China Butuh 20 Tahun Atasi Polusi Udara, Indonesia Bisa 1 Tahun?

Mari Elka Pangestu mengatakan mengatasi masalah polusi udara tidak bisa hanya memakan waktu 1 tahun saja.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Sep 2023, 14:31 WIB
Special Envoy for The Global Blended Finance Alliance (GBFA), Mari Elka Pangestu mengatakan mengatasi masalah polusi udara tidak bisa cepat

Liputan6.com, Jakarta Special Envoy for The Global Blended Finance Alliance (GBFA), Mari Elka Pangestu mengatakan mengatasi masalah polusi udara tidak bisa hanya memakan waktu 1 tahun saja. Menurutnya 1 tahun hanya bisa mengeluarkan rencana yang komprehensif untuk mengatasi masalah polusi tersebut.

Sebagai informasi, pemerintah China menyelesaikan persoalan polusi membutuhkan kurun waktu selama 20 tahun.

"Bukan dalam 1 tahun kita bisa menyelesaikan masalah polusi," kata Mari Elka kepada media, Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Perlu diketahui, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa mengatasi masalah polusi udara tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat. Ia menyebut butuh waktu sekitar 1 tahun baru bisa diselesaikan.

"Kita semua kerjakan sekarang begitu terintegrasi dan imbauan kita tak perlu saling salah-salahan. Karena ini nggak akan selesai dalam sebulan, dua bulan. It takes 3 months atau bahkan 1 tahun baru bisa selesaikan," kata Luhut beberapa waktu lalu, di Istana Kepresidenan.

Harus komprehensif

Mari menjelaskan bahwa mengatasi masalah polusi membutuhkan komponen dan harus mengerti secara komprehensif apa penyebabnya. "Apakah itu transportasi, batubara, industri, apakah itu behavior kita di dalam bakar sampah dan seterusnya," terang dia.

Menurutnya, butuh rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang perlu disusun dan komitmen. "Jangan hanya oke sekarang lagi heboh karena banyak orang sakit, terus saat udara membaik orang lupa," lanjutnya.

 


Masyarakat Juga Aktif

Penampakan polusi udara di langit Jakarta Utara, Senin (29/7/2019). Buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mantan Direktur Bank Dunia itu bilang, bukan hanya pemerintah yang harus mencari solusi untuk mengatasi hal ini, namun kelompok dan masyarakat pun memiliki peran penting untuk membantu mengurangi polusi.

"Itu yang persis terjadi di Beijing, di New Delhi. Beijing itu switch di dalam komitmen dia di climate change begitu rakyatnya protes ketika Beijing begitu polluted," imbuhnya.

"1 tahun untuk menyusun dan memulai, yes. Tapi untuk menyelesaikan tentu tidak. Yang penting itu memulai dengan sesuatu yang terencana dan berdasarkan data dan evidence, apa penyebab utamanya," tutupnya.


Bahaya, Polusi Udara Bikin Penghasilan Pekerja Turun 0,6 Persen

Dikutip dari laman resmi IQAir per 25 Juli 2023 pukul 16.08 WIB, kualitas udara Jakarta berada di angka 168 yang menunjukkan ketegori tidak sehat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Utusan Khusus Presiden dalam Global Blended Finance Alliance, Mari Elka Pangestu, tak ingin polusi udara membuat Indonesia mengalami kerugian ekonomi besar.

Mengacu pada studi Bank Dunia untuk Indonesia pada Juli 2023, Mari menyebut angka harapan hidup bisa berkurang gara-gara polusi udara. Tak hanya itu, polusi juga bisa menggerus alokasi pendapatan pekerja dari PDB (labour income share in GDP).

"Kalau polusi berdasarkan studi Bank Dunia yang rilis Juli 2023, life expectancy akan berkurang sampai 1,2 persen. Labour income akan turun 0,6 persen GDP. Kenapa itu terjadi, karena health, masuknya dari health effect, dari polusi," kata Mari Elka Pangestu dalam Indonesia Sustainibility Forum (ISF) di Park Hyatt Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Menurut dia, perlu ada isu jangka pendek, menengah dan panjang untuk memitigasi dampak negatif polusi udara terhadap ekonomi.

Namun, Mari sepakat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bahwa perlu waktu 1 tahun untuk mengeluarkan rencana komprehensif agar bisa mengatasi masalah polusi udara.

"Karena banyak komponen di dalam situ. Makanya saya katakan, kita harus mengerti secara komprehensif penyebabnya apa. Apakah itu transportasi, batu bara, industri, apakah itu behavior kita di dalam bakar sampah dan seterusnya," ungkapnya.

 


Harus Dipersiapkan

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Tol Jagorawi, Jakarta, Sabtu (6/7/2019). Direktur Eksekutif KPPB Ahmad Safruddin menilai pembatasan kendaraan pribadi melintas di ruas-ruas tertentu perlu diintensifkan untuk membantu mengurangi polusi udara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mari bilang, rencana itu juga harus dipersiapkan apa yang bisa dilaksanakan untuk jangka pendek dan menengah. "Dan, action ya yang dimonitor. Jangan hanya oke sekarang lagi heboh karena banyak orang sakit, terus saat udara membaik orang lupa," tegasnya.

Berkaca dari China dan India, upaya untuk memberantas polusi bukan datang dari pemerintah. Melainkan komitmen masyarakat yang bersungguh-sungguh ingin agar udara tak lagi tercemar

"Itu saya rasa bukan pemerintah, society, rakyat yang harus tetap protes. Itu yang persis terjadi di Beijing, di New Delhi. Beijing itu switch di dalam komitmen dia di Climate Change begitu rakyatnya protes ketika Beijing begitu polluted," tuturnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya