Memburu Fredy Pratama, Sang Escobar Indonesia

Fredy Pratama menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan olehnya yang bersembunyi di Thailand.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 14 Sep 2023, 08:24 WIB
Bareskrim Polri mengungkap peredaran gelap narkoba dan tindak pidana pencucian uang jaringan Fredy Pratama selaam periode 2020-2023 dengan aset senilai Rp10,5 triliun di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama. Kepolisian pun menggelar operasi dengan sandi Escobar demi menangkap Fredy yang diduga berada di Thailand.

"Ya ini nama operasinya sandi Escobar. Sandi Operasi Escobar. Bukan dia Escobar, dia biasa saja," tutur Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023).

Sandi Escobar itu seperti diambil dari nama gembong narkoba dan pengedar narkoba Colombia, Pablo Emilio Escobar Gaviria alias Pablo Escobar, kriminal terkaya di dunia. Mukti tidak menampik nama sandi operasi penangkapan Fredy Pratama terinspirasi dari sosok tersebut.

"Ini sandinya, ini yang terbesar yang diungkap," jelas dia.

Menurut Mukti, Fredy Pratama nyatanya menjalankan bisnis narkobanya sejak 2009. Dalam kurun waktu 2020 hingga 2023, ada 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, dan keseluruhannya pun nyatanya memiliki keterkaitan dengan Fredy Pratama.

"Ya ada kemungkinan dia mengubah wajah, muka ya. Ya mau operasi plastik kita nggak tahu, dia mengubah identitas diri," ujar Mukti.

Untuk menangkap Sang Escobar Indonesia itu, polisi bekerjasama dengan Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, Us-Dea, dan instansi terkait lainnya, sekaligus membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi lintas negara itu.

Selain pihak Malaysia, Polri juga bekerja sama dengan kepolisian hingga imigrasi Thailand. 

"Kita tetap bekerja sama dengan kepolisian dan imigrasi Thailand, karena yang bersangkutan sudah keluar red noticenya," kata Mukti.

Polisi juga akan melakukan kerja sama dengan pihak Bea dan Cukai Indonesia. "Dan bekerja sama pula dengan imigrasi dan Bea Cukai Indonesia," ujarnya.

Sementara saat ini Mukti menegaskan, pihaknya masih memeriksa perjalanan Fredy Pratama karena tak menutup kemungkinan menggunakan identitas palsu.

"Kita masih croscek data perjalanan Fredy. Karena dia mungkin pakai identitas palsu," pungkasnya.

Sementara Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyebut jaringan Fredy Pratama menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.

"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya," jelas dia.

Selain itu, lanjutnya, jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.

"Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran," kata Wahyu.

Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.

Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.

"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar," Wahyu menandaskan.

Para tersangka dikenakan Pasal Primer Pasal 114 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Yaitu Mengedarkan Narkotika Golongan I dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.

Subsider Pasal 112 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp800 juta dan maksimal Rp8 miliar ditambah sepertiga.

Kemudian Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Pasal 137 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal hukuman pidana penjara 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.


Siapa Fredy Pratama?

Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama. (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa menyampaikan, sosok Fredy Pratama merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Dia berasal Kalimantan Selatan yang mengendalikan narkoba dari Thailand ke Indonesia.

Sosok Fredy Pratama sudah ditetapkan menjadi buronan sejak 2014. Mukti menduga Fredy Pratama bisa jadi melakukan operasi plastik. Terutama dengan tujuan untuk menghindari buruannya dari polisi saat ini.

"Ya ada kemungkinan dia mengubah wajahnya. Ya mau operasi plastik, kami tidak tahu, dia mengubah identitasnya," ucapnya.

Saat ini, tim khusus Escobar Indonesia telah menangkap 39 orang dari jaringan Fredy Pratama. Peran para tersangka di antaranya seperti pasukan wilayah barat hingga wilayah timur terutama untuk menyebarkan sabu-sabu dan ekstasi.

Para tersangka juga diketahui membuat dokumen-dokumen palsu mulai dari KTP hingga rekening. Serta mempunyai peran lain mulai dari penjual, penampung, hingga pengendalian keuangan.

 


Kabareskrim Terima Anugerah MURI karena Ungkap Kasus Ferdy Pratama

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkum dan HAM Reynhard Silitonga dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada. (Ist)

Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada menerima anugerah dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) atas prestasinya mengungkap jaringan narkoba internasional Fredy Pratama.

Piagam penghargaan Rekor MURI itu diberikan langsung oleh pendiri MURI Jaya Suprana kepada Komjen Pol Wahyu Widada di sela-sela ekspose pengungkapan kasus jaringan transnasional narkoba Fredy Pratama, di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Selasa 12 September 2023. 

“Kami diberi kehormatan untuk memberikan anugerah atas nama Bangsa Indonesia sebagai ucapan terima kasih kepada Bareskrim dan segenap jajarannya maupun kepada teman-teman kita dari Thailand dan Malaysia, serta Amerika Serikat,” kata Jaya Suprana dikutip dari Antara.

Sebelum menyerahkan piagam penghargaan, Jaya Suprana sempat berseloroh terkait pesan kedua orangtuanya agar dirinya jangan sampai “diundang” ke Bareskrim Polri (ditangkap).

“Jangan sampai kamu diundang ke Bareskrim. Itu adalah pesan kedua orangtua saya,” kata Jaya Suprana.

Namun, hari ini Jaya Suprana hadir di Bareskrim Polri diundang sebagai tamu kehormatan yang menyerahkan penghargaan kepada Kabareskrim Polri.

“Maka disertai permohonan maaf kepada kedua orangtua saya, maka hari ini saya diundang ke Bareskrim. Tapi bukan untuk ditersangkakan ataupun belum ditangkap. Tapi kami diberikan kehormatan untuk memberikan anugerah,” katanya pula.

Menurut Jaya Suprana, pengungkapan narkoba yang dilakukan jajaran Bareskrim Polri ini merupakan terbesar dan terbanyak dalam menyelamatkan ribuan nyawa anak bangsa dari ancaman narkoba.

“Dengan bangga Bapak Kabareskrim kami akan segera akan menunaikan tugas kami, karena apa yang sudah Anda lakukan, telah menyelamatkan generasi muda bangsa Indonesia,” katanya lagi.

Infografis Laporan Khusus Narkoba (liputan6.com/desi)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya