Liputan6.com, Gorontalo - Akhir-akhir ini, berhembus isu tentang penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Rencana pemerintah akan menghapus pertalite dan menggantinya dengan Pertamax 92 Green.
Informasinya, penghapusan ini diusulkan untuk diimplementasikan pada tahun 2024. Meski begitu, banyak kalangan yang menolak terkait dengan rencana tersebut, karena dinilai menyusahkan.
Advertisement
Seperti yang dikatakan oleh salah satu Aktivis Gorontalo Inkrianto Mahmud bahwa jika pertalite diganti dengan Pertamax Green, maka secara otomatis harga BBM akan naik.
"Secara tidak langsung, namanya BBM jenis Pertamax pasti mahal. Kalau saya tidak setuju dengan kebijakan ini," kata Inkrianto.
Menurut Mahasiswa Pascasarjana IPB itu, jika alasan penghapusan Pertalite menjadi Pertamax Green, hanya karena agar emisi lebih rendah, itu tidaklah masuk akal. Sebab, kualitas udara di Jabodetabek contohnya, itu paling banyak dicemari oleh industri.
"Kalau menurut saya, penyebab meningkatnya kualitas udara itu bukan hanya transportasi. Kita juga harus melirik industri energi, industri manufaktur, sektor rumahan dan komersil yang mejadi penyebab polusi udara," ungkapnya.
"Jadi kalau penghapusan BBM pertalite hanya karena memeperbaiki kualitas udara, maka saya yakin tidak akan maksimal," tuturnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Alasan Pengemudi Bentor
Sementara itu, salah satu pengemudi becak motor (Bentor) di Gorontalo, Nasir Gela mengaku menolak penghapusan BBM pertalite. Tidak hanya menolak, mereka bahkan meminta harga pertalite diturunkan.
"Penghapusan Pertalite, kami rasa negara sudah tidak memikirkan rakyatnya. Karena apa, harga pertalite saat ini saja kami rasa mahal, apalagi akan diganti dengan pertamax," kata Nasir.
Menurutnya, sebagai pengemudi bentor konvensional di Kota Gorontalo, BBM murah menjadi dambaan mereka. Tidak penting bagi mereka BBM itu bagus kualitasnya, yang penting bentor mereka bisa jalan.
"BBM murah menjadi dambaan kami, sebagai tugang narik bentor konvensional, kami harus mengitari jalan kota agar bisa mendapatkan penumpang," ujarnya.
"Pokonya, apapun kebijakan pemerintah soal BBM, harganya jangan dinaikan. Apalagi kami harus pindah ke pertamax, rasanya pemerintah sudah tidak berpihak lagi ke rakyat," imbuhnya.
Sebelumnya, usulan penghapusan Pertalite ini pertama dilontarkan langsung oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati. Perseroan rencananya akan mengganti BBM subsidi tersebut dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).
Nicke menjelaskan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.
"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," kata Nicke di depan Komisi VII DPR RI.
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya,"ia menandaskan.
Advertisement