Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia akan menerbitkan instrumen moneter baru yaitu, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada 15 September 2023 mendatang.
Penerbitan SRBI ini diyakini mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sekaligus mampu menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk invesasi portofolio.
Advertisement
"Instrumen SRBI ini adalah part dari kita memastikan balancing yaitu mendorong masuk asing dan bisa memastikan nilai tukar terjaga, tetapi juga ada instrumen di pasar selain SBN (Surat Berharga Negara) yang sesuai dengan ekspektasi pasar," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Erwindo Kolopaking kata Erwindo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Diketahui, SRBI merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.
BI menyatakan bahwa pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9 dan 12 bulan (setelmen T+0) dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di website Bank Indonesia.
Penerbitan SRBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan SRBI dapat dipindahtangankan atau ditransaksikan di pasar sekunder.
Pada pasar perdana, SRBI hanya dapat dibeli oleh bank umum yang menjadi peserta OPT konvensional baik secara langsung atau melalui lembaga perantara. Selanjutnya di pasar sekunder, SRBI dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh non-bank (penduduk atau bukan penduduk).
Mampukah Kurs Rupiah Balik ke 14.000 per USD, Ini Kata Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) menyatakan, kemungkinan rupiah masih berpotensi bisa menguat hingga akhir tahun 2023. Namun, BI pun tak bisa menjamin rupiah akan kembali ke level Rp 14.000 per dolar AS.
Tercatat pada Agustus 2023, secara point to point nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan sebesar 0,98 persen jika dibandingkan dengan akhir Juli 2023.
Kendati demikian, secara tahun berjalan atau year to date justru nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat ke level 2,22 persen dari level akhir Desember 2022. Artinya, nilai tukar rupiah masih lebih baik dibanding nilai tukar mata uang negara berkembang lainnya.
Sebagai contoh, nilai tukar rupee India secara tahun berjalan mengalami pelemahan sebesar 0,06 persen, bahkan secara point to point (ptp) melemahnya cukup besar yakni 4,33 persn.
Kemudian, nilai tukar Baht Thailand juga alami pelemahan sebesar 1,06 persen secara tahun berjalan (ytd), dan menguat sebesar 2,27 persen secara ptp.
"Kalau kita lihat nilai tukar rupiah menguat 2,2 persen dibanding level terakhir Desember 2022, meski kita lihat ada pelemahan secara point to point," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Erwindo Kolopaking dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Rupiah Melemah
Menurutnya, dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global membuat nilai tukar rupiah hingga 31 Agustus 2023 secara ptp melemah, sementara penguatan ditopang oleh terjaganya stabilitas ekonomi domestik.
Pihaknya pun memperkirakan stabilitas kurs Rupiah akan tetap terjaga seiring dengan tingkat kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah, dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Advertisement
Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Adapun kata dia, BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui beberapa upaya, diantaranya dengan melakukan intervensi di pasar valas, hingga efektivitas implementasi instrumen penempatan valas DHE SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Tak hanya itu saja, BI juga akan menerapkan penerbitan instrumen operasi moneter yang pro-market guna mendukung pendalaman pasar uang, serta utamanya untuk mendorong masuknya aliran portofolio asing, salah satunya melalui Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Namun, ketika ditanya lebih lanjut, Erwindo mengatakan BI belum tentu bisa menjamin rupiah bisa kembali ke level Rp 14.000 per dolar AS dari level saat ini dikisaran Rp 15.000 per dolar AS.
"Menguat ya, saya enggak bilang angkanya berapa (Rp 14.000). Kalau menguat pastilah (ada peluangnya) karena begini loh, sebenarnya minat asing di domestik itu di finansial sektornya besar sekali. Cuma, masalahnya tadi tidak ada instrumennya. Pemerintah nerbitin SBN nya juga makin jarang," pungkasnya.