperti mengutip laporan The BMJ.
Hingga saat ini memang belum ada bukti Pirola menyebabkan keparahan bila seseorang terinfeksi virus in. Namun, data ini bisa berubah seiring dengan masuknya data ilmiah tambahan.
Bila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah.
Kemampuan Menginfeksi Orang yang Sudah Divaksinasi
Pirola bisa menginfeksi banyak orang dan meningkatkan jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia. Subvarian ini berasal dari garis keturunan XBB yang merupakan keturunan Omicron. Subvarian ini kini berada dalam pengawasan ketat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sejauh ini belum banyak sampel strain Pirola atau BA.2.86 yang diterima. Terbatasnya sampel yang diterima membuat tingkat keparahannya pun tidak diketahui.
Berdasarkan penilaian CDC, “BA.2.86 mungkin lebih mampu menginfeksi orang yang sebelumnya pernah kena COVID-19 atau yang telah menerima vaksin COVID-19,” mengutip First Post, Selasa (5/9/2023).
Hal ini menunjukkan bahwa subvarian Pirola lebih mungkin menyebabkan infeksi baru dibandingkan varian sebelumnya.
Asal 9 Kasus yang Dilaporkan
Sembilan kasus yang dilaporkan hingga 29 Agustus 2023 tidak berasal dari wilayah yang sama. Sembilan kasus itu berasal dari wilayah-wilayah berikut:
- Denmark melaporkan tiga kasus Pirola
- Afrika Selatan melaporkan dua kasus Pirola
- Amerika Serikat melaporkan dua kasus Pirola
- Inggris melaporkan satu kasus Pirola
- Israel melaporkan satu kasus Pirola.
Sebuah laporan dari Health mengatakan bahwa Pirola atau BA.2.86 pertama kali diidentifikasi pada 24 Juli 2023. WHO baru-baru ini menambahkan subvarian baru ini ke dalam daftar “varian yang saat ini beredar dalam pemantauan,” dan mencatat bahwa strain tersebut memiliki “jumlah besar mutasi yang teridentifikasi.”
Advertisement
Memiliki Lebih Banyak Mutasi Ketimbang Varian Sebelumnya
Meskipun BA.2.86 adalah subvarian dari Omicron, Pirola memiliki lebih banyak mutasi daripada mutasi varian sebelumnya.
Hal ini disampaikan dekan senior untuk penelitian klinis dan translasi di Universitas Buffalo Jacobs, Timothy Murphy, MD.
Murphy mengatakan, secara spesifik, BA.2.86 memiliki lebih dari 35 perubahan asam amino pada protein spike dibandingkan dengan XBB.1.5 yang menyebar sebelumnya dan menjadi dasar booster COVID-19.
Menurut CDC, mutasi protein pada BA.2.86 membuatnya mungkin menyebabkan infeksi baru.
“Virus ini menggunakan protein spike untuk mengikat penyakit ke sel. Itulah yang menjadi sasaran vaksin,” kata Murphy.
Kemungkinan Bisa Tembus Benteng Kekebalan Tubuh dari Vaksin dan Infeksi Sebelumnya
Banyaknya mutasi ini memungkinkan subvarian Pirola untuk menembus perlindungan orang yang sudah divaksinasi dan sudah pernah terinfeksi.
“Dengan banyaknya mutasi pada protein spike, ada kemungkinan lebih besar bahwa kekebalan dari vaksin dan infeksi sebelumnya tidak akan memberikan perlindungan sekuat perlindungan pada varian lain,” laporan dari Health .com mengutip perkataan William Schaffner, MD, seorang spesialis penyakit menular dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Vanderbilt.
Lebih lanjut Schaffner mengatakan bahwa pada awalnya, para pejabat berpikir bahwa BA.2.86 tidak jauh berbeda dengan varian sebelumnya. Namun, kini mereka telah mencatat adanya banyak mutasi, mereka mempertanyakan apakah mungkin ada penghindaran kekebalan pada strain ini.
Advertisement