Indonesia Butuh Investasi Rp 2,6 Kuadriliun untuk Energi Baru Terbarukan

Investasi sebesar USD 172 miliar hingga 2040 akan mencakup pengeluaran sebesar USD 5 miliar atau Rp 76,7 triliun untuk smart grid, yang akan memungkinkan lebih banyak penetrasi variabel energi baru terbarukan seperti tenaga surya dan angin ke dalam sistem kelistrikan Indonesia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Sep 2023, 16:00 WIB
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 MWac atau setara dengan 192 MWp yang berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat. Dok PLN

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan investasi hingga USD 172 miliar atau setara Rp 2,6 kuadriliun untuk energi baru terbarukan dan peningkatan jaringan listrik untuk menambah 60 gigawatt kapasitas listrik terbarukan.

Sebagai informasi, PLN menargetkan untuk membangun 32 GW kapasitas listrik terbarukan sebagai beban dasar, menurut Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo. PLN juga berencana membangun jaringan baru untuk menghubungkan 28 GW listrik terbarukan sebagai beban variabel.

“Kami sedang mempersiapkan pembangunan pembangkit listrik terbarukan sekitar 60 gigawatt hingga tahun 2040. Sekitar 30-34 gigawatt pada base loader, 28 gigawatt adalah energi terbarukan variabel,” kata Direktur PLN Evy Haryadi dalam sebuah forum industri, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (8/9/2023).

Namun, Evy Haryadi tidak merinci jumlah investasi yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik terbarukan.

Investasi sebesar USD 172 miliar hingga tahun 2040 juga akan mencakup pengeluaran sebesar USD 5 miliar atau Rp 76,7 triliun untuk smart grid, tambahnya, yang akan memungkinkan lebih banyak penetrasi variabel energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin ke dalam sistem kelistrikan Indonesia.

“Tidak ada transisi tanpa transmisi. Itu tantangan pertama, bagaimana kita menyalurkan listrik dari lokasi yang cukup terpencil hingga sesuai kebutuhan,” ujar Evy.

Langkah ini akan menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungannya pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang masih menjadi pembangkit listrik terbesar, karena negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini telah membuat target mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.


PLN Jajaki Pembiayaan Hijau dari Export Finance Australia, Ini Tujuannya

PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dukungan pembiayaan hijau dengan perusahaan Export Finance Australia (EFA), guna mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia. (Dok. PLN)

Sebelumnya, PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dukungan pembiayaan hijau dengan perusahaan Export Finance Australia (EFA), guna mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia. Penjajakan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) kedua belah pihak di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan, Selasa (5/9).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan, nota kesepahaman ini menandai awal dukungan pembiayaan dan peningkatan kapasitas pegawai PLN dalam pengembangan proyek energi terbarukan. Menurutnya, dukungan pembiayaan ini penting guna mempercepat program transisi energi di tanah air. Salah satunya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060.

”Terima kasih banyak telah berjalan berdampingan bersama PLN untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Kesepakatan ini sangat penting mendukung peningkatan infrastruktur energi terbarukan, efisiensi energi, dan pengembangan teknologi hijau di Indonesia guna mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Darmawan.

Darmawan menyampaikan, PLN dan EFA memiliki komitmen yang sama dalam menyediakan energi bersih dan ramah lingkungan. Dengan demikian, emisi gas rumah kaca bisa diturunkan, dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.

”Kita telah sepakat untuk menjalin kerja sama yang erat dalam mempercepat transisi energi di Indonesia. Dalam prosesnya, saya mengatakan kepada tim, mari kita jaga ekosistem yang kondusif, dengan semangat kebersamaan, sehingga setiap peluang yang hadir bisa kita manfaatkan untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060,” tutup Darmawan.

 


Reduksi Emisi Karbon

PT PLN (Persero) menjajaki kerja sama dukungan pembiayaan hijau dengan perusahaan Export Finance Australia (EFA), guna mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia. (Dok. PLN)

CEO Export Finance Australia (EFA) John Hopkins menyampaikan, kesepakatan ini akan membawa manfaat besar dalam upaya mereduksi emisi karbon beredar tak hanya bagi Indonesia, tetapi juga secara global. Selain itu, John optimistis, kesepakatan ini akan memperkuat posisi hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia.

”Penandatanganan MoU ini menjadi langkah konkret dalam mendukung langkah transisi energi Indonesia. Hal ini juga menjadi tonggak penting dalam kerja sama bilateral antara Indonesia dan Australia untuk sektor energi yang berkelanjutan,” kata John.

John menuturkan, kesepakatan ini juga merupakan langkah lanjutan antara Perdana Menteri Australia Anthony Norman Albanese dan Presiden Joko Widodo pada pertemuan para pemimpin tahunan bulan Juli lalu. Dirinya pun berharap pihaknya bisa terus bekerja sama dengan PLN dalam pembiayaan hijau mendukung transisi energi di Indonesia.

“Kami berharap dapat terus bekerja sama dalam paket pembiayaan untuk mendukung peningkatan operasional dalam pengurangan emisi, dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan mendukung tercapainya Indonesia Net Zero Emissions pada tahun 2060,” pungkas John. 

Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya