Kongkalikong Penjualan Tanah Pelabuhan Bikin Perusahaan Tambang Rugi Miliaran

Perusahaan tambang di Palangka Raya rugi lebih dari Rp4 miliar akibat tanah yang mereka sewa dan jadikan pelabuhan khusus pengangkutan batu bara dijual pemilik kepada pengusaha lain.

oleh Roni Sahala diperbarui 14 Sep 2023, 22:00 WIB
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Dwinanto Agung Wibowo menjelaskan konstruksi hukum kasus yang menjerat Bachtiar Rahman alias Imron seusai persidangan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Rabu (13/9/2023).

Liputan6.com, Palangka Raya - Perusahaan tambang batu bara PT Sembilan Tiga Perdana (PT STP) menghadapi kerugian finansial sebesar lebih dari Rp4 miliar, menyusul penjualan tanah yang mereka sewa kepada pihak lain. Peristiwa ini telah memicu proses hukum yang menghadirkan BR, yang juga dikenal dengan nama Imron, sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwinanto Agung Wibowo mengungkapkan proses persidangan telah mencapai tahap pemeriksaan saksi pelapor.

"Dua orang direksi PT STP, yaitu Gandhi dan Abdul Haris, memberikan kesaksian di bawah sumpah, mengonfirmasi kerugian perusahaan sebesar Rp4 miliar akibat penjualan tanah tersebut," kata Dwinanto Agung Wibowo, Rabu (13/9/2023).

Dwinanto menjelaskan, Imron dihadapkan pada pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai sumpah palsu dan keterangan palsu yang dimasukkan ke dalam akta autentik. Imron disebut sengaja tidak mengungkapkan jika tanah yang dimilikinya telah disewakan kepada pihak lain saat membuat Akta Jual Beli (AJB).

Lebih lanjut, Dwinanto menyatakan, untuk memperkuat dakwaan, dua orang notaris akan dipanggil pada persidangan berikutnya. Pembeli tanah yang bernama TRH juga akan dimintai keterangan sebagai bagian dari proses penyelidikan.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, Dwinanto menjelaskan dalam dakwaan disebutkan bahwa Imron diduga melakukan tindak pidana ini bersama-sama dengan TRH.

Dwinanto menegaskan yang menjadi pokok dakwaan adalah tindakan sumpah palsu atau keterangan palsu yang diberikan oleh Imron ketika membuat AJB. Kronologi peristiwa ini dijelaskan secara rinci dalam surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum.

Menurut Dwi, kasus ini bermula dari Imron berutang sebesar Rp700 juta kepada TRH. Sebagai jaminan pembayaran utang, TRH meminta Imron untuk menyerahkan surat kepemilikan atas 6 bidang tanah yang sebelumnya telah disewakan kepada PT STP.

"Kemudian mereka berencana membuat AJB di Notaris Irwan Junaidi. Permintaan tersebut ditolak oleh notaris Irwan Junaidi karena mengetahui tanah tersebut telah terikat dalam perjanjian sewa menyewa lahan dengan PT STP," ungkap Dwinanto.

Imron dan TRH kemudian mencari notaris lain, PN, dan membuat akta jual beli. Dalam proses tersebut, keduanya dengan sengaja menyatakan tanah tersebut tidak terikat dengan pihak lain.

"Jadi, dari sini terlihat bahwa unsur memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik dengan maksud untuk memanfaatkannya seolah-olah keterangannya benar dan dapat menimbulkan kerugian telah terpenuhi," tegas Dwinanto.

Kasus ini terus bergulir, menggambarkan kompleksitas hukum yang berkaitan dengan penjualan tanah yang sebelumnya telah disewakan oleh PT STP. Proses persidangan akan terus dilakukan untuk mencari keadilan dalam kasus ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya