Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memastikan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan hadir dan membuka langsung penyelenggaraan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU. Diketahui, acara tersebut dimulai pada 18 September 2023 dan berlangsung selama 2 hari.
"Kami hari ini sudah melakukan rapat pengurus membahas sejumlah hal, salah satunya Munas Alim Ulama 18 September 2023 yang akan dibuka langsung oleh Presiden Jokowi," ujar pria karib disapa Gus Yahya saat jumpa pers di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Advertisement
Gus Yahya menjelaskan, Munas Alim Ulama akan diikuti pengurus PBNU di 34 provinsi ditambah sejumlah ulama dari pesantren-pesantren dengan total sekitar 700 peserta yang terdiri dari pengurus pusat, pengurus harian, dan pengurus lembaga.
Nantinya, lanjut Gus Yahya, Munas Alim Ulama akan membahas perihal organisasi, program, dan hal-hal yang terkait keagamaan.
"Munas juga akan membahas masalah yang dihadapi warga sehari-hari," ungkap dia.
Acara Munas Alim Ulama PBNU digelar di Pondok Pesantren Al Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur dan Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Dijadwalkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan hadir.
Munas Alim Ulama PBNU akan dilangsungkan bersamaan dengan agenda permusyawaratan. Namun demikian lokasi dilaksanakan terpisah yaitu di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.
PBNU Akan Sanksi Pengurus yang Bawa-bawa NU untuk Politik Praktis
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan akan memberikan sanksi kepada pengurus yang mengatasnamakan NU untuk kegiatan politik praktis.
Salah satunya memberikan dukungan ke salah satu calon presiden (capres) dengan menggunakan nama NU.
"Kalau ada pengurus NU kemudian menggunakan lembaga NU untuk kegiatan politik praktis, langsung kita tegur," kata Gus Yahya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/9/2023).
Gus Yahya mengatakan telah memberikan sanksi kepada pengurus karena membawa-bawa nama NU untuk kegiatan politik. Sanksi berupa teguran itu diberikan karena pengurus NU itu mengadakan deklarasi untuk capres di kantor NU.
"Ada dan sudah beberapa kali kita laksanakan. Saksinya bukan calon atas nama NU ya, tapi kemarin ada beberapa pengurus di tingkat kabupaten yang kita tegur karena misalnya mengadakan deklarasi calon presiden di kantor NU," jelasnya.
Gus Yahya menegaskan Nahdlatul Ulama tidak boleh dikait-kaitkan dengan kegiatan politik. Dia menyampaikan pengurus diperbolehkan memberikan dukungan politik, namun harus atas nama pribadi.
"Ini ndak boleh, kita tegur. Tapi misalnya dia pribadi ikut ke sana ke mari itu hak pribadinya," ujar Gus Yahya.
Dia juga menekankan bahwa calon presiden tidak bisa mengatasnamakan NU.
"Kalau ada capres mengatasnamakan NU tapi bukan pengurus NU, ya kami juga bisa mengatkan itu tidak benar. Tapi kan kami tak bisa beri sanksi apa-apa kalau bukan pengurus," pungkas Gus Yahya.
Advertisement