Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali menagih janji manis negara maju dalam komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP). Indonesia sudah siap menjalankan program tetapi negara maju dan lembaga internasional belum memperlihatkan niat baik untuk mengucurkan pembiayaan.
JETP merupakan kerja sama pembiayaan untuk mendorong transisi energi di negara berkembang. Pembiayaan JETP diberikan oleh negara maju dan organisasi internasional kepada negara berkembang untuk mempercepat peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan.
Advertisement
Dalam perjanjian ini, Indonesia sudah berkomitmen untuk melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap Baru Bara atau PLTU batu bara.
Luhut mengatakan, saat ini tengah dikaji rencana mematikan PLTU Suralaya tahap awal. Namun, program pensiun dini PLTU batu bara ini juga membutuhkan biaya. Sayangnya, sampai saat ini negara maju dan lembaga internasional yang memiliki komitmen dalam JETP belum menjalankan kesepakatan.
"Untuk early retirement tadi yang bayar dulu duitnya mana. Sampai sekarang kita belum tahu uangnya," kata Luhut selepas Bloomberg CEO Forum at ASEAN di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Luhut menyayangkan janji dana JETP yang belum terealisasi sampai sekarang. Padahal, pemerintah telah menyiapkan program untuk melakukan transisi energi seperti yang diminta.
"Ya, mereka kan yang minta kita buat, ya kita buat. Mereka yang janjiin duitnya, ya sekarang mana duitnya," tegas Luhut.
Tagihan serupa telah berulang kali diutarakan Menko Luhut. Pasalnya, menurut dia sokongan dana untuk mempensiunkan PLTU batu bara dari kemitraan JETP masih belum jelas.
Komitmen Rp 305,8 Triliun
Adapun komitmen dana yang dihimpun dalam rencana investasi komprehensif (CIP) JETP untuk pensiun dini PLTU batu bara nilainya mencapai USD 20 miliar, atau setara Rp 305,8 triliun (kurs Rp 15.290 per dolar AS).
Luhut menyayangkan ketidakjelasan itu. Pasalnya, pemerintah telah menyiapkan PLTU batu bara yang siap dipensiunkan lebih cepat dalam program JETP.
"Saya kira ada satu PLTU yang sudah mau segera kita kerjakan. Tapi kan kita nunggu uangnya dari konsorsium, sampai sekarang uangnya belum jelas," kata Luhut di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Indonesia seakan dipersepsikan mundur dalam menerima program pendanaan dari kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), seperti Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
"Justru itu kita malah diberitakan kita yang mundur, padahal dari mereka yang enggak jelas," ujar Luhut.
Advertisement
Rencana Investasi Komprehensif
Padahal sebelumnya, rencana investasi komprehensif (CIP) untuk program pendanaan Just Energy Transition Partnership Investment bisa dipublikasikan pada 16 Agustus 2023.
Adapun dokumen CIPP akan memuat informasi teknis, pendanaan, kebijakan serta sosio ekonomi mengenai investasi transisi energi di sektor ketenagalistrikan hingga 2030, yang akan melandasi implementasi kemitraan USD 20 miliar di bawah JETP Indonesia.
Untuk rinciannya, pendanaan JETP Indonesia terdiri atas USD 10 milar pendanaan publik dari para anggota IPG (Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark dan Uni Eropa) dan USD 10 milar dari 7 institusi keuangan internasional yang merupakan anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yaitu HSBC, Citibank. Standard Chartered, Bank of America, Deutsche Bank, MUFG dan Macquarie.
Kemudian, dana tersebut akan disalurkan secara multi jalur dan multi pihak, tergantung dari skema investasi dan tergantung dari tipe proyek.