Wartawan Foto Myanmar Divonis 20 Tahun Penjara Karena Laporkan Dampak Topan Mocha

Hukuman yang diberikan kepada Sai Zaw Thaike diyakini menjadi yang paling berat bagi wartawan sejak militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Sep 2023, 09:06 WIB
Wartawan foto Myanmar Now Sai Zaw Thaike. (Dok. Myanmar Now via AP)

Liputan6.com, Naypyidaw - Pengadilan Myanmar menghukum seorang wartawan foto 20 tahun penjara dengan kerja berat atas liputannya tentang dampak Topan Mocha. Demikian disampaikan Myanmar Now, tempat jurnalis foto itu bekerja.

Hukuman yang diberikan kepada Sai Zaw Thaike (40) diyakini menjadi yang paling berat bagi jurnalis sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.

LSM Reporters Without Borders mengatakan pada April bahwa Myanmar adalah sipir jurnalis terbesar kedua di dunia, setelah China. Myanmar berada di peringkat ke -176 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2023.

Myanmar Now, yang beroperasi di bawah tanah, melaporkan bahwa sidang pertama Sai Zaw Thaike pada Rabu (6/9/2023) berlangsung di dalam Penjara Insein di Yangon, tempat dia dipenjara setelah penangkapannya. Sai Zaw Thaike dilaporkan tidak diizinkan bertemu keluarga dan tidak mendapat akses ke pengacara.

"Hukumannya adalah indikasi lain bahwa kebebasan pers telah sepenuhnya dicabut di bawah pemerintahan junta militer dan jurnalis independen harus membayar harga yang besar di Myanmar atas pekerjaan profesional mereka," ujar pimpinan redaksi Myanmar Now Swe Win seperti dilansir AP, Jumat (8/9).

Myanmar Now mengungkapkan bahwa Sai Zaw Thaike ditangkap pada 23 Mei di Ibu Kota Negara Bagian Rakhine, Sittwe, saat merekam kerusakan akibat Topan Mocha. Topan Mocha mendarat di dekat Sittwe lebih dari sepekan sebelum penangkapannya, menyebabkan banjir bandang serta pemadaman listrik yang meluas.

Topan Mocha disebut merusak lebih dari 186.000 bangunan dan menewaskan sedikitnya 148 orang di Rakhine, di mana banyak dari mereka adalah pengungsi Rohingya.

Menurut Myanmar Now, Sai Zaw Thaike awalnya didakwa atas sejumlah tuduhan, termasuk di bawah undang-undang pengkhianatan secara umum, namun kadang disebut juga penghasutan. Meski demikian, Myanmar Now tidak dapat memastikan tuduhan yang membuatnya dijatuhi vonis pada Rabu karena persidangan politis umumnya ditutup rapat pihak berwenang Myanmar.


Serangan Terbaru terhadap Kebebasan Pers

Ilustrasi Pengadilan. (Freepik/Jcomp)

Hukuman terhadap Sai Zaw Thaike adalah serangan terbaru terhadap kebebasan pers dan jurnalis oleh junta militer Myanmar, yang telah menindak keras media independen.

Data kelompok Detained Journalists Information menyebutkan bahwa setidaknya 13 media, termasuk Myanmar Now, telah dicabut lisensinya dan sekitar 156 jurnalis telah ditangkap, di mana 50 di antaranya masih ditahan.

Hampir setengah dari mereka yang masih ditahan telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi vonis. Setidaknya empat pekerja media dilaporkan tewas dan sejumlah lainnya disiksa saat ditahan.

Beberapa media yang diperintahkan tutup terus beroperasi di bawah tanah tanpa lisensi, kerja jurnalistik mereka dipublikasikan secara online. Lainnya beroperasi dari pengasingan.

Militer menggerebek kantor Myanmar Now di Yangon sebulan setelah kudeta. Beberapa anggota staf, termasuk Swe Win, melarikan diri dari tuduhan kriminal dan bersembunyi ketika pihak berwenang menyegel rumah mereka.

Sai Zaw Thaike sendiri adalah jurnalis kedua dari Myanmar Now yang ditangkap. Jurnalis video Kay Zon Nway ditahan saat meliput protes anti-kudeta di Yangon pada akhir Februari 2021 dan dirilis empat bulan kemudian di bawah amnesti.

"Kami tidak akan goyah dalam komitmen kami untuk terus memberikan berita dan informasi kepada rakyat Myanmar, meskipun ada tantangan besar yang kami hadapi," kata Swe Win dari pengasingan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya