Liputan6.com, Jakarta Viral di media sosial sebuah video yang menunjukkan perempuan yang tengah berdiri di pinggir jalan di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditangkap beberapa pria.
Saat itu perempuan tersebut tengah santai berdiri, tapi dari belakang, para pria langsung menangkap perempuan tersebut lalu membopong masuk ke dalam mobil pikap. Sontak saja perempuan tersebut kaget dan berteriak.
Advertisement
Terlihat juga ada satu perempuan dalam video yang beredar membantu agar perempuan tersebut masuk ke dalam mobil pikap.
Berdasarkan beberapa video yang beredar, aksi tersebut dinarasikan sebagai bagian dari tradisi kawin tangkap atau kawin paksa. Disebut-sebut hal tersebut merupakan tradisi di NTT.
Terkait hal tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengatakan bahwa apa yang terjadi pada perempuan dalam video viral tersebut merupakan kekerasan pada perempuan. Hal tersebut mencederai hak perempuan untuk hidup aman tanpa kekerasan.
"Kawin tangkap merupakan bentuk penculikan dan kekerasan terhadap perempuan. Tentu ini dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal dan bukan bagian dari adat," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati.
Hentikan Tradisi Kawin Tangkap: Itu Kekerasan pada Perempuan
Jika memang tradisi, Retno mengatakan bahwa sebaikya kawin tangkap sudah sepatunya dihentikan. Hal ini demi melindungi para perempuan dari kekerasan seksual berbalut budaya seperti mengutip Antara.
Minta Aparat Tangkap Pelaku Kawin Tangkap
Retno meminta aparat penegak hukum agar memproses hukum para pelaku kawin tangkap.
"Untuk itu kami mohon aparat penegak hukum untuk menindak tegas setiap praktik kawin tangkap. Jangan sampai alasan tradisi budaya dipakai hanya sebagai kedok untuk melecehkan perempuan dan anak," katanya.
Advertisement
Korban dan Pelaku Sudah Diperiksa
Tim penyidik Polres Sumba Barat Daya Polda Nusa Tenggara Timur melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi dalam kasus praktik kawin tangkap dialami DM (20).
"Kami telah meminta keterangan dari enam saksi yang mengetahui adanya kasus 'kawin culik' atau kawin paksa yang dialami DM sebagai korban dalam peristiwa itu," kata Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan melalui Kasat Reskrim Polres Sumba Barat Daya Iptu Rio Rinaldy Panggabean.
Enam orang saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik yaitu DM sebagai korban dan ibu korban. Lalu, empat orang terduga sebagai pelaku termasuk sopir kendaraan pikup yang digunakan terduga pelaku untuk mengangkut korban saat peristiwa terjadi.
Menurut Rio, kawin tangkap yang terjadi merupakan budaya yang dilakukan di Pulau Sumba namun tentu bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kepolisian hanya membidik indikasi dugaan terjadinya penculikan," lanjut Rio.
Disebut Sudah Ada Perbincangan Adat Antara Keluarga
Rio mengatakan berdasarkan keterangan para saksi, sebelum kejadian tersebut ada pembicaraan adat antara keluarga wanita dengan keluarga laki-laki.
Kendati demikian, kata Rio, kepolisian sedang mendalami adanya unsur pidana penculikan terhadap seseorang sesuai hukum pidana dan merampas kemerdekaan sesuai pasal 328 dan 333 KUHP.
"Kami masih melakukan pemeriksaan dengan status saksi setelah itu nanti dilakukan gelar perkara untuk ditingkatkan pada status penyidikan dan penetapan tersangka," katanya.
Ia juga menuturkan bahwa meski hal yang dilakukan budaya tapi perlu dilihat masih relevan tidak dengan kondisi saat ini. Bisa saja budaya yang ada juga melanggar undang-undang yang berlaku di negara Indonesia.
Advertisement