Inflasi Jadi Biang Kerok Bisnis di Asia Tenggara dan China Jeblok

Bank asal Singapura, United Overseas Bank (UOB) mengungkapkan bahwa tingginya inflasi berdampak pada bisnis di kawasan Asia Tenggara dan China

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Sep 2023, 20:23 WIB
Kendati demikian, semua pemangku kepentingan tetap perlu mewaspadai lonjakan inflasi akibat kegagalan panen karena efek El Nino. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Bank asal Singapura, United Overseas Bank (UOB) mengungkapkan bahwa tingginya inflasi berdampak pada bisnis di kawasan Asia Tenggara dan China pada 2022.

Adapun beberapa hal yang mempengaruhi bisnis akibat inflasi di ASEAN dan China, salah satunya kenaikan biaya operasional (32 persen).

Meningkatnya biaya operasional mempunyai dampak yang lebih besar pada sektor Manufaktur & Teknik serta Barang Konsumsi.

Sedangkan Jasa Profesional lebih terkena dampak dari tingginya tingkat inflasi.

”Bisnis di pasar ASEAN lebih terkena dampaknya (inflasi) dibandingkan dunia usaha di China,” ungkap UOB dalam laporan Business Outlook Study 2023, dikutip Selasa (12/9/2023).

“Lebih dari 1 dari 3 bisnis (di ASEAN dan China) mengatakan biaya operasional mereka meningkat (akibat inflasi),” kata bank itu.

Optimisme

Meskipun demikian, lebih dari 3 dari 4 bisnis di kawasan tersebut masih memiliki pandangan positif di sisa tahun 2023.

“Sebagian besar pelaku usaha sebenarnya percaya bahwa inflasi akan benar-benar turun dalam enam hingga 12 bulan ke depan. Sementara itu, yang mereka lakukan adalah fokus pada peningkatan produktivitas dan digitalisasi bisnis mereka, juga melakukan negosiasi harga dengan pemasok untuk mengatasi inflasi,” papar Jasmin Yeo,Group Strategic Communications and Brand UOB dalam kegiatan UOB Editors Circle di Hotel Kempinski, Jakarta pada Selasa (12/9/2023).

 


Sejumlah Fokus Negara Asia Tenggara

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan tren penurunan inflasi ini menunjukan stabilitas harga komoditas pangan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Disebutkannya, dunia usaha di Vietnam cenderung lebih fokus pada peningkatan produktivitas. Sementara dunia usaha di China dan Indonesia lebih menekankan pada digitalisasi.

UOB mencatat, 92 persen bisnis di China memiliki pandangan positif pada kinerja bisnisnya di sisa tahun 2023, dengan 90 persen bisnis optimis di Indonesia, dan 87 persen di Vietnam.

Manufaktur teknik pun menjadi sektor yang memiliki prospek paling positif, dengan keyakinan hingga 81 persen, kemudian Industri, Minyak & Gas yang memiliki prospek positif hingga 80 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya