Cadangan Nikel Indonesia Habis 15 Tahun Lagi Gara-Gara Industri Mobil Listrik

Untuk memasok kebutuhan industri mobil listrik, Indonesia saat ini menyimpan hingga sekitar 5,3 miliar ton cadangan nikel

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Sep 2023, 15:29 WIB
Untuk memasok kebutuhan industri mobil listrik, Indonesia saat ini menyimpan hingga sekitar 5,3 miliar ton cadangan nikel (dok: Ilyas)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah mempersiapkan Indonesia jadi pusat industri baterai kendaraan listrik dunia. Mimpi ini diusung lantaran Indonesia jadi salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar dunia, untuk diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menyiapkan pabrik baterai mobil listrik pertama dan terbesar di Asia Tenggara, yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Targetnya, pabrik itu bakal beroperasi tahun depan.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia saat ini menyimpan hingga sekitar 5,3 miliar ton cadangan nikel. Bahkan, potensinya lebih besar hingga tiga kali lipat lebih.

"Kalau potensi nikelnya sih kalau lihat sekarang kan ada cadangan nikel, ada potensi. Cadangan kita nih 5,3 miliar ton, nah potensi kita ada 17 miliar (ton)," ujar Arifin saat di Kantor Kementerian ESDM, dikutip Senin (18/9/2023).

Jenis Nikel

Arifin menjelaskan, nikel sendiri terbagi menjadi dua jenis. Pertama, nikel berkadar tinggi lebih dari 1,5 persen yang disebut saprolit. Lalu, nikel berkadar rendah kurang dari 1,5 persen atau limonit.

"Jadi kalau dipakai pemakaian, kita produksi setahun, nah itu kalau kan dibagi dua. Satu untuk limonit, satu untuk saprolite, untuk besi-baja," terang Arifin.

 


Cukup untuk 15 Tahun

Nikel lagi-lagi mencatatkan trend kenaikan harga yang positif selama tahun 2017.

Menurut dia, dengan cadangan nikel sebesar 5,3 miliar ton yang dimiliki saat ini cukup untuk kapasitas produksi hingga 15 tahun. Namun, usia pemakaiannya bisa bertambah jika potensi yang ada dikembangkan, dan turut membuat industri daur ulang baterai kendaraan listrik.

"Jadi kalau yang sekitar 5 miliar (ton) ini dengan kapasitas yang sekarang bisa 15 tahun. Tapi kalau kita bisa kembangin yang potensi ini kita bisa panjang," kata Arifin.

"Nah, ke depannya juga kan industri baterai ini bisa ada industri recycle. Jadi ya recycle itu kenapa bisa top up, jadi ya makin panjang lah ya, cuman kita jangan boros," pinta dia.


Bos IBC Ambisi Jadikan Indonesia Raja Nikel Sulfat Dunia

Nikel sulfat (Foto:PT Trimegah Bangun Persada Tbk/NCKL)

Direktur Utama Indonesia Battery Coorporation (IBC) Toto Nugroho berambisi membawa Indonesia bisa unggul di sektor ekosistem kendaraan listrik. Salah satunya dengan bermodalkan cadangan nikel yang tersebar di dunia.

Toto menyebut, cadangan nikel Indonesia bisa diolah menjadi nikel sulfat yang dibutuhkan untuk industri baterai kendaraan listrik (EV). Dengan outlook kapasitan produksi dalam negeri, dia optimistis dalam 4-5 tahun kedepan Indonesia bisa merajai industri ini.

"Jadi, salah satu keunggulan yang kami miliki, karena kami memiliki nikel, salah satu bahan baku baterai yang paling banyak mengandung garam adalah nikel sulfat dan Indonesia saat ini memproduksi sekitar 40 persen dari seluruh nikel sulfat di dunia, dalam 4 atau 5 tahun ke depan, menurut saya, akan mencapai lebih dari 70 persen," bebernya dalam Indonesia Sustainability Forum 2023, di Hotel Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Dia mengibaratkan, dengan potensi ini Indonesia bisa meniru kesuksesan Arab Saudi di tahun 1970-an yang bisa berjaya karena pemanfaatan cadangan minyak yang dimilikinya.

"Jadi, saya selalu bilang bahwa di sini rata-rata punya potensi, seperti Arab Saudi, di tahun 70an, dengan minyaknya. Jadi kita mempunyai keuntungan global karena memiliki sumber daya nikel," ungkapnya.

 


Mampu Pasok Setengah Kebutuhan Dunia

Tambang Nikel PT Vale di Sorowako (dok: Athika Rahma)

Toto mencatat, produksi nikel Indonesia bisa memenuhi setengah dari keperluan baterai kendaraan listrik dunia. Tapi, terbatasnya permintaan di dalam negeri menjadikan perlu adanya pengalihan sejumlah produksinya ke dalam rantai pasok global.

Tujuannya, guna memaksimalkan penyerapan dari nikel sulfat yang dihasilkan di Tanah Air. Pada konteks ini, artinya ada penyerapan dari hilirisasi bijih nikel.

"Kita perlu memastikan bahwa sumber daya nikel ada dalam rantai pasokan global sambil menjaga permintaan baterai di dalam negeri. Jadi kita perlu mengambil jalan kedua-duanya," ujarnya.

"Kita perlu meningkatkan permintaan mobil dalam negeri, fokus dan inovasi kita. Namun di sisi lain kita juga perlu memenuhi permintaan bahan baterai dunia," imbuh Toto Nugroho.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya