Liputan6.com, Jakarta Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, menyampaikan berdasarkan Data Mandiri Spending Index mencatat bahwa masyarakat Indonesia seiring berbelanja barang konsumsi dan melakukan perjalanan.
Hal itu tercatat sebanyak 40 persen pengeluaran masyarakat Indonesia digunakan untuk makan di restoran dan berbelanja di supermarket. Tak hanya untuk makanan saja, ternyata 9 persen pengeluaran mereka dialokasikan untuk berbelanja pakaian.
Advertisement
“Kita bisa lihat, (orang) Indonesia hobi jajan dan jalan-jalan,” kata Asmo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Melihat hal itu, ia menilai pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan tetap terjaga dikisaran 5 persen secara tahunan. Disisi lain, dengan terus meningkanya pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen yoy.
Kendati demikian, pria yang akrab disapa Asmo ini menegaskan bahwa Pemerintah masih harus tetap berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi melalui mendorong kinerja investasi.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari segi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 dengan nilai kontribusi 2,77 persen.
Perekonomian China Loyo Dibanding AS, Ekonomi Indonesia Terancam?
Bank Indonesia (BI) menyampaikan kondisi ekonomi global khususnya dua negara adidaya yakni China dan Amerika Serikat yang menjadi mitra perdagangan utama Indonesia.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Erwindo Kolopaking, menyebut ekonomi China saat ini dalam kondisi yang loyo dibandingkan ekonomi Amerika Serikat yang masih cukup baik di tengah ketidakpastian.
"Ekonomi China ini tidak sebaik yang kita bayangkan," kata Erwindo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Erwindo mengatakan, padahal pelaku ekonomi sangat meyakini pada awal tahun ini akan ada stimulus-stimulus tambahan dari China. Namun, ternyata kondisinya kurang baik, hal itu dikarenakan masih terdapat utang di sektor rumah tangga yang tinggi serta konsumsi dan kinerja properti yang memburuk.
Menurutnya, jika dilihat beberapa tahun terakhir, kata Erwindo, sebetulnya China mendorong infrastruktur yang baik, mulai dari jaln maupun bangunan dan lainnya. Namun, ketika China mencoba mendorong ke sektor konsumsi hasilnya belum mampu sepenuhnya menopang perekonomian domestik.
Alhasil, saat perekonomian China melambat maka akan berdampak terhadap negara-negara sekitar, termasuk Indonesia. Sebab, China merupakan mitra dagang Indonesia.
"Sehingga ketika perekonomian China melambat ini berdampak signfikan kepada negara-negara sekitar salah satunya Indonesia," ujarnya.
Advertisement
Ekonomi Amerika Serikat
Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat justru lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Hal itu dikarenakan, stimulus yang diberikan pada saat masa pandemi Covid-19 membuat masyarakat memiliki bekal yang cukup banyak untuk menopang konsumsi. Hal itulah yang membuat inflasi di Amerika Serikat stabi di atas target The Fed.
"Akibatnya The Fed juga diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga yang tadinya di kuartal III tapi sepertinya akan diundur pada kuartal IV 2023. Ini juga akan mendorong ketidakpastian di pasar keuangan," kata Erwindo.
Lebih lanjut, dengan akan berkahirnya tahun fiskal Amerika Serikat pada kuartal III-2023, dinilai akan mendorong pasar keuangan sedikit bergejolak.
"Pada intinya pertumbuhan ekonomi terjaga, PMI globalnya juga relatif membaik, penjualan eceran global di AS juga masih tinggi karena memang sisi permintaan di Amerika sangat kuat," pungkasnya.