Liputan6.com, Jakarta - Mungkin kebanyakan nonmuslim akan memandang Islam sebagai agama yang kaku dan sulit karena banyak hal yang dilarang. Bahkan bagi seorang muslim pun saat teman yang biasa bergaul dan bermain bersama tiba-tiba hijrah, maka akan dicap “ga asik” karena sudah mulai membatasi diri dari kesenangan dunia.
Mengutip tulisan karya Ilham Ibrahim pada laman muhammadiyah.or.id, menyebutkan bahwa salah satu kesalahpahaman yang dipegang oleh banyak pemuda Muslim adalah mereka memandang Islam sebagai agama yang kaku dan ekstrem. Tidak sedikit pula yang berpandangan bahwa Islam sebagai agama yang sulit untuk dipraktikkan. Karena itu, banyak anak-anak muda yang menjauhi Islam atau meninggalkannya sama sekali sejak usia remaja.
Satu hal yang perlu ditegaskan adalah Islam bukanlah agama yang kaku. Islam bukanlah agama yang sulit untuk dipraktikkan, karena Islam sebenarnya memahami psikologi dasar dan fitrah manusia. Buktinya ditunjukkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “Apabila aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan suatu perkara, maka laksanakanlah itu semampu kalian” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya agama itu mudah. Dan, selamanya agama tidak akan memberatkan seseorang melainkan memudahkannya. Oleh karena itu, luruskanlah, dekatilah, dan berilah kabar gembira! Minta tolonglah kalian pada waktu pagi-pagi sekali, siang hari kala waktu istirahat, dan awal malam” (HR Bukhari-Muslim).
Baca Juga
Advertisement
Ada sedikit hal yang perlu dibongkar dari dua hadis di atas. Pelajaran yang jelas adalah bahwa kita seharusnya tidak mempersulit agama kita dengan membebani diri kita sendiri, bertindak ekstrem, atau mengharapkan kesempurnaan. Sebaliknya, Nabi Muhammad SAW menasihati bahwa kita hanya perlu melakukan yang terbaik, menjaga harapan kepada Allah, dan menggunakan doa-doa terbaik sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan.
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa membuat agama kita mudah, bukan berarti kita menjadi malas dalam mengamalkan Islam. Atau kita menggunakan kedua hadis di atas sebagai alasan untuk tidak memperbaiki diri. Membuat agama kita mudah berarti tidak terlalu longgar atau terlalu ekstrem dalam beribadah kepada Allah.
Saksikan Video Pilihan ini:
Islam Bukan Beban
Islam tidak dimaksudkan untuk menjadi beban hidup kita. Ajaran-ajaran yang disabdakan Rasulullah SAW dimaksudkan untuk menjadi sesuatu yang kita integrasikan ke dalam hidup, bukan sesuatu yang kita pisahkan. Mengikuti Islam seharusnya membuat kita lebih bahagia dan lebih puas. Jika seseorang mengabaikan keluarga, kesehatan, atau kesejahteraannya atas nama agama, maka itu bukanlah ajaran Islam yang benar.
Contohnya adalah kisah terkenal ketika beberapa perempuan Madinah datang kepada Nabi Muhammad mengeluh bahwa suami mereka menghabiskan seluruh malam dalam doa dan sembahyang seraya mengabaikan kewajiban rumah tangga. Nabi SAW menanggapinya dengan menghukum para suami dari para perempuan ini. Dengan tegas Nabi SAW mengatakan bahwa istri memiliki hak atas suami.
Jika tidak membuat agama menjadi tampak lebih mudah pada diri kita sendiri, maka kita akan kehilangan kebahagiaan dalam berislam, serta kualitas keimanan kita akan binasa. Kita perlu menemukan jalan tengah dalam cara kita mempraktikkan agama, yang akan membantu kita tumbuh sebagai manusia tanpa secara konsisten memaksakan diri.
Beberapa Muslim merasa terbebani dengan segudang ajaran Islam. Terkadang kehidupan pribadi mereka menderita karenanya. Namun, kita harus ingat hadis terkenal ini, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dilakukan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Amal yang paling disukai Allah adalah amalan yang dilakukan secara rutin, baik besar maupun kecil. Bahkan perbuatan kecil yang kita lakukan secara konsisten Insya Allah akan menjadi gunung kebaikan bagi kita di hari kiamat. Oleh karena itu, kita harus fokus untuk menciptakan kebiasaan melakukan perbuatan baik setiap hari yang dapat diintegrasikan ke dalam rutinitas normal kita. Ingat, kita tidak pernah tahu amal baik apa yang akan membuat kita masuk surga, dan bahkan perbuatan kecil dapat menuai pahala yang besar jika dilakukan dengan niat yang murni.
Advertisement
Tujuan Beragama untuk Perbaikan Diri
Faktor lain yang menyebabkan Muslim mengalami stress adalah gagasan bahwa mereka tidak berbuat cukup untuk “menyenangkan” Allah. Beberapa Muslim sering diajarkan untuk “takut kepada Allah” dan diajarkan untuk takut akan murka-Nya. Namun, konsep “harus menjadi sempurna” dan takut “membuat kesalahan”—dalam beberapa aspek bukanlah ajaran Islam yang tepat.
Tidak ada di dalam Al-Qur’an dan tidak ada hadis otentik yang pernah mengisyaratkan bahwa Allah mengharapkan kesempurnaan. Sebaliknya, Allah mengharapkan agar tiap kali membuat kesalahan, diikuti dengan pertaubatan. Sebuah hadis menyatakan hal ini dengan jelas: Nabi Muhammad bersabda, “Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat” (HR Tirmidzi).
Allah mengharapkan kemajuan, bukan kesempurnaan. Perhatikan hadis di atas, Allah tidak mengatakan bahwa orang terbaik adalah mereka yang tidak melakukan kesalahan. Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa semua manusia akan melakukan kesalahan dan melakukan dosa; namun, “sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat”, artinya sebaik-baik manusia adalah yang menyadari kekurangannya dan bertaubat kepada Allah.
Pertaubatan identik dengan perbaikan diri. Hal ini karena pertaubatan melibatkan usaha untuk meminta pengampunan, membuat niat untuk tidak mengulangi kesalahan dan kemudian mengganti kesalahan dengan perbuatan baik. Oleh karena itu, pertaubatan adalah cara kita membangun karakter dan kemajuan kita sebagai individu. Itu adalah sesuatu yang ditunjukkan dalam tindakan kita, bukan hanya dalam kata-kata kita.
Jaga Harapan Positif pada Allah
Mempermudah agama kita juga berarti kita menaruh harapan besar pada rahmat Allah. Salah satu hadis yang menjelaskan gagasan ini adalah sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku” (HR Muslim).
Kutipan di atas adalah kalimat pertama dalam sebuah hadis panjang. Namun, hanya kalimat ini yang menyimpan lautan pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa kita akan mendapatkan sesuatu dari Allah berdasarkan dari apa yang kita harapkan. Jika Anda mengharapkan sesuatu yang buruk dari Allah, maka itulah yang akan Anda peroleh. Namun, jika Anda mengharapkan kebaikan dari Allah, jika Anda memiliki harapan yang tinggi pada rahmat-Nya, dan jika Anda memiliki harapan yang tinggi bahwa Allah akan menerima amal Anda dan melipatgandakan pahala, maka itulah yang akan Anda dapatkan. Sederhananya: harapan kita mempengaruhi apa yang kita terima dari Allah.
Kita perlu mempertahankan harapan yang rendah hati namun tetap positif dengan Allah. Ingatlah bahwa sebagian besar dari 99 nama/sifat Allah berhubungan dengan kasih sayang-Nya, cinta-Nya, dan rahmat-Nya terhadap umat manusia. Sementara hanya segelintir nama/sifat-Nya yang menggambarkan murka-Nya. Ini menunjukkan bahwa rahmat Allah melebihi kemarahan-Nya. Allah adalah Tuhan yang baik hati yang menginginkan yang terbaik untuk kita, dan sikap kita terhadap-Nya harus mencerminkan hal ini.
Setiap kali kita melakukan perbuatan baik, bertaubat, atau berdoa kepada Allah, kita harus memiliki harapan penuh kesadaran bahwa Dia akan menerima niat serta perbuatan baik kita, atau menjawab semua doa-doa yang kita panjatkan. Ini tidak berarti bahwa kita harus berpuas diri. Sebaliknya, kita harus terus merawat dan memiliki harapan bahwa Allah akan selalu memberikan sesuatu yang terbaik untuk kita.
Kesimpulannya adalah menemukan jalan tengah dalam cara kita mengamalkan Islam, tidak terlalu ekstrem atau terlalu longgar. Islam harus diintegrasikan ke dalam kehidupan kita sehari-hari, bukan sesuatu yang harus kita pisahkan. Kita harus menjaga harapan positif kepada Allah dan menggunakan doa-doa terbaik sebagai cara untuk memperkuat diri.
Advertisement