Polusi Udara DKI Jakarta, Pengusaha Bisa Apa?

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengungkap dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini.

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Sep 2023, 14:30 WIB
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengungkap dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengungkap dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini. Misalnya, tingkat polusi udara yang ada di DKI Jakarta.

Arsjad menyebut, kondisi ini jadi satu tantangan yang dihadapi saat ini. Mulanya, perubahan iklim adi pembicaraan di berbagai ajang, tapi kini ada di depan mata.

"Tantangan-tantangan yang kita hadapi sejauh ini dan yang mendesak, perubahan iklim yang tadinya merupakan kekhawatiran lama, kini kita hadapi setiap hari," kata dia dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023, di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

"Kabar baru-baru ini bahwa Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan polusi tertinggi di dunia merupakan suatu hal yang patut diwaspadai," sambungnya.

Tantangan dan Peluang

Arsjad menyoroti dampak ini sebagai tantangan sekaligus peluang bagi dunia usaha. Namun, penting untuk mengambil keputusan yang tepat saat ini.

"Ketika kita berada di persimpangan jalan, kita harus membuat pilihan antara kemajuan dan kemajuan penting antara pertumbuhan dekat dan pertumbuhan berkelanjutan," paparnya.

Menurutnya, keputusan yang diambil tak hanya berbicara soal keuntungan secara ekonomi. Lebih dari itu, keputusan yang diambil berdampak secara moral.

"Ini bukan sekedar keputusan ekonomi tapi juga keputusan moral, karena setiap Pemimpin Bisnis mempunyai tugas, setiap tantangan menghadirkan peluang dan Indonesia kaya akan hal itu," ungkap pengusaha kondang tersebut.

 


Luhut Tagih Janji

Pemandangan gedung bertingkat yang diselimuti polusi udara di Jakarta, Kamis (31/8/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menagih janji langkah konkret dalam upaya mengatasi perubahan iklim kedepan. Langkah itu dinilai perlu dilakukan sesegera mungkin.

Menko Luhut menyampaikan, perubahan iklim dan krisis iklim terbukti membawa dampak buruk bagi seluruh kawasan di lingkup global. Maka, saat ini dinilai jadi waktu penting untuk menentukan langkah mengatasi dampak perubahan iklim.

"Kita berada pada masa yang sangat penting dalam sejarah, ketika tindakan atau kelambanan kita akan menentukan kesejahteraan generasi mendatang," ujar dia saat membuka Indonesia Sustainability Forum 2023 di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Menko Luhut menilai, upaya mengatasi krisis iklim bukan langkah individu atau negara tertentu saja. Tapi diperlukan setiap lapisan masyarakat untuk berkolaborasi.

"Setiap orang perlu mengambil tindakan dan bertindak untuk menyelamatkan masa depan dari perubahan iklim," kata dia.

Dia menegaskan, secara global, telah banyak janji-janji atau komitmen dalam menangani dampak perubahan iklim. Tapi, dia menyoroti perlu adanya langkah konkret yang diambil saat ini.

"Secara global, banyak hal telah dituangkan di atas kertas. Namun, kolaborasi internasional yang konkrit, dengan kecepatan dan skala besar, sangat dibutuhkan," tegasnya.

 


Krisis Iklim Rugikan Dunia USD 23 Triliun

Ilustrasi polusi udara. (Photo by Gregor Vand on Unsplash)

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap besarnya kerugian dunia akibat krisis iklim. Angkanya diprediksi mencapai USD 23 Triliun.

Hal ini disampaikan Menko Luhut ketika membuka Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023. Tak cuma kerugian secara ekonomi, Menko Luhut mencatat ada kerugian lainnya dari adanya krisis iklim ini.

"Krisis iklim merugikan perekonomian global sebesar USD 23 triliun pada tahun 2050 dengan sekitar 3 juta kematian setiap tahunnya," kata dia dalam sambutannya di ISF 2023, Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Masalah Utama

Dia memandang kalau krisis iklim menjadi masalah utama bagi generasi saat ini. Menko Luhut mengatakan, bumi kini semakin layak dihuni dengan jumlah yang memecahkan rekor dan skala bencana yang merusak.

"Pada bulan Juli 2023 terjadi suhu rata-rata global tertinggi dalam sejarah, dengan 1,5 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan rata-rata pada masa pra-industri," ungkapnya.

"Sebagai pengganda ancaman, krisis iklim berdampak pada ketahanan pangan, pembangunan daerah pedesaan, dan kemiskinan," sambung Menko Luhut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya