Heboh Bacaan Al-Fatihah Habib Umar bin Hafidz Salah, Benarkah?

Bacaan surah Al-Fatihah Habib Umar bin Hafidz saat mengimami sholat menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Perkara yang dipersoalkan dari bacaan ulama asal Tarim itu pada ayat keempat surah Al-Fatihah, yakni lafa māliki yaumid-dīn.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 06 Sep 2023, 08:30 WIB
Habib Umar bin Hafidz. (Foto: Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Bacaan surah Al-Fatihah Habib Umar bin Hafidz saat mengimami sholat menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Perkara yang dipersoalkan dari bacaan ulama asal Tarim itu pada ayat keempat surah Al-Fatihah, yakni lafadz māliki yaumid-dīn.

Umumnya, orang membaca māliki yaumid-dīn dengan panjang (māliki). Sementara, yang dibaca Habib Umar pendek yaitu maliki yaumid-dīn (maliki). Benarkah bacaan Habib Umar salah? 

Pertanyaan tersebut juga dilontarkan oleh salah satu jemaah dari Bekasi, Jawa Barat kepada Habib Hasan bin Ismail Al Muhdor. Penanya tersebut ingin mendapat penjelasan dari qira’ah yang digunakan Habib Umar.

Afwan ya habibana, mohon dijelaskan tentang qira'ah Sayyidil Habib Umar ketika mengimami sholat. Bukan untuk melawan mereka yang membandingkan beliau dengan imam yang di Arab Saudi, tapi untuk menjaga husnudzon keluarga kecil saya kepada habaib, mohon maaf sebelumnya,” kata penanya dengan penuh hormat dan sopan, dikutip dari YouTube Ahbabul Musthofa Channel, Selasa (5/9/2023).

Habib Hasan menjelaskan, qira’ah sab’ah adalah qira’ah yang direstui Nabi Muhammad SAW. Dalam qira’ah ini ada dua cara membaca ayat keempat surah Al-Fatihah, yakni dengan māliki yaumid-dīn (panjang) dan maliki yaumid-dīn (pendek).

“Mana yang lebih benar? Gak ada yang lebih benar, dua-duanya benar. Karena dua-duanya qiroatussab'ah yang direstui Nabi SAW. Nabi merestui bacaan itu. Artinya, Al-Qur’an ini juga bisa dibaca ketika Al-Fatihah māliki yaumid-dīn (panjang), bisa dibaca maliki yaumid-dīn (pendek),” jelas Habib Hasan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Bacaan Al-Fatihah Pengarang Kitab Simtudduror

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Lebih lanjut Habib Hasan mencontohkan cara membaca pengarang Maulid Simtudduror, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi pada ayat keempat surah Al-Fatihah. Dalam sholat, Habib Ali pada rakaat pertamanya membaca ayat tersebut dengan panjang dan rakaat kedua pendek.

“Kenapa? Karena disunnahkan rakaat pertama lebih panjang dari rakaat kedua, sehingga ketika (membaca) Al-Fatihah pun beliau menjaga bagaimana Al-Fatihah di rakaat pertama lebih panjang di rakaat kedua (pendek), karena sunnahnya rakaat pertama lebih panjang (dari) rakaat kedua,” tuturnya.

“Maka dipilihlah untuk rakaat pertama membaca māliki yaumid-dīn dengan panjang, untuk rakaat kedua maliki yaumid-dīn dengan pendek,” lanjutnya.

Habib Hasan menegaskan, dua qira’ah tersebut benar. Orang yang mempunyai ilmu sama sekali tidak akan mempermasalahkan perbedaan cara membaca ini. Akan tetapi, orang awam yang tidak mempunyai pemahaman ditambah dengan kebencian akan mempermasalahkan perbedaan qira’ah itu.

“Dengan pertanyaan Anda ini banyak yang tahu jawabannya. Dua-duanya benar. Dua-duanya qira’ah Al-Qur’an, kecuali An-nas itu (pada lafadz maliki) sebagian besar sepakat pendek, malikinnās, bukan mālikinnās,” pungkas Habib Hasan menyimpulkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya