Indonesia Pegang Kendali, Jadi Penentu Sukses Tidaknya Dunia Tekan Emisi Karbon

Negara-negara di dunia bisa gagal kejar target penurunan emisi karbon jika Indonesia saja tak berhasil. Ini merujuk pada masifnya potensi yang dimiliki Indonesia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 18 Sep 2023, 11:50 WIB
Negara-negara di dunia bisa gagal kejar target penurunan emisi karbon jika Indonesia saja tak berhasil. Ini merujuk pada masifnya potensi yang dimiliki Indonesia. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut negara-negara di dunia bisa gagal kejar target penurunan emisi karbon jika Indonesia saja tak berhasil. Ini merujuk pada masifnya potensi yang dimiliki Indonesia.

Mahendra mencatat, dari hulu ke hilir, Indonesia punya potensi besar untuk mendorong upaya penurunan emisi gas rumah kaca atau emisi karbon. Maka, Indonesia digadang-gadang menjadi pelopor pada upaya tersebut.

"Bukan hanya dalam rangka memenuhi komitmen dan keputusan nasional dalan nationally determined contribution (NDC) tapi saya lihat dan kita semua itu secara global, malau Indonesia gak berhasil langkah tadi, maka kita tak optimis kalau dunia akan berhasil," ujar dia dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia, Jambi, Senin (18/9/2023).

"Karena di tempat lain kita tak melihat potensi sebesar di Indonesia dalam nengurangi emisi karbon," sambungnya.

Lahan Gambut

Mahendra mencatat, sebagai salah satu contohnya adalah masifnya lahan gambut yang ada di Tanah Air. Mengingat, lahan hijau menjadi kunci berhasilnya upaya menurunkan emisi karbon. Tentunya disamping dari upaya operasional yang rendah emisi.

"Kami tinjau restorasi gambut yang bisa diupayakan yang sebelumnya dianggap suatu lahan diolah kemudian bisa lahan tadi bisa direstorasi. Kita harus bisa membuktikan bahwa kita jauh lebih mampu daripada bangsa lain," tegasnya.

Dia mengaca ke banyak negara, khususnya di kawasan Eropa. Mahendra mengatakan banyak lahan gambut di Eropa dan negara barat hampir musnah dan berganti menjadi bangunan.

 


Perlu Dimanfaatkan

Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Mengaca pada hal tersebut, Indonesia dinilai memiliki potensi yang jauh lebih besar. Mahendra enggan potensi yang dimiliki Indonesia ini tak dimanfaatkan sedini mungkin.

"Jangan sampai kita mengulangi kesalahan bangsa-bangsa di Eropa yang menghancurkan lahan gambut mereka sehingga tidak bisa direstorasi kembali dan sudah terlambat," ungkapnya.

"Negara yang paling maju sekalipun, Jerman, itu lahan gambutnya paling rusak sedunia, sudah tidak ada lagi, sudah dikonversi menjadi kota dan sebagainya," beber Mahendra Siregar.

Mahendra memberikan catatan, dengan potensi tersebut, Indonesia bisa jadi pionir dan contoh bagi banyak negara untuk menekan emisi karbon. Dia meminta setiap pemangku kepentingan bisa serius menjalankan upaya penurunan emisi dengan komitmen penuh.

"Sebesar itulah kepentingan, taruhan dan kontribusi Indonesia. Supaya kita paham kita bukan bangsa yang ada di bawah, tapi justri salah satu yang paling di atas untuk menetukan apakah itu dunia akan sanggup mengatasi pengurangan emisi karbon yang sangat penting," paparnya.

 


Bursa Karbon Rilis 26 September 2023

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkap bursa karbon akan diluncurkan pada 26 September 2023, pekan depan. Peluncuran itu sekaligus dengan seremoni perdagangan perdana.

"Rencananya peluncuran bursa karbon yang perdana perdagangannya itu akan dilakukan 26 September ini, jadi minggu depan," ujarnya dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia, Jambi, Senin (18/9/2023).

Dalam waktu singkat menuju bursa karbon ini, kata Mahendra, perlu dipersiapkan dari sektor hulu hingga hilir. Mulai dari kegiatan di hulu, penyiapan unit karbon, hingga ke aspek administrasi seperti registrasi, verifikasi, hingga sertifikasinya.

"Pembuktian keabsahannya sampai ke perdagangannya itu sendiri dan bagaimana menjaga perdagangan itu bisa berhasil dengan baik," tuturnya.

 


Diinvestasikan Kembali

Adapun denda yang akan dikenakan Rp250.000,- bagi kendaraan roda dua dan Rp500.000,- roda empat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Setelah itu, diproyeksikan hasil perdagangan karbon lewat mekanisme bursa karbon ini bakal diinvestasikan lagi kepada upaya untuk pengurangan emisi.

"Kemudian tentu hasilnya juga bisa kembali di reinvestaskan kepada upaya menjaga keberlanjtuan lingkungan hidup kita dna terutama dalam konteks pengurangan emisi karbon kita mulai secara resmi," ungkap Mahendra.

Itu jadi langkah teknis yang akan mulai berlaku pekan depan. Kendati begitu, pelaksanaan bursa karbon dinilai perlu dibarengi dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

"Itu adalah rebcana dalam minggu depan ini. Tapi secara paralel kita bersama harus terus meningkatkan diri dalam pemahaman, pengetahuan, kapasitas untuk benar-benar mengerti terhadap bagaimana membentuk ekosistem tadi," jelasnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya