Polisi Gerebek Kelas Yoga, Disangka Ada Pembunuhan padahal Sedang Pose Mayat

Polisi menyerbu sebuah kelas yoga karena mengira telah terjadi pembunuhan massal akibat dari gerakan terlentang menyerupai mayat yang dilakukan oleh para peserta yoga.

oleh Winda Syifa Sahira diperbarui 25 Sep 2023, 03:00 WIB
Ilustrasi Polisi Inggris (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Ada-ada saja kisah di Inggris. Sejumlah polisi di Inggris mendadak menyerbu kelas yoga karena mengira terjadi kasus pembunuhan massal saat kelas masih berjalan.

Usut punya usut, salah paham itu bermula dari gerakan terlentang yang dilakukan para peserta yoga. Gerakan itu juga dikenal sebagai pose mayat.

Dilansir dari NY Post, Senin, 11 September 2023, polisi menggerebek kelas yoga tersebut pada Rabu, 6 September 2023, sekitar pukul 21.30, waktu setempat. Sebelumnya, warga sekitar melapor karena ketakutan melihat banyak orang tergeletak di lantai. Pelapor yang tidak disebutkan namanya itu mengira para peserta yoga itu adalah korban pembunuhan massal.

Kelas yoga tersebut dilaksanakan pada sebuah gedung bernama Seascape Cafe, di Skegness, Inggris. Perwakilan dari Seascape Cafe mengungkapkan kecelakaan lucu tersebut sambil meminta maaf atas 'bunyi sirene polisi' yang mengakibatkan kegaduhan dan mengganggu ketenangan kota tepi pantai tersebut.

"Mobil patroli melaju ke sana, setelah seseorang melaporkan pembunuhan massal di gedung kami, setelah melihat beberapa orang tergeletak di lantai," tulis kafe tersebut di Facebook. "Yang ternyata adalah kelas yoga dalam meditasi," tambahnya.

"Mayat" yang tergeletak ternyata hanyalah pose yang dilakukan para peserta yoga. "Pose mayat" yang juga dikenal sebagai shavasana adalah posisi seseorang berbaring telentang dengan tangan dan kaki yang terentang.

Sekelompok peserta kelas yoga tersebut melaksanakan meditasi shavasana pada Rabu malam ketika polisi datang mengetuk pintu depan Seascape Cafe untuk memastikan laporan "pembunuhan massal".


Peringatkan Penduduk

Shavasana: lakukan selama 10-15 menit. (Via: tourpackagereviews.com)

Seascape Cafe pun memperingatkan penduduk setempat tentang adanya kelas yoga yang sedang berlangsung, dengan harapan orang lain tidak mengalami ketakutan yang sama. "Kami bukan bagian dari aliran sesat atau klub gila mana pun," sindir pemilik kafe di akun Facebook tersebut.

Instruktur yoga bernama Millie, yang juga pemilik Unity Yoga, sebuah klub yang melaksanakan kelas di Seascape Cafe, mengonfirmasi di unggahan tersebut dengan mengatakan bahwa "semua orang aman dan kami semua menikmati malam meditasi dan yoga yang indah."

Millie menyatakan tidak ada yang dirugikan akibat penggerbekan itu dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Hati saya tertuju pada orang-orang yang mengira saya adalah seorang pembunuh, tetapi saya dapat meyakinkan Anda bahwa saya hanya memberikan ruang untuk relaksasi yang mendalam," candanya. 

Polisi Lincolnshire mengatakan kepada BBC bahwa penelepon yang melaporkan kejadian tersebut mempunyai 'niat baik'. "Petugas hadir, dengan senang hati kami melaporkan bahwa semua orang selamat dan baik-baik saja," kata seorang juru bicara.


Polisi Salah Tangkap

Teknologi pengenalan wajah (facial recognition). (Doc: Cisco)

Di tempat berbeda, seorang polisi asal Amerika Serikat pernah melakukan salah tangkap akibat teknologi pengenalan wajah yang error, dilansir dari kanal Tekno Liputan6.com. Seorang pria kulit hitam dipenjara di Louisiana, Amerika Serikat, sekitar seminggu lamanya untuk kejahatan yang tidak pernah dilakukan.

Sebelumnya, kepolisian setempat menangkap pria 28 tahun bernama Randal Reid setelah menjalankan teknologi pengenalan wajah untuk mengidentifikasi dirinya. Namun, pria yang menyebut dirinya tak bersalah ini mengaku tak pernah pergi ke Louisiana.

Dalam laporan Gizmodo, dikutip dari Tech Times, Jumat, 6 Januari 2022, kepolisian Louisiana menuding Reid mencuri tas mewah Louis Vuitton dan Channel senilai USD10.000 (Rp 156 juta). Ia pun ditahan gara-gara tudingan tersebut saat makan malam merayakan Hari Thanksgiving bersama dengan ibunya.

Menurut The New Orleans Advocate, kepolisian mengatakan, mereka memakai sistem pengenal wajah untuk mencari Reid di Louisiana. Berdasarkan keterangan pengacara Reid, Tommy Calogero, polisi kemudian membebaskan kliennya pada 1 Desember 2022. Ia menambahkan, kepolisian tidak mengecek berat dan tinggi badan sang klien saat menangkapnya. 


Bias Teknologi Pengenal Wajah

Teknologi Face Recognition (Pengenalan Wajah). Kredit: Petapixel

Calogero bersikeras bahwa secara fisik, penampakan Reid sangat tidak mirip dengan deskripsi tersangka yang disebutkan polisi. Menurut pengacara itu, Reid sekitar 18 kg lebih kurus dibandingkan tersangka yang terekam kamera pengintai.

Pihak berwenang pun mengakui ketidaksesuaian dalam penyelidikan akibat kesalahan pengenal wajah. Menurut pengacara, polisi mungkin mendasarkan tudingan pada kamera pengintai (CCTV) yang menangkap penampakan pelakunya.

Pada Juni lalu, tersangka tertangkap kamera telah memasukkan nomor kartu kredit di toko. Ia mendapatkan kartu kredit tersebut dari korban yang tidak dikenal.

"Polisi bisa saja memeriksa tinggi atau berat badan Reid, berusaha untuk bicara dengannya, atau pergi ke rumahnya untuk mencari bukti. Dia akan mematuhi semua itu," kata sang pengacara, dalam wawancara dengan sebuah media.

 

Teknologi pengenalan wajah memang dapat bermanfaat tetapi juga bisa berbahaya dalam beberapa kasus. Kasus Reid menjadi contoh bahwa sistem yang cacat perlu lebih banyak diperbaiki guna menghindari kesalahan identifikasi berdasarkan budaya, warna kulit, fitur wajah, dan lain-lain.

Infografis polisi karawang ditangkap karena pasok narkoba ke klub malam, salah satu momentum bersih-bersih polri?(Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya