Seluk Beluk Bentrok Panas Pulau Rempang: PSN Bernilai Jumbo hingga Bikin Jokowi Sewot

Konflik lahan di Pulau Rempang mulai menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini lantaran warga terlibat bentrok dengan aparat kepolisian mengenai rencana relokasi warga Pulau Rempang.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Sep 2023, 10:30 WIB
Bentrokan antara warga dan aparat keamanan terjadi di Pulau Rempang. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta Konflik lahan di Pulau Rempang mulai menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini lantaran warga terlibat bentrok dengan aparat kepolisian mengenai rencana relokasi warga Pulau Rempang.

Sebagian besar warga menyatakan penolakan relokasi. Meski sebenarnya pemerintah berjanji sudah menyiapkan lokasi hunian yang lebih layak dan memiliki sertifikat.

Kericuhan massa yang menolak kehadiran aparat gabungan TNI, Polri, dan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan merelokasi warga karena wilayah tersebut akan dikembangkan menjadi Kawasan Rempang Eco City.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md menjelaskan, sebelumnya, telah ada perjanjian antara pemda, pengembang, DPRD setempat dan masyarakat soal kesepakatan 6 September 2023.

Dia menjelaskan apa yang dimaksud kesepakatan 6 September 2023. Menurut dia, hal itu diawali pada tahun 2004 terjadi MoU antara BP Batam atau Pemda untuk pengembangan kawasan wisata pulau-pulau yang terlepas dari pulau induk dengan warga setempat.

"Memang ada peraturannya. Salah satunya Pulau Rempang itu. Itu diputuskan pengembangan wisata tahun 2001, 2002, kemudian 2004 ada perjanjian. MoU antara pengembang dengan BP Batam," jelas Mahfud Md.

Mahfud melanjutkan, berdasarkan MoU maka izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU dibatalkan semua oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kemudian, lanjutnya, dari sanalah terjadi perintah pengosongan, karena tahun ini akan masuk berbagai kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai kebijakan tahun 2001-2002.

Relokasi

Mahfud meyakini, penghuni yang menaungi kawasan terdampak pengembangan sudah sepakat untuk menjalankan kewajiban relokasi pada 6 September 2023.

Kemudian terhadap mereka yang terelokasi, setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp120 juta setiap kepala keluarga.

"Besar itu, daerah terluar. Lalu diberi uang tunggu sebelum relokasi setiap kepala sebesar Rp1.034.000. Diberi uang sewa rumah sambil menunggu dapat rumah masing-masing Rp1 juta, semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju," jelas Mahfud.

Pada diskusi soal kesepakatan dimaksud, menurut Mahfud, 80 persen warga menyetujuinya. Namun, informasi tersebut tidak tersampaikan, sebab adanya provokator, sehingga terjadi bentrokan. Aparat penegak hukum pun bertindak dan menangkap mereka.

"Ya ada provokatornya juga, buktinya 8 orang ditangkap," kata Mahfud.

Mahfud memastikan, perintah pengosongan tidak dilakukan tanpa adanya pertanggungjawaban. Dia menegaskan, relokasi warga Pulau Rempang dilakukan ke daerah terdekat yang berlokasi di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter dengan total jumlah 1.200 Kepala Keluarga (KK). "Itu di atas tanah 2.000 hektare. Jadi yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare dan 1.200 KK dari situ diberi tadi ganti rugi, relokasi dan sebagainya," ujar Mahfud.


Warga Pulau Rempang Tak Punya Sertifikat Tempat Tinggal

Rumah-rumah warga pesisir pulau Galang dan Rempang yang akan direlokasi. Foto: liputan6.com/ajang nurdin

Konflik lahan di Pulau Rempang mulai menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini lantaran warga terlibat bentrok dengan aparat kepolisian mengenai rencana relokasi warga Pulau Rempang.

Sebagian besar warga menyatakan penolakan relokasi. Meski sebenarnya pemerintah berjanji sudah menyiapkan lokasi hunian yang lebih layak dan memiliki sertifikat. 

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi melansir Antara, Selasa (13/9/2023).Kawasan HutanHadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Hadi mengatakan, sebelum terjadi konflik Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.

50 Persen Warga Setuju RelokasiMenurutnya, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan yang telah disampaikan. Pemerintah telah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan.

Hadi menyampaikan bahwa pemerintah juga menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.

"Dari 500 ha itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kita bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi Tjahjanto .

Kementerian ATR/BPN juga menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun dermaga untuk para nelayan. Selama proses pembangunan, pemerintah akan memberikan biaya hidup per keluarga dan dicarikan tempat tinggal.


Proyek Pulau Rempang Masuk PSN

Untuk masuk ke Pulau Rempang saat ini sudah harus diperiksa, meskipun itu warga sendiri. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Masyarakat Pulau Rempang bergeming, menolak relokasi atas rencana pemerintah yang akan membangun kawasan Rempang Eco City, di pulau Rempang tersebut. Akibatnya, bentrok antara masyarakat dengan polisi pecah.

Presiden Joko Widodo pun mengutus Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia membangun komunikasi kepada masyarakat Rempang. Sebagaimana diketahui, kawasan di Pulau Rempang masuk sebagai Program Strategis Nasional (PSN).

Pemerintah akan menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat industri, jasa, dan juga sektor pariwisata yang digarap oleh PT Makmur Elok Graha. Dari proyek ini, ditargetkan bisa meraup investasi hingga ratusan triliun di masa depan.

Untuk mewujudkan wacana tersebut, warga asli Pulau Rempang pun menolak keras relokasi dan penggusuran rumah yang sudah mereka tinggali.

Deputi Bidang Koordinasi dan Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo, mengatakan pengerjaan Rempang Eco City baru akan terlaksana jika pengadaan lahan telah selesai.

"Pokoknya kalau PSN kan sudah ditetapkan, tinggal mulainya atau apanya ya sama seperti PSN lain, pengadaan lahan, kalau pengadaan lahan belum selesai kan bagaimana mau bangun?" kata Wahyu dalam Infrastructure Forum, Sewindu Program Strategis Nasional di Kota Kasablanka, Rabu (13/9/2023).

Wahyu enggan mengomentari lebih jauh perihal situasi yang memanas di Pulau Rempang, Kota Batam. Yang jelas, imbuhnya, kelanjutan PSN di Pulau Rempang masih menunggu tahap awal, dalam hal ini pengadaan lahan.

"Kan sudah dibilang sama presiden harus direlokasi. Tanya BP Batam yang tahu detilnya. Dia kan baru masuk sebagai PSN, tapi kan projeknya belum jalan, baru nyiapin dulu," jelasnya.

 

 

 


Potensi Keterlibatan Asing di Konflik Pulau Rempang

Aparat gabungan TNI, Polri dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat masyarakat Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, bentorkan aparat dan warga pun tak dapat dihindai, Kamis (7/9/2023). (Liputan6.com/ Ajang Nurdin)

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan beberapa dugaan isu yang memicu terjadinya konflik pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam untuk proyek Eco City.

"Pertama, karena sosialisasinya belum berjalan baik. Harus diakui. Kemarin Bapak Presiden (Presiden) sudah memerintahkan kepada saya untuk turun langsung, yang juga merupakan tanggung jawab (saya) sebagai menteri,” ujar Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI yang disiarkan secara daring pada Rabu (13/9/2023).

Bahlil menceritakan, dia pernah mengunjungi langsung kawasan Rempang, di mana ia berbincang dengan warga setempat dan akhirnya mendapat solusi yaitu pembangunan Rumah tipe 45 dan biaya Rp 120 juta.

Namun, konflik kemungkinan terjadi karena komunikasi dan sosialisasi yang belum berjalan baik, baik antara pemerintah setempat maupun masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

Bahlil mengungkapkan, sebagian warga di Rempang sudah lama tinggal di pulau tersebut, sementara sebagian lainnya baru datang di atas 2004.

Wali kota setempat kemudian mengeluarkan surat edaran untuk tidak lagi mengeluarkan izin untuk warga baru yang akan tinggal di sana. Dengan demikian, tanah yang ditinggali warga baru tersebut memang dikuasai negara melalui BP Batam.

“Saya duduk di kantor kecamatannya, dan saya menemui warga yang datang. Apa yang terjadi di sana? Menurut data Pemda Kota Batam, yang saat itu disampaikan langsung oleh walikota, bahwa sebagian rakyat di sana sudah turun temurun sudah (tinggal) di sana. Namun tidak bisa kita (sampingkan) juga ada warga yang baru, mereka datang setelah 2004,” jelas Bahlil.

“Kalau penggusuran itu kan barang yang sudah dimiliki kemudian diambil, tapi kalau bukan itu artinya kita relokasi mereka. Ini cari yang baik-baik,"

Adapun biaya tunggu Rp 1.030.000 yang rencananya akan dinaikkan.

Isu lainnya, Bahlil menyebut, terdapat permasalahan terkait perizinan pada 6 perusahaan.

“Dimana izin perusahaan-perusahaan itu setelah ditengarai, diusut-usut terjadi kekeliruan prosedur. Maka kemudian dicabut (izinnya),” bebernya.

Ada AsingAda juga dugaan keterlibatan asing dalam konflik tersebut, mengingat rencana besar pemerintah dalam membangun proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City.

“Tidak semua negara itu senang jika (PSN) ini jalan. Dulu waktu zaman BP batam dibuat untuk menjadikan kawasan untuk mengimbangi Singapura, apa yang terjadi sekarang? Harusnya kita berpikir ada apa dibalik ini semua. Setiap kita mau bangun besar di sana, ada saja,” pungkas Bahlil Lahadalia.


Konflik Pulau Rempang Bikin Jokowi Geram

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (7/11). Jokowi miminta pemenuhan perumahan bagi ASN, TNI, dan Polri diperhatikan juga aksesbilitas ke tempat kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan agar Proyek Strategis Nasional (PSN) jangan sampai ada yang mangkrak, dan harus diawasi pembangunannya.

Menurutnya, jika ada persoalan harus segera diselesaikan dicari solusi termasuk polemik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dimana masyarakat menolak relokasi atas rencana pemerintah yang akan membangun kawasan Rempang Eco City, di pulau Rempang tersebut. Alhasil, bentrok antara masyarakat dengan polisi tak bisa terelakan.

"Jika ada persoalan, jika ada permasalahan baik soal lahan, pembiayaan anggaran, urusan perizinan, tolong segera dikomunikasikan. Segera cari solusi-solusi inovatifnya dan ini selalu saya ingatkan, jangan justru malah menggunakan pendekatan yang represif kepada masyarakat," kata Jokowi dalam acara Infrastructure Forum and Edutainment Expo di The Kasablanka Hall, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/2023).

Jokowi pun menyayangkan karena konflik tersebut sampai ketelinganya. Seharusnya hal itu bisa diselesaikan oleh Menteri yang terkait.

"Masa urusan kayak gitu sampai Presiden," imbuhnya.

Kendati demikian, Jokowi pun akhirnya turun tangan dengan langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tengah malam guna membahas konflik di Rempang.

Menurut Jokowi, akar masalah konflik di proyek Rempang Eco-City disebabkan salah komunikasi. Oleh karena itu, ia memerintahkan Menteri terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Saya sudah sampaikan urusan yang di Rempang, tadi malam, tengah malam saya telepon Kapolri, ini hanya salah komunikasi aja, di bawah itu salah mengkomunikasikan saja. Mau diberi ganti rugi, diberi lahan, diberi rumah tapi mungkin lokasinya belum tepat, nah itu yang harusnya diselesaikan," ujarnya.

Jokowi menegaskan, tujuan PSN untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, bukan justru sebaliknya.

"Masyarakat kalau ada ganti rugi senang gitu lho yang kita inginkan, bukan ganti rugi tapi ganti untung karena memang harga yang ditujukan adalah harga terbaik. PSN ini tujuannya adalah memberi manfaat untuk rakyat, bukan justru sebaliknya menderitakan masyarakat," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya