Liputan6.com, Jakarta - Peretas Korea Utara mungkin mencoba menguangkan bitcoin curian (BTC) senilai lebih dari USD 40 juta atau setara Rp 612 miliar (asumsi kurs Rp 15.301 per dolar AS), kata Biro Investigasi Federal (FBI) dalam sebuah pernyataan.
Lazarus Group dan APT38 yang berbasis di Korea Utara dilaporkan berada di balik serangkaian peretasan mata uang kripto awal tahun ini, termasuk pencurian senilai USD 60 juta atau setara Rp 918 miliar dari pemroses pembayaran Alphapo dan eksploitasi Atomic Wallet senilai USD 100 juta atau setara Rp 1,5 triliun.
Advertisement
Pada Januari, FBI menyebut kedua kelompok tersebut berada di balik peretasan Horizon Bridge tahun lalu, yang mengakibatkan kerugian lebih dari USD 100 juta. Enam dompet yang berisi total 1,580 bitcoin senilai USD 41 juta diidentifikasi terhubung dengan kelompok peretas, dan FBI memperingatkan perusahaan mata uang kripto agar tidak berinteraksi dengan dompet tersebut.
“FBI akan terus mengungkap dan memerangi penggunaan aktivitas terlarang oleh DPRK termasuk kejahatan dunia maya dan pencurian mata uang virtual untuk menghasilkan pendapatan bagi rezim,” kata FBI dalam pernyataannya, dikutip dari CoinDesk, Selasa (5/9/2023).
FBI baru-baru ini juga melaporkan antara Maret hingga Juli tahun ini, telah menyita mata uang kripto senilai lebih dari USD 1.7 juta atau setara Rp 26 miliar karena pelanggaran hukum federal.
Menurut pemberitahuan itu, FBI telah mengambil aset ini untuk tujuan penyitaan federal. Sebagian besar kripto yang disita, atau sekitar USD 800.000 atau setara Rp 12,2 miliar, dalam bentuk Ethereum (ETH).
Distrik Timur Virginia menyaksikan penyitaan terbesar, karena ETH senilai USD 463.811 atau setara Rp 7,1 miliar disita. Dari semua negara bagian di Amerika Serikat, Florida dan Virginia memiliki aset kripto terbanyak yang disita.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
FBI Sita Kripto Rp 26 Miliar Sepanjang Maret hingga Juli 2023
Sebelumnya, Biro Investigasi Federal (FBI) baru-baru ini melaporkan antara Maret hingga Juli tahun ini. FBI telah menyita mata uang kripto senilai lebih dari USD 1.7 juta atau setara Rp 26 miliar (asumsi kurs Rp 15.324 per dolar AS) karena pelanggaran hukum federal.
Dilansir dari Coinmarketcap, Kamis (24/8/2023), menurut pemberitahuan itu, FBI telah mengambil aset ini untuk tujuan penyitaan federal. Sebagian besar kripto yang disita, atau sekitar USD 800.000 atau setara Rp 12,2 miliar, dalam bentuk Ethereum (ETH).
Distrik Timur Virginia menyaksikan penyitaan terbesar, karena ETH senilai USD 463.811 atau setara Rp 7,1 miliar disita. Dari semua negara bagian di Amerika Serikat, Florida dan Virginia memiliki aset kripto terbanyak yang disita.
Stablecoin juga termasuk dalam aset yang disita, dalam satu kasus, DAI senilai USD 469.000 disita di Distrik Timur Virginia. Ada delapan kejadian penyitaan USDT (Tether) yang didokumentasikan, namun tidak ada untuk USDC (USD Coin).
Penyitaan FBI termasuk cryptocurrency lain juga, seperti Bitcoin senilai USD 147.000 atau setara Rp 2,2 miliar dan Monero senilai USD 20.000 atau setara Rp 306,4 juta. Token tambahan seperti Solana dan Cardano juga termasuk di antara aset sitaan yang terdaftar.
Sangat menarik untuk dicatat cryptocurrency berbasis meme, termasuk Dogecoin senilai USD 200 atau setara Rp 3 juta, berhasil masuk ke dalam koleksi yang disita.
Upaya lanjutan FBI untuk menargetkan dugaan aktivitas ilegal di dalam ekosistem aset digital tercermin dalam pengumpulan berbagai mata uang kripto.
Advertisement
FBI Peringatkan Iklan Pekerjaan Palsu yang Lakukan Penipuan Kripto
Sebelumnya, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) mengeluarkan peringatan pada iklan pekerjaan palsu yang memikat orang ke Asia Tenggara, di mana korban ditahan di luar keinginan mereka dan dipaksa untuk melakukan penipuan kripto internasional pada korban yang tidak menaruh curiga. FBI mencatat jenis penipuan ini sering menargetkan korban yang berbasis di Asia.
Melansir Cryptopotato, ditulis Minggu, (28/5/2023), penipuan ini biasanya memasang iklan di media sosial dan memikat korbannya dengan menjanjikan pekerjaan bergaji tinggi. Namun, setibanya di sana, paspor korban diambil dan dipaksa bekerja dengan menipu orang yang tidak bersalah.
Selain itu, jika pekerja tidak berhasil, mereka dilaporkan akan menghadapi siksaan, pelecehan, pembunuhan, atau dijual ke geng lain.
Menurut siaran pers, FBI memperingatkan warga AS dan individu yang tinggal atau bepergian ke luar negeri untuk berhati-hati terhadap iklan pekerjaan palsu yang terkait dengan perdagangan tenaga kerja. Badan intelijen mengatakan pelaku ancaman menargetkan korban, terutama di Asia, dalam skema penipuan pekerjaan dengan memasang iklan pekerjaan palsu di media sosial dan situs pekerjaan online.
FBI mengatakan, pekerjaan palsu dapat berkisar dari dukungan teknis, layanan pelanggan pusat panggilan, dan teknisi salon kecantikan. Tunjangan, gaji, dan akomodasi yang menguntungkan ditawarkan untuk memikat para korban.
“Seringkali sepanjang proses, lokasi posisi digeser dari lokasi yang diiklankan. Saat pencari kerja tiba di negara asing, pelaku kriminal menggunakan berbagai cara untuk memaksa mereka melakukan skema investasi cryptocurrency, seperti penyitaan paspor dan dokumen perjalanan, ancaman kekerasan, dan penggunaan kekerasan," tulisnya.
Para korban kemudian dipaksa harus melunasi hutang yang menggunung, seperti biaya perjalanan, kamar, dan pondokan. Ketika utang semakin parah ketika mereka sering dijual ke kelompok kriminal lain.
Sejumlah Langkah untuk Hindari Perangkap
FBI telah merinci beberapa langkah untuk menghindari jatuh ke dalam perangkap tersebut. Ini termasuk meneliti perusahaan yang diiklankan sebelum menerima tawaran pekerjaan, serta mengawasi "bahasa samar" tentang perusahaan atau detail pekerjaan yang terbatas. Pencari kerja juga harus berhati-hati terhadap iklan dengan gaji yang luar biasa tinggi dan banyak tunjangan.
Peringatan terbaru datang di tengah banyak laporan penipuan kripto menggunakan individu yang diperbudak. Pada November tahun lalu, pemerintah Kamboja mendapati dirinya menerima reaksi keras karena diduga menutup mata terhadap lingkaran kejahatan China yang memperdagangkan hampir 100.000 pekerja migran dan memaksa mereka untuk menjalankan penipuan online, termasuk penipuan ICO crypto.
Baru-baru ini, Polisi Nasional Filipina (PNP) menyelamatkan 1.000 korban perdagangan manusia yang dipaksa bekerja keras hingga 18 jam sehari untuk penipuan cryptocurrency awal bulan ini. Setelah membongkar lingkaran penipuan, pihak berwenang menangkap 12 orang yang dicurigai sebagai biang keladi.
Advertisement