Hapus UU Anti Deforestasi Uni Eropa, Jokowi Minta Tolong ke Belanda dan Perancis

Pemerintah Indonesia meminta dukungan Belanda dan Prancis terkait penghapusan kebijakan Uni Eropa soal European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Anti Deforestasi. Aturan tersebut dinilai merugikan Indonesia.

oleh Elza Hayarana Sahira diperbarui 10 Sep 2023, 18:30 WIB
Pemerintah Indonesia meminta dukungan Belanda dan Prancis terkait penghapusan kebijakan Uni Eropa soal European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Anti Deforestasi. Aturan tersebut dinilai merugikan Indonesia. (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia meminta dukungan Belanda dan Prancis terkait penghapusan kebijakan Uni Eropa soal European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau UU Anti Deforestasi. Aturan tersebut dinilai merugikan Indonesia.

Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) usai mendampingi Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 India, Sabtu (9/9/2023).

“Kita minta dukungan Belanda menjelaskan posisi Indoesia bahwa EU Deforestation menyusahkan Indonesia. Karena akan pengaruh terhadap produk pertanian kita, seperti kopi, coklat, lada, karet, sawit. Itu sangat merugikan,” ujar Zulhas dalam keterangan, Minggu, (10/9/2023).

Mantan Menteri kehutanan itu, juga mengungkapkan Indonesia mendorong Belanda dan Prancis dalam penyelesaian perjanjian Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Percepatan penyelesaian IEU-CEPA ditargetkan selesai akhir 2023.

“Nilai perdagangan kita dengan Uni Eropa kan kecil dibanding negara ASEAN lainnya, baru sepertiga. Dengan adanya IEU-CEPA diharap meningkat. Sebab Uni Eropa maupun Indonesia memiliki potensi yang lebih besar dari biasanya,” jelasnya.

Sebagai informasi, Ketua Partai Amanag Nasional (PAN) itu, juga ikut mendampingi Jokowi memimpin pertemuan MIKTA Leaders’ gathering ke-1. Dalam forum tersebut dibahas kolaborasi antarnegara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Kanada, Turkiye, dan Australia) dalam menghadapi tantangan global. 


Jokowi di KTT G20 India: Stabilitas, Solidaritas, dan Kesetaraan Kunci Pembangunan Dunia

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengikuti sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 India pada Sabtu, (9/9/2023) di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Setelah menyampaikan intervensi pada Sesi Pertama yang bertema “One Earth” di KTT G20 New Delhi, di Sesi Kedua dengan tema “One Family”, Perdana Menteri India Narendra Modi kembali mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan pandangan terhadap kondisi permasalahan global.

Sebagaimana diketahui, KTT G20 tahun ini diselenggarakan masih dalam kondisi global yang tidak menentu. Untuk itu, Presiden Jokowi kembali menekankan kepada seluruh anggota G20 untuk menjaga soliditas sebagai satu keluarga dalam menentukan arah pembangunan dunia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beserta sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya turut mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Sesi Kedua KTT tersebut.

“Falsafah ‘Satu Keluarga’ ini semestinya bukan semata jargon. Melainkan sebuah mindset untuk menentukan arah pembangunan dunia. Kita semua harus bertanggung jawab dan pastikan seluruh masyarakat dunia tanpa terkecuali hidup dalam damai, stabil dan sejahtera,” tegas Presiden dalam intervensinya.

Presiden Joko Widodo juga tekankan 3 kunci pembangunan dunia yakni stabilitas, soladiritas, dan kesetaraan. Sebagai Ketua ASEAN 2023 Indonesia terus mendorong ASEAN sebagai jangkar stabilitas kawasan. Indonesia terus mendorong kebiasaan dialog dan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik.

Presiden Joko Widodo menyerukan untuk menghentikan perang dan mengakhiri permusuhan dengan berpegang teguh pada hukum internasional dan semangat kerja sama dan multilateralisme yang inklusif.

 


Forum Premier Kerja Sama Ekonomi

Jokowi hadiri KTT G20 di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India, pada Sabtu, 9 September 2023. (Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Sebagai forum premier kerja sama ekonomi, G20 harus menjadikan solidaritas sebagai ruh kerja sama G20. Dengan kondisi global yang semakin terpolarisasi, G20 harus bergerak untuk mengakhiri dikotomi utara-selatan, maju-berkembang, maupun timur-barat. Pintu dialog dan kerja sama harus terbuka bagi seluruh negara.

Pada sesi kedua ini, Presiden Joko Widodo juga menyambut bergabungnya Uni Afrika dalam G20. Dengan dilandasi ‘Spirit of Bandung’ Indonesia akan terus menggaungkan suara dan kepentingan Global South. Representasi kawasan yang lebih luas perlu didorong untuk tata kelola global.

Sebagai penutup, Presiden Joko WIdodo menyampaikan bahwa G20 harus mendukung penguatan partisipasi negara berkembang dalam rantai pasok global. Ekosistem kerja sama yang setara, inklusif, dan adil perlu diwujudkan untuk pemenuhan hak pembangunan bagi semua. G20 harus memajukan semangat persaudaraan dan mewujudkan dunia yang damai, adil, dan sejahtera. 

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya