Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mendesak agar revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26/2021 terkait PLTS Atap yang telah melalui proses harmonisasi segera diundangkan.
Pengundangan ini dinilai dapat memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS Atap dan pelaku usaha, dan dapat mendukung tercapainya target Program Strategis Nasional (PSN) PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada 2025.
Advertisement
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menilai, sekalipun revisi Permen ESDM soal PLTS atap tidak ideal, namun merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap dan konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini.
"Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh," ujar Fabby dalam keterangan tertulis, Senin (11/9/2023).
Adapun substansi dalam perubahan Permen PLTS Atap antara lain, tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100 persen daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, peniadaan ekspor kelebihan listrik, penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri dari sebelumnya 5 jam.
Kemudian, waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi 2 kali dalam setahun, dan adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan eksisting yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan.
Fabby menganggap, sejak diundangkan pada Agustus 2021 dan secara resmi disosialisasikan di 2022, Permen ESDM 26/2021 yang di atas kertas memiliki beragam klausul dukungan pemanfaatan PLTS atap justru tidak berjalan efektif.
"Sejak awal 2022, PT PLN melakukan pembatasan 10-15 persen dari daya listrik terpasang pelanggan, proses perizinan berbelit dan kurang transparan. Situasi ini berkontribusi pada tidak tercapainya target 450 MWp tambahan kapasitas PLTS di 2022 oleh pemerintah," imbuhnya.
Revisi Permen
Adapun sejak pemerintah mengumumkan revisi permen, ia menambahkan, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu (wait and see). Sehingga peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga pertengahan 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Kami mendesak agar revisi peraturan ini, yang saat ini masih tertahan di meja Presiden segera disahkan. Sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see," pinta Fabby.
"Adanya kepastian ini juga akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan telah mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung," ungkapnya..
Di sisi lain, Fabby menyadari peniadaan ekspor kelebihan listrik akan menurunkan keekonomian PLTS atap, terutama untuk pelanggan rumah tangga kecil yang beban puncaknya cenderung di malam hari.
Advertisement
Kemudahan Prosedur
Namun, ia mengatakan kepastian dan jaminan kemudahan prosedur pemasangan sesungguhnya menjadi faktor penting bagi kelompok early adopters, yakni pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian.
Menilik survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di 7 provinsi pada 2019-2021, terdapat 2 persen rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters, yang memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS Atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor. Sementara kelompok early followers yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik berada di kisaran 11-19 persen.
Sehingga, ia menyatakan pengesahan revisi Permen PLTS Atap akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem penyimpanan energi (baterai) untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.
"Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati dan dengan semakin banyak pengguna. Diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik," pungkas Fabby.