Liputan6.com, Jakarta - Kabar gelombang baru COVID 2023 adalah subvarian BA.2.86 atau disebut Pirola.
Gelombang baru COVID 2023 Varian Pirola ini jadi sorotan karena membuat kasus COVID-19 meningkat di Amerika Serikat, Inggris, dan Tiongkok. Varian baru yang dijuluki Pirola ini pun membuat para ahli khawatir.
Advertisement
Menurut New York Times, varian yang juga disebut BA.2.86 ini adalah varian Virus Corona jenis Omicron yang sangat bermutasi, yang muncul pada tahun 2021 dan menyebabkan lonjakan kasus dan kematian akibat COVID-19 yang mengkhawatirkan. Varian ini kembali menyebabkan lonjakan infeksi di seluruh dunia dan meningkatkan kewaspadaan di kalangan otoritas kesehatan.
"Ketika Omicron menyerang pada musim dingin tahun 2021, terjadi peningkatan besar dalam kasus COVID-19 karena varian ini sangat berbeda dari varian Delta, dan varian ini menghindari kekebalan baik dari infeksi alami maupun vaksinasi,” kata spesialis penyakit menular Dr Scott Roberts dalam sebuah pernyataan Yale Medicine bulletin seperti dikutip dari NDTV, Rabu (6/9/2023).
"Ada beberapa alasan untuk khawatir, karena varian (Virus Corona) ini… memiliki lebih dari 30 mutasi pada protein lonjakannya," tambahnya, mengacu pada protein pada permukaan virus yang memungkinkannya masuk dan menginfeksi sel manusia.
"Jumlah mutasi (Varian Pirola) yang begitu tinggi merupakan hal yang penting," kata Dr Roberts, seraya menambahkan, “Ketika kita beralih dari XBB.1.5 ke EG.5, itu mungkin hanya satu atau dua mutasi. Namun pergeseran besar-besaran ini, yang juga kita lihat dari Delta ke Omicron, telah memicu kekhawatiran."
Menurut US Centres for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian Penyakit AS, gelombang baru COVID Varian Pirola sejauh ini telah telah terdeteksi di 10 negara salah satunya Asia. Berikut ini di antaranya:
- Amerika Serikat
- Israel
- Kanada
- Denmark
- Inggris
- Afrika Selatan
- Swedia
- Norwegia
- Swiss
- Thailand
Sejumlah negara yang sebelumnya melaporkan kasus Pirola adalah:
- Prancis
- Portugal
Penyebaran Cepat Varian Pirola
Penyebaran cepat Pirola "saat ini tidak terlihat baik," kata Dr Eric Topol, Direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, kepada Reuters.
Banyak mutasi Pirola membuatnya “sangat berbeda dalam strukturnya" dibandingkan dengan varian Virus Corona sebelumnya, ucap Dr Topol.
Sejauh menyangkut tingkat keparahan infeksi Pirola, "terlalu dini untuk mengetahui apakah varian ini dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian sebelumnya," kata CDC.
"CDC memantau dengan cermat tingkat rawat inap untuk mengidentifikasi potensi sinyal awal bahwa varian BA.2.86 menyebabkan penyakit yang lebih parah," badan kesehatan tersebut menambahkan.
Meskipun demikian, New York Times dalam laporannya mengatakan bahwa BA.2.86 mungkin kurang menular dibandingkan varian lainnya.
"Ada juga kemungkinan bahwa varian tersebut akan menyebar luas – dan kita hanya perlu menunggu lebih banyak data untuk mengetahuinya," kata Jesse Bloom, seorang profesor di Pusat Kanker Fred Hutchinson yang berspesialisasi dalam evolusi virus, kepada outlet berita tersebut.
Advertisement
Pirola, Varian Dalam Pemantauan
Melansir ABC News, Senin (21/8/2023), berikut ini yang diketahui soal varian COVID BA.2.86:
BA.2.86 masuk kategori sebagai Varian Dalam Pemantauan atau Variant Under Monitoring (VUM) yang dimasukkan WHO sejak tanggal 17 Agustus 2023.
WHO mengatakan bahwa mereka membuat klasifikasi VUM karena banyaknya mutasi yang dibawa atau teridentifikasi.
Added as VUM based on the large number of mutations identified (Ditambahkan sebagai VUM berdasarkan banyaknya mutasi yang teridentifikasi), tulis WHO.Ada tiga klasifikasi untuk varian COVID-19:
- Varian Dalam Pemantauan (VUM)
- Varian yang Menarik Perhatian (Variant of Interest/VOI)
- Varian yang Menjadi Perhatian (Variant of Concern/VoC)
Dengan mendeklarasikan VUM, WHO menyerukan tinjauan global terhadap epidemiologi strain dan pelacakan karakteristik dan penyebarannya.
BA.2.86 pertama kali terdeteksi pada Juli. Sejak saat itu menyebabkan infeksi pada puluhan orang di 9 negara per 4 September 2023 berdasarkan data GISAID.
Masih berdasarkan data GISAID, kasus BA.2.86 terbanyak di Denmark dengan 12 kasus. Disusul Swedia (5), Amerika Serikat (4), Afrika Selatan (3).
Lalu, masing-masing dua kasus di Prancis, Inggris, Portugal. Kemudian Israel dan Kanada masing-masing terdata 1 kasus.
Pada kasus yang di Inggris, ternyata tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan varian tersebut sudah menyebar di sana seperti mengutip laporan The BMJ.
Risiko Long COVID
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan yang jadi perhatian bukan soal keparahan bila terinfeksi subvarian ini. Melainkan mengenai risiko bila orang terinfeksi COVID-19 lagi dan lagi. Hal ini bisa berimbas terjadinya Long COVID.
"Jadi, jangan dianggap orang makin sering kena COVID-19 makin kebal, malah makin rusak itu sistem imun tubuhnya," tegas Dicky.
Meski tidak semua orang yang terkena COVID-19 alami Long COVID tapi paling tidak ada 15-20 persen yang mengalami dampak berkepanjangan akibat terapar virus SARS-CoV-2.
"Ketika Long COVID kena pada generasi produktif, ya jadinya enggak produktif," kata Dicky lagi.
Advertisement