Liputan6.com, Jakarta PT Manulife Aset Manajemen Indonesia memprediksi kondisi pasar obligasi akan berangsur membaik setelah sempat bergerak sangat fluktuatif pada Agustus lalu. Ini mengingat, pasar obligasi ditopang oleh dinamika global dan domestik terkini.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja menuturkan, dari sisi global, data-data ekonomi terakhir Amerika Serikat menunjukkan pelemahan, membuat ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat sudah semakin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga.
Advertisement
Dari sisi domestik, inflasi yang terjaga, permintaan domestik yang kuat dan pasokan obligasi yang terkendali di tengah defisit anggaran yang mengecil menjadi katalis penting bagi pasar obligasi di tahun ini.
Selain itu, arus masuk investasi asing pada Surat Berharga Negara (SBN) juga berpotensi kembali berlanjut, mengingat kepemilikan asing masih cukup rendah, hanya sebesar 15,51 persen per akhir kuartal 2023.
“Semua faktor di atas tetap mempertegas diskursus bahwa pasar obligasi tetap menawarkan peluang yang baik untuk investor,” kata Freddy dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (9/8/2023).
Kemudian, pertimbangan selanjutnya adalah adanya pilihan berinvestasi obligasi lewat reksa dana pendapatan tetap atau ke Surat Berharga Negara (SBN). Lantas, instrumen apa yang sebaiknya dipilih?
Freddy menyebut, reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh manajer investasi, yang didalamnya terdiri dari efek-efek obligasi atau surat utang, bisa surat utang pemerintah (SBN) atau pun surat utang perusahaan swasta atau korporasi.
Seseorang yang membeli surat utang dari satu pihak, artinya dia memberikan pinjaman pada pihak tersebut dengan imbalan bunga atau kupon yang diterima berkala yang telah ditetapkan.
Satu produk reksa dana pendapatan tetap, memiliki beragam surat utang dengan beragam jangka waktu. Artinya, dengan membeli reksa dana pendapatan tetap, investor telah berdiversifikasi memberikan pinjaman ke berbagai pihak, dengan berbagai jangka waktu dan berbagai tingkat imbal hasil.
Modal Investasi
Berbicara mengenai modal investasi, ia menjelaskan, reksa dana pendapatan tetap tidak membutuhkan modal yang besar dan persyaratan rumit.
Beberapa produk reksa dana bahkan hanya mensyaratkan minimal investasi sebesar Rp10 ribu, dengan dokumen berupa KTP dan rekening bank.
“Sementara untuk SBN, investor membutuhkan modal investasi minimal sebesar Rp1 juta. Selain KTP dan rekening bank, investor juga harus menyertakan dokumen NPWP,” kata dia.
Adapun untuk reksa dana pendapatan tetap, investor bisa membelinya kapan pun dan di mana pun (lokasi), melalui manajer investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD).
Advertisement
SBN
Sementara untuk SBN, bisa dibeli langsung ke penerbit obligasi (dalam hal ini pemerintah) dan juga mitra distribusi (perusahaan sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan).
Pembelian dilakukan pada masa penawaran perdana secara online serta masa penjualan kembali (pencairan) yang sangat terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu.
Mengenai likuiditas, ia menerangkan, reksa dana pendapatan tetap, investor bisa mencairkannya kapan saja, dan hanya membutuhkan waktu 3-5 hari kerja. Sedangkan untuk SBN memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan reksa dana.
“Pada umumnya, obligasi di pasar sekunder relatif lebih sulit untuk dicairkan dan membutuhkan waktu dan upaya yang lebih lama untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan obligasi tersebut,” imbuhnya.
Untuk reksa dana pendapatan tetap, potensi keuntungan atau imbal hasil akan fluktuatif sesuai dengan kondisi pasar, namun reksa dana pendapatan tetap yang dikelola aktif berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih terjaga.
Misalnya, reksa dana Manulife Obligasi Negara Indonesia (MONI) II Kelas A memberikan imbal hasil 6,11 persen net YTD (per akhir Juli 2023).
Pembayaran Berkala
Sementara untuk SBN, investor akan menerima pembayaran kupon secara berkala, dan pemerintah (pihak penerbit) akan melunasi saat SBN jatuh tempo.
Angkanya pun sudah ditentukan di awal. Sebagai contoh, obligasi negara ritel SR019 dengan tenor 3 tahun dan 5 tahun, nilai kuponnya akan di kisaran 6,00 persen dan 6,50 persen (masih ada pajak 10 persen yang dikenakan dari kupon yang diberikan).
Tak hanya itu, risiko ketika berinvestasi pada reksa dana pendapatan tetap terkait dengan kinerja pasar dan portofolio yang dikelola oleh manajer investasi.
Kondisi pasar disini mencakup kondisi ekonomi global dan domestik yang akan mempengaruhi tingkat suku bunga bank sentral, serta dinamika pasokan obligasi yang ada di pasar yang mempengaruhi pergerakan harga. Dari sisi risiko gagal bayar, obligasi korporasi tentu lebih berisiko dibandingkan SBN.
“Pemilihan (instrumen investasi) sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan juga kemampuan finansial masing-masing investor. Untuk yang memiliki banyak waktu dan pengetahuan yang cukup, SBN bisa dijadikan salah satu pilihan. Namun bagi yang tidak, reksa dana pendapatan tetap dengan modal investasi yang minimal, beragam efek portofolio, dan dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman, dapat dijadikan pilihan,” tandasnya.
Advertisement