Liputan6.com, Makassar - Penangkapan hingga pendeportasian tiga mahasiswa asal Sulawesi Selatan yang tengah menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir tengah jadi buah bibir. Betapa tidak, pihak keluarga menilai ada banyak kejangggalan dalam insiden tersebut.
Bunyamin Yapid, orangtua wali salah seorang mahasiswa yang ditangkap dan dideportasi itu menuturkan bahwa dirinya mengaku tidak terima dengan apa yang dialami anak walinya. Ia pun mengaku akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Advertisement
"Nanti kita akan rembukkan dulu dan laporkan KBRI Kairo ke Mabes Polri," kata Bunyamin kepada wartawan di Makassar, Kamis (14/9/2023).
Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah itu menjelaskan bahwa kejadian itu bermula dari kesalahpahaman antara sesama mahasiswa Indonesia dalam Turnamen Futsal Cordoba Cup pada Juli 2023 lalu.
"Disana Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) diejek dengan nada rasis oleh Kerukunan Keluarga Walisongo (KKSW). KKS yang tidak terima lalu memukul KKSW saat pertandingan usai," kata pengusaha yang akrab disapa Yamin itu.
Namun dari insiden itu, kedua kerukunan keluarga kemudian berhasil didamaikan. Menurut Yamin kejadian-kejadian seperti ini memang sudah sering terjadi pada lingkup mahasiswa yang kuliah di Mesir.
"Malamnya itu langsung damai mereka. Perkelahian seperti ini sudah sering terjadi memang," ucapnya.
Belakangan salah seorang mahasiswa KKS kemudian kembali dikirimi pesan singkat bernada rasis. KKS yang tidak terima lalu mendatangi mahasiswa yang diduga merupakan anggota KKSW itu.
"Adik-adik KKS ini dua mobil mereka datangi sekretariat KKSW tapi tidak berhasil menemukan orang yang mengirim pesan itu. Disana mereka malah ketemu dengan anggota Pagar Nusa, kelompok silat dari KKSW. Perkelahian antara KKS dan Pagar Nusa pun tak terelakkan," jelasnya.
Dugaan Rasisme
Dari kejadian itu, lanjut Yamin, KKSW sempat melayangkan laporan polisi ke otoritas keamanan di Mesir. Namun laporan itu mentah lantaran dianggap tidak cukup bukti.
"Lagi pula ini kan sebenarnya bisa diselesaikan secara baik-baik, kenapa harus melibatkan polisi. Tapi saya pastikan laporan itu ditolak. Informasi yang saya terima polisi disana bilang kalau bisa masalah begini diselesaikan secara internal saja," jelasnya.
Sayangnya, kesalahpahaman antar mahasiswa Indonesia di Mesir makin melebar hingga terjadi provokasi yang berujung dikeluarkannya KKS dari Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Mesir. Melihat hal itu Bunyamin pun memutuskan untuk berangkat ke Mesir dan mencari solusi.
"Saya terbang ke Mesir dan berusaha mencari solusi. Saya temui mereka yang bertikai. Apalagi ada video provokasi yang kalau saya lihat memang rasis. KKS ini kan tidak hanya Sulawesi saja, tapi nyaris seluruh wilayah Indonesia Timur," ucapnya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Yamin adalah mengumpulkan 16 kerukunan keluarga dari seluruh wilayah Indonesia di Mesir. Dalam pertemuan itu 16 kerukunan keluarga bersepakat damai dengan sejumlah persyaratan.
"Salah satu yang mereka minta adalah perbaikan sekret salah satu kerukunan keluarga. Dan itu saya iyakan. Kita perbaiki. Sehingga masalah ini kita anggap selesai," akunya.
Advertisement
Ditangkap Bak Teroris
Ironisnya, nyaris dua bulan berlalu, tiga mahasiswa asal Sulawesi Selatan tiba-tiba ditangkap oleh National Security setempat. Ketiganya ditangkap oleh polisi bersenjata lengkap bak penangkapan pelaku tindak pidana terorisme.
"Kan sudah damai. Kenapa ini tiba-tiba ditangkap dan ditahan selama dua pekan lamanya," tanyanya.
Padahal menurut Bunyamin, Mesir itu menganut aturan praduga bersalah. Dimana seluruh yang terlibat dalam suatu tindakan melanggar hukum harus sama-sama ditangkap dan ditahan.
"Nah kalau memang ada yang ditangkap kenapa hanya tiga mahasiswa ini. Padahal yang terlibat dalam insiden perkelahian itu kan ada banyak. Jadi ini perkelahian bukan pemukulan. Semua yang terlibat juga ditangkap sekalian," tukasnya.
Bunyamin bahkan memastikan bahwa ketiga mahasiswa ini bukanlah mereka yang terlibat dalam perkelahian antara KKS KKSW. Sehingga menurut dia polisi di Mesir itu salah tangkap.
"Apalagi ini yang ditangkap bukan mereka yang terlibat. Saya bisa pastikan itu karena saya mengikuti kejadian ini dari awal sampai tuntas dan damai. Bukti mereka ditangkap ini hanyalah rekaman cctv yang memperlihatkan mereka keluar rumah bukan terlibat perkelahian," tegasnya.
Belakangan Bunyamin kemudian mengaku mendapat informasi bahwa ketiga mahasiswa itu ditangkap atas permintaan pihak KBRI Kairo. Ironisnya, ketiganya ditangkap bak penangkapan pelaku tindak pidana terorisme.
"Saya sudah coba komunikasi dengan KBRI tapi tidak ada titik temu. Saya memang dapat kabar kalau polisi disana menangkap ketiga mahasiswa ini atas permintaan KBRI Kairo," ucapnya.
"Anehnya ketika mahasiswa ini ditangkap oleh polisi dengan membawa senjata lengkap. Pertanyaan saya isi permintaan atau perintah penangkapan ini atas dasar apa? Jangan sampai tuduhan teroris," imbuhnya.
Bunyamin mengaku sempat berusaha meminta KBRI Kairo untuk membebaskan ketiga mahasiswa ini. Namun upayanya tersebut mentah.
"Sudah, saya sudah berusaha komunikasi dengan pihak KBRI tapi tetap saja ketiganya dideportasi. Padahal mereka ini kan sedang menuntut ilmu di sana," ucapnya.
Penjelasan PWNI Kementerian Luar Negeri
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Jhuda Nugraha menanggapi ihwal tiga mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir yang dideportasi pada Minggu (10/9/2023).
Dalam keterangannya, Judha menjelaskan bahwa awal mula penyebab sehingga ketiga mahasiswa itu dideportasi adalah lantaran mereka terlibat perkelahian saat Turnamen Futsal Cordoba Cup pada Juli 2023. Rangkaian insiden tersebut menyebabkan Pihak Berwenang Mesir melakukan langkah pengamanan terhadap tiga WNI pada 27 Agustus 2023.
"Ketiganya kemudian dideportasi ke Tanah Air pada 10 September 2023, sesuai yurisdiksi hukum yang dimiliki Mesir," kata Judha kepada Liputan6.com, Kamis (14/9/2023).
Dia menjelaskan bahwa ejak awal kejadian, KBRI Kairo telah lakukan berbagai upaya pengayoman dan pelindungan WNI. Upaya itu di antaranya adalah memfasilitasi mediasi antara pihak yang bertikai sebanyak dua kali dan mengadakan pertemuan Duta Besar RI dengan pihak kekeluargaan sebanyak empat kali.
"Melibatkan peran Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Mesir dalam proses komunikasi dengan berbagai kelompok kekeluargaan dan melakukan akses kekonsuleran terhadap tiga WNI yang diamankan," imbuh dia dalam keterangan persnya.
Selain itu, pihak KBRI Kairo juga telah memastikan pemenuhan hak-hak ketiga WNI sesuai hukum yang berlaku di Mesir. Lalu memberikan layanan dokumen kekonsuleran serta memfasilitasi pemulangan dan ketibaan di Tanah Air.
Dalam melakukan pengayoman dan pelindungan, lanjutnya, KBRI Kairo bersikap imparsial serta berpegang pada prinsip-prinsip pelindungan sebagaimana diatur dalam Permenlu Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelindungan WNI di Luar Negeri, yaitu bahwa pelindungan tidak mengambil alih tanggung jawab pidana dan/atau perdata serta dilakukan sesuai hukum negara setempat dan hukum kebiasaan internasional.
"Kemlu mengimbau para WNI khususnya pelajar dan mahasiswa di Mesir untuk menciptakan suasana kondusif dan selalu menjaga kerukunan sesama masyarakat Indonesia. Segala bentuk kekerasan fisik akan memiliki konsekuensi hukum sesuai peraturan yang berlaku di Mesir," dia memungkasi.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement