Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Pahala Mansury, menyebut cadangan nikel yang dimiliki negara di Asia Tenggara sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan perdamaian di kawasan Indo-Pacific.
“Bagaimana (melalui AIPF) penekanan kawasan ini adalah kolaborasi dan kooperasi. Jadi harapan kita, kalau bicara mengenai kolaborasi dan kooperasi, maka tensi global akan menurun," kata Pahala dalam konferensi pers The ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF), Rabu (6/9/2023).
Menurutnya, cadangan nikel yang dimiliki Asia Tenggara bisa menjadi nilai tawar untuk menurunkan tensi persaingan ekonomiglobal yang meningkat. Pasalnya, saat ini banyak negara-negara di dunia yang berlomba-lomba mengembangkan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Advertisement
“Kita melihat bahwa ASEAN memiliki komponen yang bisa menjadi bagian sangat penting dalam memproduksi rantai pasok EV ke depannya untuk negara di kawasan Indo-Pasifik, apakah itu Amerika Serikat atau China,” ujar Pahala.
Komponen Utama Kendaraan Listrik
Diketahui bersama, komponen utama dari kendaraan listrik adalah nikel, yang merupakan bahan dasar dari baterai. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara pemilik cadangan nikel terbesar dunia.
“Karena apa? Kita resources punya dan pasar punya. Kita (Indonesia) punya 26 persen dari cadangan nikel dunia. Filipina juga nomor empat atau lima di dunia. Belum lagi Vietnam dan Thailand. Kawasan ini punya kontribusi critical mineral yang sangat dibutuhkan bagi rantai pasok dunia,” ujar Wamenlu.
Filipina Juga Punya Cadangan Nikel
Mantan Wakil BUMN itu menyebut, Filipina juga memiliki cadangan nikel yang cukup besar. Artinya, apabila ASEAN mampu mengembangkan industri EV, maka negara di kawasan Indo-Pasifik akan berbondong-bondong mengajak kerjasama dengan negara di ASEAN untuk memenuhi kebutuhan rantai pasok EV-nya.
"Karena secara resources (sumber daya) kita punya. Secara pasar kita memiliki. Indonesia punya 26 persen dari cadangan nikel dunia. Filipin memiliki cadangan yang signifikan juga," ujar Pahala.
"Dua negara ini di kawasan ASEAN ini saja sudah memiliki kontribusi critical mineral yg dibutuhkan bagi pengembangan rantai pasok EV dunia. Belum lagi Vietnam dan Thailand yang mempersiapan diri untuk produksi EV," pungkasnya.
Advertisement
Dukung Bahlil, DPR Sebut Cadangan Nikel Indonesia Masih Melimpah
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia tak percaya cadangan nikel Indonesia akan habis pada 15 tahun ke depan. Hal ini merespon pernyataan Kementerian ESDM terkait masa waktu cadangan nikel.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam merasa yakin masih melimpah karena banyak yang belum di eksplorasi oleh pemerintah.
"Nikel itu saat ini belum dilakukan yang namanya eksplorasi, karena izin yang dikeluarkan kan belum seluruhnya, banyak masih ada dan ini kan bisnis yang baru, jangan dibandingkan dengan batubara, sehingga belum bisa kita bilang apakah 15 tahun 10 tahun atau 50 tahun belum bisa, karena masih banyak yang dikelola," kata dia dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Ridwan pun menuturkan, cadangan nikel yang saat ini sedang beroperasi hanya sebagian kecil di beberapa daerah, baik itu di Sulawesi, Kalimantan hingga Kepulauan Maluku Utara. Namun, daerah lain seperti di Kalimantan bagian lainnya hingga ke Papua belum beroperasi, hingga cadangan nikel Indonesia masih berlimpah.
“Iya karena lokasi yang dibuka itu kan baru sedikit, beda dengan batubara yang sudah berpuluh-puluh tahun. Jadi saya kira terlalu dini kalau kita mengatakan bahwa 15 tahun 10 tahun atau 50 tahun, belum bisa karena ini adalah baru dibuka dan izinnya pun masih belum banyak,” kata dia.
15 Tahun Lagi
Sebelumnya, sejumlah kalangan mendesak pemerintah untuk menghentikan pembangunan fasilitas pengolahan atau pemurnian, alias melakukan moratorium smelter nikel baru dalam negeri. Pasalnya, cadangan nikel di Indonesia diprediksi bakal habis dalam kurun waktu 7 tahun lagi.
Namun, menurut perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan nikel di Tanah Air masih tersisa antara 10-15 tahun lagi.
Staf Khusus Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Irwandy Arif mengatakan, asumsi perihal cadangan nikel dalam negeri bervariasi. Ada yang mengatakan 7 tahun, tapi ada juga yang bilang masih cukup hingga 15 tahun.
"Tergantung konsumsi. Konsumsinya itu yg kemudian tergantung penemuan cadangan baru dari hasil eksplorasi. Yang namanya dinamika itu terjadi. Jadi tidak fix 7 tahun," ujar Irwandy di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Advertisement