Liputan6.com, Jakarta - Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan kehadiran subvarian maupun varian baru penyebab COVID-19 untuk saat ini tak terelakkan. Hal ini lantaran virus tersebut belum masuk fase stabil. Maka tak heran, jika baru-baru ini muncul subvarian BA.2.86 atau disebut Pirola.
Menurut jurnal medis The BMJ pada 24 Agustus 2023, BA.2.86 memiliki 34 lebih banyak mutasi dibandingkan BA.2. Seperti diketahui, BA.2 menyebabkan lonjakan kasus COVID pada tahun 2022.
Advertisement
Para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya.
"Kasus breakthrough infections ini artinya orang yang sudah punya kekebalan (sudah divaksinasi maupun dapat kekebalan alami) masih bisa terinfeksi," kata peneliti di Center for Environmental and Population Health Griffith University Australia ini.
"Kasus breakthrough infections akibat BA.2.86 jauh lebih tinggi dibandingkan subvarian lain," lanjut Dicky lewat rekaman suara ke Health-Liputan6.com pada Rabu (6/9/2023).
Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
Saat ini testing COVID-19 yang rendah maka ketika terkena tidak menyadari bahwa sudah terinfeksi Corona. Jadi, kata Dicky, jangan heran ketika makin banyak orang alami gejala mirip flu atau mirip ISPA yang semakin banyak di era Pirola ini.
Risiko Long COVID
Soal Pirola, Dicky mengatakan yang jadi perhatian bukan soal keparahan bila terinfeksi subvarian ini. Melainkan mengenai risiko bila orang terinfeksi COVID-19 lagi dan lagi. Hal ini bisa berimbas terjadinya Long COVID.
"Jadi, jangan dianggap orang makin sering kena COVID-19 makin kebal, malah makin rusak itu sistem imun tubuhnya," tegas Dicky.
Meski tidak semua orang yang terkena COVID-19 alami Long COVID tapi paling tidak ada 15-20 persen yang mengalami dampak berkepanjangan akibat terapar virus SARS-CoV-2.
"Ketika Long COVID kena pada generasi produktif, ya jadinya enggak produktif," kata Dicky lagi.
Advertisement
Kasus Pirola di Dunia
BA.2.86 pertama kali terdeteksi pada Juli. Sejak saat itu menyebabkan infeksi pada puluhan orang di 9 negara per 4 September 2023 berdasarkan data GISAID.
Masih berdasarkan data GISAID, kasus BA.2.86 terbanyak di Denmark dengan 12 kasus. Disusul Swedia (5), Amerika Serikat (4), Afrika Selatan (3).
Lalu, masing-masing dua kasus di Prancis, Inggris, Portugal. Kemudian Israel dan Kanada masing-masing terdata 1 kasus.
Pada kasus yang di Inggris, ternyata tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan varian tersebut sudah menyebar di sana seperti mengutip laporan The BMJ.