Cak Imin Diperiksa KPK, Pengamat Yakin Tidak Ada Politisasi Hukum

Cak Imin dimintai keterangan KPK seputar kasus dugaan korupsi pengadaan sistem Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Sep 2023, 23:14 WIB
KPK mengaku telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kamis (7/9/2023). Cak Imin dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan sistem Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Merespons pemeriksaan Cak Imin, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing meyakini tidak ada politisasi hukum dalam pemeriksaan tersebut. Hal ini disampaikannya setelah peluncuran hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) bertajuk 'Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih' di Jakarta.

"Saya meyakini bahwa pemanggilan terhadap Cak Imin itu tidak ada konstruksi politik atau politisasi hukum. Kita hormati upaya KPK yang telah bekerja mendalami berbagai kasus korupsi di Indonesia," ujar Emrus dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).

Emrus meminta semua pihak tak mengaitkan penanganan kasus hukum dengan politik. "Kita juga mendorong dan mengawal upaya yang dilakukan KPK harus tetap berdiri teguh dari tekanan politik dan tetap bekerja dalam konstruksi hukum pidana korupsi," kata dia.

Ia melanjutkan, dari hasil survei LPI memperlihatkan kalangan kelas menengah intelektual masih berharap KPK tidak menjadi instrumen politik jelang pemilu 2024. Menurutnya, KPK harus berada di garda depan dalam pemberantasan korupsi untuk mewujudkan pemilu bersih.

Ia meyakini KPK dapat menjaga independensi dan objektivitasnya untuk mengungkap berbagai kasus korupsi.

"Saya yakin dan optimis KPK bisa melewati itu semua. Dari survei LPI memperlihatkan bahwa mayoritas responden dari kelas menengah intelektual, menilai tidak yakin bahwa KPK dapat dijadikan instrumen politik tertentu dalam menghadapi perhelatan Pemilu 2024," tegasnya.

 


Survei LPI

Untuk diketahui, survei LPI digelar pada 20-31 Agustus 2023 terhadap 934 responden yang merupakan kelas menengah intelektual. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan 95%.

Survei ini menggunakan purposive sampling di mana subjek yang diambil memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian. Sementara kelas menengah intelektual yang dimaksud dalam survei ini adalah kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengawasi kinerja KPK.

Kelas menengah intelektual terdiri dari para ahli/pengamat, dosen/pakar, akademisi, peneliti, anggota LSM/NGO, aktivis/pegiat antikorupsi. Dari data survei, sebesar 60,25% responden mempercayai KPK dapat mengambil peran aktif dan berkolaborasi dengan banyak pihak.

Mayoritas responden menilai, pemilu momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik. Dari data survei terlihat bahwa modus korupsi berpotensi terjadi pada penyalahgunaan kewenangan jabatan.

Sebanyak 40,55% responden menilai bahwa aktor politik atau politisi yang tengah menjabat sebagai pejabat publik sangat rawan memanfaatkan kuasanya untuk kepentingan politik elektoral.

Infografis Cak Imin Terseret Pusaran Dugaan Korupsi di Kemnaker. (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya