Liputan6.com, Jakarta Pasar aset kripto memulai minggu kedua bulan September dengan bertengger di zona merah, dipimpin oleh Bitcoin (BTC) yang sempat menembus dibawah support pada USD 25.000 atau setara Rp 383,6 juta (asumsi kurs Rp 15.344 per dolar AS) untuk pertama kalinya sejak 15 Juni.
Namun pada Rabu, 13 September 2023, Bitcoin berhasil alami kenaikan dan kembali diperdagangkan di harga USD 25.900 atau setara Rp 397,4 juta. Sementara, kapitalisasi pasar Bitcoin turun menjadi USD 490 Miliar atau setara Rp 7.518 triliun.
Advertisement
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengatakan dari pergerakan harga, jika Bitcoin gagal bertahan di atas USD 25.000, BTC berpotensi lanjut melemah ke area support selanjutnya yang berada di kisaran USD 23.500 atau setara RP 360,5 juta hingga USD 24.000 atau setara Rp 368,2 juta.
“Sedangkan area resistance terdekat berada di USD 26.800 atau setara Rp 411,2 juta dan selanjutnya di angka USD 28.300 atau setara Rp 434,2 juta,” kata Panji dalam siaran pers, dikutip Rabu (13/9/2023).
Tunggu Data Inflasi AS
Panji menambahkan, selain secara historis September harga Bitcoin yang cenderung melemah, salah satu penyebab aset kripto berada di zona merah belakangan ini didorong sikap pelaku pasar yang wait and see dimana investor pekan ini menantikan rilis lebih banyak data inflasi AS untuk mendapatkan petunjuk mengenai kebijakan suku bunga yang akan datang.
Melansir trading economic, pada periode sebelumnya, tingkat inflasi dari sudut pandang konsumen atau indeks harga konsumen (IHK) tahunan di AS meningkat menjadi 3,2 persen pada Juli 2023 dari 3 persen pada Juni, namun masih dibawah perkiraan sebesar 3,3 persen.
Saat ini, tingkat inflasi AS periode Agustus diperkirakan akan melonjak ke 3,6 persen secara tahunan (yoy) dimana lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 3,2 persen yoy.
“Apabila inflasi tahunan naik sesuai perkiraan ini bakal menjadi kenaikan kedua yang terjadi setelah mencapai titik terendah 3 persen yoy pada Juni lalu. Namun, kenaikan juga akan memperlebar jarak dengan target inflasi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) di sekitar 2 persen,” jelas Panji.
Hasil data inflasi pekan ini tentunya akan berdampak ke pasar kripto. Jika hasilnya diatas ekspektasi maka akan berdampak negatif ke aset kripto dan apabila sesuai atau lebih rendah dari perkiraan pasar maka setidaknya mampu menjaga Bitcoin untuk tidak turun lebih rendah dari harga saat ini.
“Selain data inflasi, kebijakan terkait suku bunga AS masih akan menjadi faktor penggerak harga aset kripto kedepannya karena akan menentukan keputusan investor saat berinvestasi,” pungkas Panji.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.