Acara Puncak G20 di India Deklarasikan Konsensus Kerangka Pelaporan Aset Kripto

Pada pertemuan puncak dua hari yang diadakan di New Delhi anggota G20 menandatangani deklarasi konsensus mendukung Kerangka Pelaporan Aset Kripto.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 13 Sep 2023, 06:00 WIB
Para pemimpin G20, 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia, mendesak penerapan kerangka kerja lintas batas untuk aset kripto secepatnya.(Foto: Traxer/unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Para pemimpin G20, 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia, mendesak penerapan kerangka kerja lintas batas untuk aset kripto secepatnya.

Pada pertemuan puncak dua hari yang diadakan di New Delhi, Minggu, 10 September 2023 para pemimpin menandatangani deklarasi konsensus yang mendukung Kerangka Pelaporan Aset Kripto (CARF) dan menyerukan amandemen Standar Pelaporan Umum (CRS). 

Dilansir dari Coinmarketcap, Rabu  (13/9/2023), kerangka kerja ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran informasi antar negara dan diharapkan dimulai pada 2027. CARF, yang diumumkan pada Oktober 2022 oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, memberikan otoritas pajak visibilitas yang lebih baik terhadap transaksi kripto dan individu yang terlibat. 

Negara-negara yang berpartisipasi setiap tahun akan bertukar informasi tentang transaksi kripto, termasuk operasi pada bursa kripto dan penyedia dompet yang tidak diatur, berdasarkan sistem yang diusulkan.

Kerangka kerja yang akan datang ini akan berdampak pada banyak negara, termasuk Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat, serta Uni Eropa. 

Dengan dua pertiga populasi dunia tinggal di negara-negara G20, inisiatif ini mempunyai dampak global yang signifikan. Banyak negara telah memberlakukan standar pengungkapan transaksi kripto. 

Uni Eropa memberlakukan pedoman terbaru yang selaras dengan CARF pada Mei, yang mewajibkan pertukaran informasi otomatis antar negara-negara Eropa untuk tujuan perpajakan.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Aktivitas Pasar Spot Kripto Turun ke Level Terendah Dalam 4 Tahun

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sebelumnya, aktivitas di pasar spot kripto turun ke level terendah dalam lebih dari empat tahun pada bulan lalu, memperpanjang jeda di meja perdagangan aset digital. 

Penurunan aktivitas ini karena volatilitas yang dipicu oleh kemenangan pengadilan Grayscale Investments atas Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) gagal mengalihkan perhatian para pedagang dari investasi mereka.

Volume perdagangan spot di bursa terpusat mendingin selama dua bulan berturut-turut, turun 7,78 persen menjadi USD 475 miliar atau setara Rp 7.296 triliun (asumsi kurs Rp 15.361 per dolar AS), terendah sejak Maret 2019, menurut data penyedia indeks CCData. Volume perdagangan mengacu pada jumlah total token yang berpindah tangan selama periode tertentu. 

"Volume perdagangan spot yang rendah dan fluktuasi data open interest menunjukkan bahwa pasar saat ini didorong oleh spekulasi,” kata CCData, dikutip dari CoinDesk, Selasa (12/9/2023).

Di sisi lain, volume derivatif turun lebih dari 12 persen menjadi USD 1,62 triliun atau setara Rp 24.867 triliun, terendah kedua sejak 2021, dan pangsa derivatif terhadap total aktivitas pasar menyusut selama tiga bulan berturut-turut menjadi 77,3 persen. 

Penurunan yang terus berlanjut menciptakan lingkungan yang menantang bagi bursa dan pembuat pasar, yang telah menghadapi masa sulit sejak bursa FTX milik Sam Bankman-Fried bangkrut pada November lalu. 

Keruntuhan tersebut merusak kepercayaan investor terhadap bursa terpusat dan melemahkan kedalaman pasar. Menurut Bloomberg, margin keuntungan para pembuat pasar telah menurun sebesar 30 persen sejak runtuhnya FTX.

 


Pasar Kripto Masih Babak Belur, Investor Pantau Data Inflasi AS Terbaru

Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Sebelumnya, dalam beberapa hari terakhir, pasar kripto telah mengalami perlambatan yang mencolok. Volatilitas harga, yang selalu menjadi ciri khas dari pasar kripto, kini tampak lebih rendah dari biasanya. 

Semua mata investor saat ini tertuju pada data inflasi terbaru dari Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan akan dirilis pada Rabu, 13 September.

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengatakan para pelaku pasar kripto sedang memantau tanda-tanda yang mungkin mengindikasikan apakah ekonomi AS akan mengalami "soft landing," di mana Federal Reserve (The Fed) mampu menurunkan tingkat inflasi tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. 

“Data Consumer Price Index (CPI) atau inflasi AS, jika angkanya terlalu tinggi, dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama atau meningkatkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang,” kata Fyqieh dalam siaran pers, Senin (11/9/2023).

Hal ini dapat mengurangi minat investor terhadap pasar kripto dan lebih memilih aset yang lebih aman. Selain inflasi, para investor juga akan memantau data lain yang akan dirilis minggu ini, seperti indeks harga produsen dan penjualan ritel.

The Fed diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat stabil pada pertemuan yang akan diadakan pada 20 September 2023. 

Hingga saat ini, investor masih mempertahankan kepercayaan mereka pada pasar, meskipun pasar kripto baru-baru ini mengalami fluktuasi. Namun, sebagian investor juga mulai bersikap lebih berhati-hati dan mempersiapkan diri untuk kemungkinan perubahan di masa depan.


Rumor FTX

Kripto XRP (Foto: Traxer/Unsplash)

Selain faktor-faktor makroekonomi, industri kripto juga diguncang oleh rumor terkait FTX. Kabar yang belum terkonfirmasi secara resmi menyebutkan FTX akan segera melakukan likuidasi asetnya mulai 13 September. 

FTX, yang memiliki aset kripto senilai sekitar USD 4,3 miliar atau setara Rp 65,9 triliun (asumsi kurs Rp 15.343 per dolar AS), tengah mempertimbangkan untuk menjual aset senilai sekitar USD 200 juta atau setara Rp 3 triliun setiap minggunya.

"Penting untuk diingat bahwa hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari sumber terkait mengenai rumor ini. Meskipun begitu, berita tersebut telah berdampak pada penurunan harga Solana (SOL) sejak hari Minggu, 10 September. SOL adalah salah satu aset yang paling banyak dimiliki oleh FTX," ujar Fyqieh.

Total kapitalisasi pasar kripto saat ini ditutup dalam tren merah, dengan penurunan sekitar 0,16 persen, mencapai level USD 1,03 triliun atau setara Rp 15.803 triliun. Pasar kripto saat ini masih bergerak dalam tren sideways, dan sikap para investor nampaknya lebih cenderung "wait and see."

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya