Liputan6.com, Batam - Menteri Investasi dan Badan Kordinator Penanaman Modal(BKPM) Bahlil Lahadalia menggelar rapat bersama Menteri ATR /BPN, Mendagri dan Wakapolri di Batam.
Rapat membahas penanganan polemik pulau Rempang dan pentingnya mempertahankan investor yang sudah berkomitmen. Ada beberapa kesepakatan mengenai proses penanganan konflik Rempang.
Advertisement
"Kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah ada secara turun-temurun di sana Dan kita harus melakukan komunikasi dengan baik, " kata Bahlil usai Rapat Penganan polemik Pulau Rempang, di Hotel Mariot, Harbour Bay, Batam (16/9/23).
Bahlil tidak menjelaskan mengenai alternatif tempat lain yang masih kosong dan aman dari konflik. Ia malah bercerita bahwa dirinya berasal dari kampung dan mengaku sangat merasakan yang dirasakan warga.
Menurut Bahlil ada masalah lain, yaitu orang yang pernah membangun usaha di di Pulau Rempang-Galang tapi izinnya sudah dicabut.
"Ini juga kita membutuhkan penanganan khusus," katanya.
Bahlil mengklaim investasi dan rencana pembangunan di Pulau Rempang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan masyarakat. Namun ia tak mencontohkan investasi hilirisasi nikel di Konawe, dan tempat lain dimana warga tidak ikut menikmati.
Rencananya, warga yang direlokasi akan mendapat kompensasi tanah 500² luas lahan, dan rumah tipe 45, serta selama proses pembangunan rumah pengganti selesai.
Warga kampung Adat akan diberikan kompensasi Rp 1,2 juta uang tunggu dan Rp 1,2 juta uang sewa rumah perbulan selama 7 bulan- 24 bulan.
Pengosongan untuk Sembulang diberi tenggat waktu 28 september 2023. Sembulang adalah tahap awal pertama pembangunan.
Sementra Itu Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) BPN Hadi Tjadjahyo mengatakan untuk pengelolaan Hak Pengalokasian Lahan (HPL) pulau Rempang yang akan diberikan kepada BP Batam.
Menteri Hari tak menyebutkan tentang kewajiban kementerian untuk memberikan sertifikat kepada warga yang sudah ratusan tahun tinggal dan membangun Rempang. Ia lebih banyak berbicara tentang tanah pengganti.
"Sekarang lagi pengukuran," kata Hadi.
Selain itu Hadi menyebutkan bahwa lahan dan rumah nanti yang diberikan ke warga berstatus Hak Tanah Milik Resmi (HTRM) yang tidak bisa dijualbelikan.