Menelisik Prospek Emiten Menara Telekomunikasi hingga Akhir 2023

Analis menilai, emiten menara telekomunikasi masih positif. Salah satu sentimen positif dari upaya pemerintah mengembangkan infrastruktur telekomunikasi. Namun, sisi lain valuasi dinilai mahal.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 12 Sep 2023, 16:46 WIB
Upaya pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur telekomunikasi dan jaringan digital diyakini akan mempengaruhi prospek kinerja emiten menara telekomunikasi ke depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur telekomunikasi dan jaringan digital diyakini akan mempengaruhi prospek kinerja emiten menara telekomunikasi ke depan.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mencermati prospek emiten menara telekomunikasi masih cukup positif di tengah sentimen pemerintah yang berupaya mengembangkan infrastruktur telekomunikasi dan jaringan digital. 

"Di antara yang menarik dan memiliki keunggulan kompetitif adalah MTEL, selain itu rasio utang nya juga sangat rendah di antara pesaingnya. Apalagi era suku bunga tinggi masih berpotensi berlangsung hingga 2024," kata Fajar kepada Liputan6.com, Selasa (12/9/2023).

Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi mengaku paling suka dengan emiten Mitratel. Sebab, MTEL ini memiliki tower paling banyak di antara industri menara telekomunikasi.

Sektor ini juga mendapatkan angin segar dari potensi penurunan suku bunga pada 2024 yang dapat mengurangi cost of fund sektor tersebut. Dengan demikian, Michael merekomendasikan saham MTEL untuk dipertimbangkan oleh para investor.

"Valuasi lebih murah dibandingkan peers, potensi pertumbuhan collocation paling tinggi," kata dia. 

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai prospek saham menara telekomunikasi biasa saja. Ini mengingat, dari tiga besar emiten, hanya MTEL yang membukukan kinerja positif pada semester I 2023. 

Laba Mitratel mencapai Rp 1,02 triliun atau naik 15 persen, seiring pendapatan yang juga tumbuh 11 persen menjadi Rp 4,13 triliun. Sedangkan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) justru laba bersihnya anjlok dalam periode waktu yang sama. 

Laba TBIG mencapai Rp689 miliar, susut 17 persen dengan pendapatan juga turun 0,61 persen menjadi Rp 3,28 triliun. Laba bersih TOWR sebesar Rp1,56 triliun, terkoreksi 8 persen dengan pendapatan naik 9 persen menjadi Rp 5,78 triliun.

"Secara valuasi tidak terlalu menarik, sudah cukup mahal dibanding sektor lain. Saya pribadi tidak menyarankan sub sektor menara telekomunikasi tersebut," kata Desmond.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Sarana Menara Nusantara Gandeng Anak Usaha Surya Semesta Bangun Infrastruktur Telekomunikasi

Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melalui anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia menggandeng PT Surya Subang Smartpolitan, anak perusahaan PT Surya Semesta Internusa Tbk untuk pembangunan tower dan jaringan fiber optik di kota mandiri Subang Smartpolitan.

Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, Selasa (6/12/2022), Protelindo dan iForte telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Subang Smartpolitan, untuk pembangunan tower dan jaringan fiber optik di kota mandiri Subang Smartpolitan.

Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Nusantara, Monalisa Irawan mengatakan, melalui kerjasama ini, Protelindo akan menjadi penyedia tower dan iForte akan menjadi penyedia jaringan fiber optik untuk seluruh kawasan Subang Smartpolitan.

"Dengan pengalaman dan didukung tim manajemen dan operasional yang handal, Protelindo dan iForte mampu memberikan layanan infrastruktur telekomunikasi yang handal kepada para pelaku bisnis dan masyarakat yang bekerja dan tinggal di Subang Smartpolitan,” kata Monalisa, dikutip Selasa (6/12/2022). 

Hingga saat ini, Protelindo telah memiliki hampir 30.000 tower dengan sekitar 55.000 tenant, sedangkan iForte memiliki lebih dari 120.000 km jaringan fiber optik dan menyediakan layanan konektivitas internet dan komunikasi data kepada lebih dari 2.300 klien korporasi dan operator telekomunikasi di seluruh Indonesia

Subang Smartpolitan berada di dalam wilayah Rebana Metropolitan, sebuah proyek yang dirancang Pemerintah Jawa Barat untuk mendorong peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi serta menciptakan banyak lapangan pekerjaan baru di Jawa Barat.

Kota mandiri terintegrasi dengan luas 2.717 hektar ini didesain dan dibangun dengan konsep "Smart & Sustainable" di mana fasilitas serta infrastruktur kawasan dibuat dengan pemanfaatan IoT (Internet of Things) sedari awal.

"Informasi atau fakta material yang diungkapkan tidak memiliki dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha Perseroan,” tulisnya. 

 


Tower Bersama Infrastructure Tawarkan 102,04 Juta Saham Treasuri

Karyawan melintasi layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) berencana melakukan pengalihan 102.046.000 lembar saham treasuri hasil pembelian kembali (buyback) kepada Bersama Digital Infrastructure Asia Lte Ltd.

Calon pihak penerima merupakan perusahaan induk investasi (investment holding company) dan jasa konsultasi manajemen (management consultancy services), yang tak lain adalah pengendali perseroan.

Melansir keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (16/8/2023), saham treasuri yang dialihkan itu berasal dari pembelian kembali atau buyback yang dilakukan perseroan pada 4 Mei 2023 sampai dengan 3 Agustus 2023.

Pada periode tersebut, perseroan melakukan pembelian kembali 102.046.000 lembar saham. Penjualan saham treasuri dilakukan di luar bursa efek melalui pasar negosiasi. Jangka waktu pelaksanaan penjualan saham hasil pembelian kembali akan dilakukan dalam beberapa tahap.

Dimulai pada 30 Agustus 2023, dan akan berlangsung sampai dengan tanggal yang tidak lebih lama dari 31 Maret 2023. Harga pelaksanaan saham hasil buyback mengacu pada pasal 13 huruf (a) POJK nomor 2/POJK.04/2023.

Harga pengalihan saham hasil buyback tidak boleh lebih rendah dari mana yang lebih tinggi di antara harga penutupan perdagangan hari di Bursa Efek satu hari sebelum tanggal penjualan saham hasil buyback, atau harga rata-rata penutupan perdagangan harian bursa efek selama 90 hari terakhir sebelum tanggal penjualan saham hasil buyback. Belum lama ini, Tower Bersama Infrastructureberencana melakukan perpanjangan periode buyback hingga November 2023.

Namun, belum lama rencana diumumkan, perseroan berubah pikiran dan membatalkan perpanjangan buyback. Rencana perpanjangan periode pembelian kembali saham saat itu sehubungan dengan berakhirnya periode pembelian kembali saham perseroan pada 3 Agustus 2023.

Sementara masih terdapat sejumlah saham yang dapat dibeukemblai oleh perseroan dari rencana pembelian sebanyak banyaknya 1.132.849.900 saham. Sampai dengan 3 Agustus 2023, perseroan telah membeli kembali sebanyak 102.046.000 saham.

 


Pefindo Beri Mitratel Peringkat AAA, Outlook Stabil

Menara telekomunikasi Mitratel (Foto: Mitratel).

Sebelumnya, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah memberikan peringkat idAAA kepada PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel dengan outlook stabil. Bersamaan dengan itu, Pefindo juga menyatakan rating idAAA untuk medium term notes (MTN) Mitratel senilai maksimal Rp 1 triliun.

"Peringkat tersebut mencerminkan posisi pasar Mitratel yang superior di industri menara telekomunikasi, visibilitas pendapatan yang kuat, dan profil keuangan yang sangat kuat. Namun, peringkat tersebut dibatasi oleh rasio sewa yang rendah," mengutip pengumuman Pefindo, Selasa (8/8/2023).

Surat utang berperingkat idAAA memiliki peringkat tertinggi yang diberikan oleh Pefindo. Kemampuan emiten untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas surat utang tersebut, dibandingkan dengan emiten Indonesia lainnya, lebih unggul.

Namun, sebagai catatan, peringkat dapat diturunkan jika posisi pasar Mitratel melemah secara signifikan, atau di masa depan investasi berdampak negatif terhadap profil bisnis dan keuangannya. Peringkat juga dapat diturunkan jika pendapatan atau EBITDA turun secara signifikan dari target, atau menimbulkan utang yang jauh lebih besar dari yang diproyeksikan tanpa dikompensasi dengan perolehan pendapatan yang diinginkan.

Didirikan pada 1995, Mitratel merupakan anak perusahaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang bergerak dalam bisnis penyewaan menara telekomunikasi.

Pada 2021, Dayamitra Telekomunikasi melakukan Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Indonesia. Per 30 Juni 2023, pemegang saham Mitratel terdiri dari TLKM (71,85 persen), publik (15,44 persen), PT Maleo Investasi Indonesia (5,98 persen), dan Pemerintah Singapura (5,65 persen).

Hingga paruh pertama tahun ini, Mitratel membukukan pendapatan sebesar Rp 4,13 triliun, naik 10,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,73 triliun. Dari capaian itu, perseroan berhasil mengukuhkan laba tahun berjalan sebesar Rp 1,02 triliun. Laba tersebut naik 14,66 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 891,54 miliar.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya