Liputan6.com, Jakarta Keberlanjutan atau sustainability bagi PT Vale Indonesia (PTVI) bukan hanya sebagai program atau inisiatif, melainkan sudah menjadi bagian penting dari perusahaan.
Karena itu, apa yang dilakukan Vale Indonesia baik dalam bentuk kebijakan maupun program, aspek keberlanjutan serta dampaknya selalu menjadi pertimbangan.
Advertisement
Demikian dikatakan CEO PTVI Febriany Eddy saat tampil menjadi pembicara dalam Forum internasional soal keberlanjutan Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 bertajuk Sustainable Mining of Critical Minerals to Bolster Decarbonization pada Kamis (7/9/2023).“Sustainaibility telah menjadi bagian dari nilai-nilai perusahaan, tujuan dan perilaku," kata dia.
Febri mengatakan saat ini dalam aspek lingkungan industri ekstraktif terdapat tiga isu penting yaitu deforestrasi, emisi karbon, dan keaneragaman hayati atau biodiversity.
Tiga isu penting tersebut menjadi tantangan bagi PTVI lantaran area operasionalnya berada di wilayah yang kaya keaneragaman hayati dan garis Wallace.
Terlebih, dari wilayah konsensi pertambangan seluas 118 ribu hektar, hanya 48% yang bisa ditambang. Dan dari 48% area yang bisa di tambang, 90% merupakan hutan lindung.
“Jadi bisa dibayangkan tantangan yang kami hadapi, bekerja di wilayah kerja yang 90% merupakan hutan lindung dan sangat kaya akan keanekaragaman hayati,” tutur Febri.
Dengan kondisi seperti itu, PTVI telah melakukan beberapa inisiatif strategis seperti aktif melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara progresif. Targetnya, 70% lahan akan direklamasi hingga tahun 2025.
Dalam hal ini, PTVI mengedepankan perencanaan terpadu pertambangan, mulai membuka tambang sampai menutup tambang di waktu yang sama. Jika berkesempatan ke lokasi penambangan Vale, bisa dilihat penambangan dan reklamasi berjalan beriringan tanpa menunggu area pertambang tutup.
Febri juga menyampaikan beberapa komitmen nyata Vale Indonesia mengawal biodiversity seperti inventarisasi seluruh keanekaragaman hayati sebelum eksplorasi serta program peningkatan kualitas di dekat area pertambangan seperti di Danau Matano.
Komitmen Lainnya
Tidak hanya soal lingkungan, Febri juga menyampaikan komitmen PTVI dalam aspek sosial. Menurutnya, aspek sosial merupakan sebuah peluang, bukan tantangan. Pasalnya, banyak area pertambangan berada di wilayah terpencil dengan infrastruktur yang terbatas.
Perusahaan pertambangan bisa berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, mempromosikan lapangan kerja lokal, kontraktor lokal, dan juga pengembangan masyarakat.
PTVI berkomitmen menyerap tenaga kerja lokal sebagai bentuk nilai tambah keberadaan perusahaan untuk masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Dalam lima dekade terakhir, PTVI sudah membuktikan dengan memperkerjakan 99,9% orang Indonesia, 80% lahir di Sulawesi, dan 44% lahir di Luwu Timur, kabupaten tempat PTVI beroperasi.
” Jadi ini bukti komitmen kami untuk mengembangkan talenta lokal,” ungkap Febri. Lebih lanjut Febri mengatakan saat ini, di pihak kontraktor, 90% spending PTVI didukung oleh kontraktor nasional dan lokal.
Advertisement
Pengembangan Masyarakat
Untuk pengembangan masyarakat, Febri menjelaskan pengembangan masyarakat tidak bisa dilihat sebagai donasi atau program amal.
Tapi memiliki serangkaian ilmu pengetahuan di baliknya. Untuk pengembangan masyarakat, PTVI melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dengan mengedepankan kemitraan tiga pilar yakni, pemerintah, masyarakat, dan perusahaan.
Saat menyampaikan pidato pembukaan dalam ISF, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) bicara mengenai krisis iklim. Ia menyatakan bahwa krisis iklim menjadi masalah utama dunia.
Menko Luhut mencatat, bahwa pada Juli 2023 terjadi suhu rata-rata global tertinggi dalam sejarah. Di mana mencapai 1,5 derajat celcius atau lebih panas dibandingkan rata-rata pada masa pra industri.
Dikatakan jika memang secara global, banyak hal yang sudah dilakukan di atas kertas. Hanya saja, kolaborasi internasional yang konkrit dan cepat sangat dibutuhkan. "Itulah sebabnya kita berada dalam forum ini," jelas Luhut di ISF.