Kisah Sedih Korban Gempa Maroko Bongkar Reruntuhan Pakai Tangan Kosong

Tim penyelamat diburu waktu selamatkan korban gempa Maroko dari reruntuhan.

oleh Ibrahim Hasan diperbarui 11 Sep 2023, 15:00 WIB
Seorang perempuan bereaksi berdiri di depan rumahnya yang rusak akibat gempa di kota tua di Marrakesh, Maroko pada 9 September 2023. (Photo by FADEL SENNA / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Gempa berkekuatan M 6.8 yang menimpa negara Maroko pada Jumat malam (8/9/2023) kemarin masih menyisakan duka mendalam. Melansir dari Arab News (11/9), hingga kini tercatat korban tewas mencapai 2.122 orang. Mengingat, masyarakat korban gempa Maroko yang selamat hingga kini masih mencari korban di reruntuhan.

Kisah sedih Gempa Maroko yang terjadi di dekat Marrakesh kini menjadi pusat perhatian dunia. Tak sedikit negara tetangga yang melimpahkan bantuan korban gempa Maroko. Sebagian besar korban selamat rela membongkar puing-puing rumah hanya dengan tangan kosong demi mencari korban selamat. 

Saya diselamatkan oleh tetangga saya yang membersihkan puing-puing dengan tangan kosong,” kata Bodchich, korban reruntuhan gempa Maroko kepada Al Jazeera.

Namun mereka diburu waktu karena selang tiga hari pencarian korban, tim penyelamat kesulitan membawa peralatan berat. Mengingat wilayah terdampak gempa Maroko ini melanda beberapa desa di kawasan pegunungan terpencil di selatan Marrakesh.

Kini kisah-kisah luar biasa tentang keberanian dan harapan muncul dari reruntuhan desa-desa pegunungan terpencil yang hancur akibat gempa bumi di Maroko. Berikut Liputan6.com merangkum cerita para korban selamat gempa Maroko berkekuatan M 6.8 melansir dari berbagai sumber, Senin (11/9/2023).


Tangan Mencuat dari Balik Reruntuhan

Petugas penyelamat mencari korban selamat di rumah yang runtuh pasca gempa bumi Maroko di Moulay Brahim, provinsi Al Haouz, Sabtu (9/9/2023). (FADEL SENNA / AFP)

Lain halnya dengan korban gempa Maroko lain bernama Abdelmajid Idfrrazen membagikan pengalamannya kepada The Mirror. Dia terpaksa melarikan diri dari rumahnya ketika dinding bangunan mulai runtuh. 

Pria yang bekerja sebagai programmer IT itu bersama dengan sejumlah warga lainnya berusaha dengan gigih untuk menyelamatkan seorang tetangga yang berusia 70 tahun yang terperangkap di bawah reruntuhan. 

Setelah memastikan keselamatan orang tua dan pamannya, Abdelmajid yang berusia 36 tahun menemukan tetangganya yang berusia 70 tahun terperangkap di bawah timbunan batu dan puing akibat tembok yang runtuh. 

"Dia tampak sangat kesulitan bernapas, dan hanya satu tangan yang bisa kami lihat. Kami berusaha keras dengan tangan kosong kami dan apa pun yang bisa kami temukan di sekitar. Meskipun saat itu sudah larut malam dan gelap, kami terus menggali selama tiga jam. 

Akhirnya, Abdelmajid berhasil menyelamatkannya, meskipun dia mengalami luka parah. Dia segera dibawa ke rumah sakit di Marrakesh dengan kendaraan dan kemudian dievakuasi menggunakan helikopter.

Lebih lanjut, Abdelmajid mengatakan gempa ini menyebabkan lebih dari 90% desa hancur. Memaksa masyarakat untuk meninggalkan rumah mereka. Meskipun masih ada pasokan listrik, pasokan air telah terputus, menambah penderitaan mereka. Selain itu, ketakutan akan gempa susulan juga menghantui banyak korban gempa.


Korban Trauma Akan Kedahsyatan Gempa Maroko

Seorang pejabat setempat mengatakan bahwa sebagian besar korban tewas terjadi di daerah pegunungan yang sulit dijangkau. (Photo by FADEL SENNA / AFP)

Melansir dari BBC News, rumah sakit lokal telah ditinggalkan dan dianggap tidak aman untuk digunakan. Sebagai gantinya, para pasien dirawat di tenda-tenda yang didirikan di halaman rumah sakit, meskipun para staf medis yang berusaha keras merasa kewalahan.

Seorang pejabat rumah sakit, yang meminta identitasnya tetap dirahasiakan, mengungkapkan bahwa sekitar 100 jenazah telah dibawa ke sana pada hari Sabtu yang tragis itu.

"Saya menangis melihat begitu banyak korban meninggal, terutama anak-anak kecil," ungkapnya. "Sejak gempa terjadi, saya belum tidur sama sekali. Tidak ada di antara kami yang bisa tidur."

Abdelkarim Brouri, seorang pria berusia 63 tahun, termasuk di antara mereka yang rumahnya sebagian hancur, dan dia tidak memiliki tempat perlindungan dari cuaca buruk.

"Saya tidak bisa kembali ke rumah," katanya, sambil berharap ada bantuan yang dapat diberikan. "Kami saling mendukung satu sama lain. Kami tidak menerima bantuan dari luar,” ungkap Abdelkarim.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya